Sempurnakan Iman dengan Mencintai Rasul

Pada suatu ketika, di hadapan para sahabatnya, Rasulullah SAW memegang tangan Umar bin Khattab dengan lembut. Mendapat hal itu, Umar lalu berkata, “Wahai Rasulullah, engkau pasti aku cintai melebihi segalanya kecuali diriku.”

Nabi SAW kemudian bersabda, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari, “Tidak! Demi Zat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, engkau tidak beriman sehingga engkau mencintaiku melebihi dirimu sendiri.”

Umar berkata, “Demi Allah, sekarang aku mencintai melebihi diriku sendiri.” Setelah itu Rasulullah SAW bersabda lagi, “Sekarang (telah sempurna imanmu) wahai Umar.”

Kecintaan kepada Rasulullah SAW memang mutlak, sebagaimana cinta kepada Allah SWT. Itulah sebabnya jika kecintaan kita kepada selain keduanya melebihi kecintaan kita kepada keduanya, maka Allah SWT akan mengecam hal itu. Allah SWT berfirman:

“Katakanlah, ‘Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, isteri-isterimu, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, itu lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya, serta dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.’ Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. At-Taubah: 24)

Kegembiraan Tertinggi

Allah SWT sangat tahu fitrah manusia yang suka terhadap hal-hal yang menyenangkan, seperti cantiknya isteri, gagahnya suami, lucu dan menggemaskannya anak darah dagingnya sendiri.

Betapa beratnya seseorang ketika suatu saat harus meninggalkan atau ditinggalkan oleh orang-orang tercinta tambatan hatinya itu. Hatinya seakan tersayat perih, jiwa pun seakan turut terbang melayang.

Namun, pernahkah perasaan seperti itu kita rasakan ketika ternyata kita pun meninggalkan ingatan terhadap Rasulullah SAW dan tak pernah menyempatkan untuk bershalawat atasnya?

Allah SWT pun paham betapa besar kecintaan manusia terhadap harta benda seperti rumah-rumah megah nan cantik. Apalagi jika merasa telah mendapatkannya melalui kerja keras hasil cucuran keringat sendiri. Itulah sebabnya Allah SWT peringatkan manusia bahwa semua yang terlihat indah tersebut bisa menjadi sangat menipu, bahkan bisa memperbudak kita.

Anas bin Malik menceritakan suatu peristiwa ketika seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, kapan akan terjadi hari kiamat?” Beliau bersabda, “Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?” Anas menjawab, “Kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya”. Lalu beliau bersabda, “Sesungguhnya engkau akan bersama-sama dengan orang yang kamu cintai.”

Kemudian Anas berkata, “Sungguh tidak ada kegembiraan setelah keislaman yang melibihi perkataan Nabi SAW bahwa sesungguhnya engkau akan bersama-sama orang yang engkau cintai.”

Lalu, ia berkata lagi, “Maka, aku mencintai Allah dan Rasul-Nya, serta Abu Bakar dan Umar, dengan harapan semoga aku akan bersama-sama dengan mereka (nanti di akhirat) sekalipun aku tidak bisa beramal seperti amal baik mereka.”

Tanda-tanda Kecintaan

Pertama, berkeinginan keras untuk bertemu dan menyertai Rasulullah SAW. Kehilangan kesempatan untuk bisa bertemu dan menyertai beliau bahkan lebih terasa berat baginya daripada kehilangan apapun di dunia ini. Inilah yang dirasakan Abu Bakar ketika mendapat kesempatan untuk menemani Rasulullah SAW dalam perjalanan hijrahnya dari Mekkah menuju Madinah.

Walaupun ia paham bagaimana beratnya tantangan dalam perjalanan ini, termasuk ancaman akan nyawanya, justru inilah yang membuatnya menangis bahagia saat diberi izin menemani perjalanan hijrah Rasulullah SAW. Sepanjang perjalanan, Abu Bakar telah menunjukkan kecintaannya dengan cara mengorbankan keselamatannya sendiri dalam rangka menyelamatkan jiwa Rasulullah SAW.

