Mengokohkan Iman Kepada Sang Pencatat Amal

Salah satu makhluk Allah SWT yang tidak memiliki kemerdekaan adalah malaikat. Mengapa demikian? Sebab, malaikat hanya diberikan sebuah potensi untuk menaati seluruh perintah Allah SWT secara istiqamah. Tidak ada istilah bosan, futur, apalagi kufur.

Berbeda dengan manusia yang diberikan kemerdekaan oleh Allah SWT untuk memilih jalan syukur atau kufur. Bahkan, karena kemerdekaan itulah manusia banyak yang memilih kufur kepada-Nya.

Dalam ajaran Islam, ibadah manusia dan jin lebih disukai oleh Allah SWT dibandingkan ibadah para malaikat. Sebab, manusia dan jin bisa menentukan pilihannya sendiri. Sedangkan malaikat, tidak. Sehingga salah satu manfaat diciptakanyan malaikat bagi manusia, supaya manusia bisa mentaati perintah Allah SWT sebagaimana para malaikat itu taat kepada Allah SWT.

Bagaimana agar kita dapat mengambil pelajaran dan hikmah, yang kemudian menjadi langkah nyata, agar dapat taat dan isiqamah dengan ibadah dan amal sholeh seperti malaikat? Berikut kiat-kiatnya.

Lingkup Pribadi

Setiap Muslim harus membuktikan keimanannya kepada malaikat. Beriman kepada malaikat berarti meyakini dengan sesungguhnya bahwa Allah SWT Maha Pencipta, termasuk menciptakan malaikat, sebagaimana firman-Nya:

“Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga, dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (Faathir [35]: 1)

Dengan beriman kepada malaikat, umat Islam senantiasa waspada dan berhati-hati (takwa) dalam menjalankan tugas sebagai hamba dan khalifah di muka bumi. Mereka merasa yakin ada makhluk yang mengawasinya setiap saat. Apalagi semua perbuatannya akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak.

Iman kepada malaikat mempunyai pengaruh positif dan manfaat yang besar bagi kehidupan seseorang Muslim.

Lingkup Keluarga dan Masyarakat

Peradaban Islam adalah peradaban keluarga dan masyarakat yang taat terhadap aturan (syariat) yang dibuat oleh Sang Pencipta. Inilah peradaban terbaik bagi kehidupan manusia.

Untuk itulah malaikat diciptakan sebagai makhluk yang taat, agar manusia dapat mengambil teladan darinya. Apalagi manusia juga dibekali potensi untuk taat seperti malaikat, bahkan bisa lebih baik dari ketaatan yang dilakukan oleh para malaikat tersebut.

Salah satu kelebihan malaikat yaitu tidak enggan dan bosan menyembah-Nya. Firman Allah SWT:

“Sesungguhnya malaikat-malaikat yang ada di sisi Tuhanmu tidaklah merasa enggan menyembah Allah dan mereka mentasbihkan-Nya dan hanya kepada-Nyalah mereka bersujud”. (Al-A’raaf [7]: 206).

Lingkup Peradaban Umat

Sejarah telah mencatat bahwa peradaban berawal dari Nabi Adam AS. Dari situ kemudian lahir dua tipe manusia, yaitu Habil dan saudaranya Qabil. Kepribadian keduanya betolak belakang.

Qabil mempunyai perilaku yang sangat buruk, bahkan bisa dikatakan simbol perilaku iblis laknatullah alaihi. Sementara Habil mempunyai akhlak yang baik, taat, dan dermawan, bahkan bisa menjadi simbol perilaku malaikat.

 

Dua tipe manusia ini ada hingga sekarang. Tipe pertama penghacur peradaban, sedang tipe kedua pembangun peradaban.

Jadi, peradaban Islam yang mulia hanya bisa terbangun dari pribadi-pribadi yang taat kepada Allah SWT sebagaimana taatnya para malaikat. Pribadi-pribadi seperti ini bahkan akan mengundang doa-doa malaikat, sebagaimana diceritakan dalam al-Qur`an Surah al-Mukmin [40] ayat 7-9, yaitu, “Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertobat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala.”

Selanjutnya masih dibutuhkan beberapa tahapan untuk mewujudkan peradaban yang dilandasi oleh keyakinan terhadap malaikat, di antaranya adalah:

1. Mengetahui dan mengenal dengan baik para malaikat dan tugas-tugasnya, terutama malaikat yang berinteraksi secara langsung dengan manusia, baik sewaktu hidup di dunia maupun di akhirat kelak.

Beberapa malaikat yang bisa diketahui namanya oleh umat Islam berdasarkan dalil dan keterangan yang shahih dari al-Qur`an dan as-Sunnah adalah: Jibril, Mikail, Israfil, Mungkar, Nakir, Ridwan, Harut, Marut, dan Zabaniyah. Adapun beberapa nama yang sudah terlanjur populer di kalangan kaum Muslim, seperti Izrail, Raqib, dan Atid, tidak didasarkan dalil dan keterangan yang shahih.

2. Senantiasa berdoa dan meminta bantuan kepada Allah SWT agar berkenan menolong melalui malaikat-Nya. Terlebih bagi pemimpin umat, sudah seharusnya memperbanyak doa dan meminta bantuan kepada Allah SWT.

Inilah yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW saat Perang Badar. Beliau berdoa kepada Allah SWT, di antaranya, “Ya Allah tunaikanlah janjiMu kepadaku. Ya Allah bantuanMu yang telah Engkau janjikan”.

Allah SWT berfirman, sebagaimana disebutkan dalam Surah al-Anfal [8] ayat 9, “Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.”

3. Mencintai dan memelihara ibadah dan amal shaleh serta berakhlak yang baik (akhlaqul karimah). Ini bukti atas kesadaran bahwa setiap langkah dan perbuatan senantiasa diawasi dan dicatat secara langsung oleh para malaikat. Beriman kepada para malaikat dapat meningkatkan pengetahuan kepada yang ghaib, serta terhidar dari perbuatan syirik, kurafat, takhayul, dan bid’ah.

Adapun hal-hal yang dapat menjadi penghalang akan keyakinan kepada malaikat adalah sebagai berikut:

1. Mengikuti watak dasar manusia yang sombong, sebagaimana firman Allah SWT:

Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena senantiasa melihat dirinya serba cukup. ( Al-Alaq [96]:6-7)

2. Menjadikan kehidupan dunia adalah segala-galanya, karena beranggapan bahwa hidup ini hanya satu kali di dunia saja. Allah SWT berfirman tentang hal ini dalam al-Qur`an surah An-Naziaat [79] ayat 38-39.

3. Mengikuti hawa nafsu yang suka lupa diri dan berpaling serta berkeluh kesah, sebagaimana firman Allah SWT:

Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia: dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa. (Al-Isra’ [17]:83)

4. Mengingkari akan adanya pertemuan dengan Allah SWT di akhirat. Allah SWT menjelaskan hal ini dalam al-Qur`an surah Al-Kahfi [18] ayat 105. Wallahu a’lam bish-Shawab. (sumber: majalah Suara Hidayatullah/09/05/2012)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>