Sunnah-sunnah yang Tercecerkan (2)

Cara menyikapi yang seperti ini yang saya maskudkan sunnah keseimbangan. Bahwa di satu sisi juga marah misalnya. Tapi di satu sisi menanggapinya dengan pandangan rasional dan melakukan respon dengan respon yang justeru melahirkan solusi positif. Disebutkan bahwa suatu ketika beliau lewat di hadapan seseorang yang sangat anti Rasulullah SAW bersama isteri beliau, Aisya r.a. Tiba-tiba saja orang tersebut secara mengolok-olok menyampaikan sapaan ‘kutukan’: “Assaaam alaika yaa Muhammad” (kebinasaan atasmu hai Muhammad). Mendengar itu, spontan Aisyah marah dan membalas dengan kutukan. Rasul malah tersenyum dan mengajarkan kepada isterinya dengan mengatakan: “Kafaaki bi ‘wa ‘alaik” (cukuplah bagimu menjawab dengan: ‘dan untukmu juga).

Di sini kita lihat bagaimana beliau sangat imbang dan rasional. Bahwa beliau ada rasa gerah, sudah tentu karena beliau adalah juga manusia. Apalagi di saat bersama dengan seseorang yang beliau cintai dan hormati, isteri tercinta. Tapi kemarahan beliau tidak menjadikannya kehilangan pegangan bahwa membalas kejelekan tidak harus berlebihan, dan bahkan kalau masih memungkinkan dengan kebaikan. Sebagaimana Allah SWT ajarkan: ‘Idfa’ billati hiya ahsan’ (balaslah dengan cara yang lebih baik).

Sunnah kedisiplinan dan kesabaran

Umat Islam saat ini menjadi bulan-bulanan uji coba dalam hal kedisiplinan dan kesabarannya. Dalam pandangan saya justeru seringkali ada kasus-kasus yang memang sengaja diciptakan oleh mereka yang tidak senang dengan Islam dan pengikutnya untuk memancing tingkat kesabaran dan kedisiplinan umat ini. Sekaligus tentunya untuk mendapatkan justifikasi akan pre-asumsi bahwa memang Islam itu adalah ajaran yang mengajarkan kekerasan (sebagai antithesis dari kesabaran).

Ketika seorang pastor Kristen di Florida yang tidak dikenal dan tidak ada apa-apanya mengumumkan bahwa dia akan memperingati penyerangan 11 September dengan pembakaran Al-Qur’an, serempak di beberapa tempat di negara-negara Islam terjadi kekisruhan dan kekerasan yang menimbulkan tidak saja korban materi tapi juga korban jiwa. Di Afghanistan misalnya minimal 7 orang staf Perserikatan Bangsa-Bangsa terbunuh. Walaupun kenyataannya bahwa mereka tidak ada hubungan apa-apa dengan pastor yang berencana membakar Al-Qur’an itu.

Umat yang melakukan pembakaran dan bahkan pembunuhan itu tidak jarang memakai dalih membela Islam dan tentunya merasa mengikuti ‘qudwah’ (ketauladanan rasul) dalam menyikapi itu. Tapi benarkah demikian?

Disebutkan dalam sejarah bahwa ada seorang non Muslim, pria buta dan pengemis, di Madinah hampir setiap hari duduk di jalan menuju masjid Rasulullah SAW. Orang tersebut selalu mendengarkan omongan atau bisikan buruk/jahat orang-orang di sekitarnya tentang Rasulullah SAW. Bahwa Muhammad SAW itu adalah pembohong, penipu, gila pangkat dan wanita, dan bahkan ahli sihir. Karena dia sendiri hanya mampu mendengarkan bisikan itu tanpa melihat kenyataan maka lambat laun diapun terbawa oleh gossip itu. Maka setiap hari, selain meminta-minta kepada semua orang yang lewat di jalan itu, dia juga menyampaikan kepada semua mereka agar berhati-hati kepada seseorang yang dinamai Muhammad. Karena menurutnya, dia sangat berbahaya dan boleh jadi membawa bala bencana kepada semua orang di kota itu.

Hingga suatu hari Rasulullah juga lewt di jalan itu dan diingatkan oleh dia agar berhati-hati dengan seseorang yang bernama Muhammad. Rasul mendekati, menyapa dan menyalami. Setelah beliau kembali ke rumah beliau meminta agar dimasakkan makanan yang cukup lezat dan dibawakannya ke pengemis tersebut. Bukan hanya diantarkan makanan, bahkan beliau langsung menyuapi beliau. Dan Rasul melakukan ini hingga saat beliau kembali ke Rahmat Allah SWT (cerita berlanjut dengan Abu Bakar melakukan sunnah Rasul tersebut).