Begitu juga dirasakan oleh kaum Anshar yang begitu bergembira saat mendengar kabar hijrahnya Rasulullah SAW. Setiap pagi hingga siang mereka keluar dari rumahnya menuju Hurrah dan rela terpanggang teriknya matahari di sana demi menunggu kedatangan beliau. Saat Rasullah SAW telah benar-benar tiba, tidak kurang dari 500 orang penduduk Madinah keluar menyambutnya.

Kecintaan kepada Rasulullah SAW juga ditunjukkan oleh sahabat Anshar dalam peperangan Hunain. Ketika itu mereka tidak mendapatkan bagian harga rampasan perang karena Rasulullah SAW telah membagikan habis untuk para muallaf.

Kejadian tersebut sempat meresahkan sebagian sahabat Anshar, apalagi setelah melihat para muallaf itu mendapat bagian kambing dan unta, sementara mereka tidak. Maka Rasulullah SAW menghibur mereka dengan mengatakan, “Apakah kalian tidak ingin kalau manusia pergi membawa kambing dan unta, sedangkan kamu pergi membawa Rasulullah SAW ke tempat kalian? Seandainya bukan karena hijrah, pasti aku akan menjadi salah seorang dari kaum Anshar. Seandainya manusia melewati suatu lembah dan dataran, niscaya aku akan mengikutin lembah Anshar dan datarannya. Orang Anshar ibarat pakaian dalam, sedangkan orang lain adalah pakaian luar. Sesungguhnya kalian akan mendapati sesudahku rasa individualis. Maka bersabarlah kalian sampai kalian menemuiku di Haudh (telaga Rasulullah di surga).”

Dalam riwayat Abu Sa’id, kalimat di atas ditambah dengan doa Rasulullah SAW untuk kaum Anshar, “Ya Allah, kasihanilah kaum Anshar dan anak cucu mereka!” Setelah mendengar itu semua, kaum Anshar pun menangis hingga basah jenggotnya. Mereka kemudian berkata, “Kami ridha terhadap Rasulullah SAW dalam pembagian dan pemberiannya.”

Kedua, siap mengorbankan apa saja demi membela Rasulullah SAW walaupun harus dengan harta dan jiwa. Hal itu pernah dilakukan Abu Thalhah saat menjadikan dirinya tameng hidup bagi Rasulullah SAW. Ketika mereka terdesak dalam perang Uhud, Thalhah tanpa ragu-ragu maju menerjang kaum musyrikin untuk melindungi Rasulullah SAW hingga tangannya tertebas pedang musuh.

Ia pun merelakan tubuhnya mendapatkan lebih dari 70 luka tusukan demi melindungi Rasulullah SAW. Abu Bakar senantiasa menangis jika disebut tentang perang Uhud, dan mengatakan bahwa itu semua adalah harinya Thalhah.

Ketiga, menjalankan perintah dan sunnah beliau SAW dan menjauhi larangannya. Beberapa kali terjadi peristiwa dimana Rasulullah SAW merubah dengan drastis kebiasaan hidup yang sudah mengakar dalam kehidupan para sahabat. Namun, para pecinta Rasulullah SAW ini sama sekali tidak merasa enggan atau berat melakukannya walaupun itu bertentangan dengan kesukaan dan kebiasaan mereka.

Ketika Rasulullah SAW melarang memakan daging keledai, maka tanpa ragu-ragu para sahabat segera membuang panci-panci masakan yang berisi daging keledai.

Begitu juga saat khamr (minuman beralkohol) diharamkan, begitu banyak sahabat yang membuang khamr mereka sehingga jalan-jalan di Madinah pun tergenang oleh khamr.

Keempat, menolong sunnah dan membela syariat Rasulullah SAW. Para pecinta Rasulullah SAW tidak sekadar mengerjakan perintah-perintah beliau saja, melainkan membelanya dengan sepenuh hati hingga harus mengorbankan jiwa raga sekalipun. Mereka tidak memilih-milih mana sunnah yang menguntungkan bagi mereka, namun mereka melaksanakan dan menghidupkan segala perilaku dan akhlaqul karimah beliau hingga yang sekecil-kecilnya. Wallahu a’lam bish shawab. (sumber: majalah Hidayatullah/Januari 2013)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>