Itu hanya segelintir ketauladanan (sunnah) yang telah beliau contohkan kepada umat ini. Kesabaran dan kedisiplinan dalam menghadapi berbagai permasalahan hidup merupakan ketauladanan yang sangat mendesak bagi umat saat ini. Bahwa di tengah berbagai cobaan yang ada, termasuk islamophobia yang tinggi dan sophisticated, diperlukan kesabaran dan kedisiplinan yang tinggi pula. Sebab hanya dengan itu, umat ini mampu melakukan “damage control” sekaligus berpikir secara rasional sehingga mampu mengambil langkah-langkah yang konstruktif dan “solving oriented”.

Sunnah dalam bersikap bijak

Akhir-akhir ini kita melihat umat ini jauh sikap kedewasaan dalam menyikapi berbagai hal yang terjadi dalam hidup. Padahal dalam kata ‘bijak’ itu tersimpan rahasia kebajikan yang sangat luar biasa. Itulah yang tersimpulkan dalam firmanNya: “Dan barangsiapa yang diberikan hikmah (sikap bijak) maka sungguh telah diberikan kebaikan yang banyak”.

Seorang professor wanita suatu ketika terkagum-kagum kepada beberapa mahasiswanya. Kebetulan mereka semuanya adalah mahasiswa internasional (non Amerika/pendatang) dari dunia Islam. Mereka menghormati guru, disiplin, tekun belajar dan juga tidak kalah pintar dari mahasiswa yang lain. Suatu ketika sang professor bertanya kepada mahasiswa-mahasiswa itu: “Siapa kalian dan kenapa kalian berbeda dari mahasiswa yang lain?”. Maklum sang professor ini masih relaitf muda dan juga memiliki paras wajah yang cukup cantik. Jadi seringkali mahasiswa-mahasiswa pria melemparkan kata-kata yang tidak senonoh.

Mendegar pertanyaan itu, para mahasiswa seperti spontan menjawab: “Kami  Muslim”. Kata-kata itu ternyata mengiang-ngiang di telinga sang professor. Hingga suatu hari beliau bertanya apa itu Islam dan bagaimana cara untuk belajar yang lebih serius. Singkat cerita, mahasiswa itu menganjurkan kepada professor mereka untuk datang ke masjid dan bertanya kepada ahlinya (maksudnya Imam). Beliapun setuju dan berniat untuk mendatangi mesjid di kota itu.

Sampai suatu hari professor wanita dan muda itu datang ke masjid untuk menemui sang Imam. Oleh karena dia belum belajar sama sekali tentang adab-adab Islam dalam berpakaian, khususnya ketika berkunjung ke masjid, maka pakaian yang dia pakai tidak sesuai dengan aturan-aturan Islam. Ketika sampai di pintu masjid dan sebelum berkata satu katapun, seorang Muslim mendekatinya dan menegur: “kalau anda ke masjid, seharusnya menutup aurat. Kamu harus memakai hijab, dan jangan langsung ke pintu depan”. Medengar itu, dia mempertanyakan satu hal: “Apa yang anda maksudkan dgn kata-kata jangan langsung ke pintu depan?’. Orang masjid itu menjawab: “masjid ini hanya untuk pria saja. Wanita tidak diperkenankan masuk ke pintu itu, karena itu hanya untuk jamaah pria saja”.

Mendengar itu, sang professor tertegun dan kecewa. Sebab dia merasa tidak diterima (ditolak) walaupun dengan alas an pakaian atau hijab. Tapi yang paling mengecewakan adalah dia mendengarkan bahwa masjid itu hanya untuk pria saja dan bukan untuk wanita.

Peristiwa ini hanya satu dari berbagai peristiwa yang menggambarkan betapa umat ini telah buka ‘hikmah’ dalam menyikapi ajaran Islam. Jangankan kepada non Muslim, sesame Muslim saja terkadang sikap umat ini menyakitkan dan menjadi racun ukhuwah islamiyah. Bahkan terhadap anak-anak dan generasi muda umat ini, seringkali hilangnya sikap bijak menjadikan mereka justeru jauh dari Islam.

Begitukah ketauladanan (sunnah) Rasul? Begitukah beliau menyikapi apa yang dianggap tidak islami, dan bahkan bertentangan dengan Islam?

Simaklah satu dari sunnah-sunnah beliau. Suatu hari beliau sedang berada di masjid bersama para sahabat-sahabat senir yang agung. Tiba-tiba ada seorang badui (orang kampong) yang datang dan masuk ke masjid dengan suara besar memanggil-manggil nama Rasulullah SAW. Nampaknya orang ini sudah tidak bisa menahan diri, dan tiba-tiba saja dia kencing di tempat yang biasa dipakai oleh Rasul dan umatnya beribadaha (masjid). Melihat kejadian itu, para sahabat berdiri untuk memukul orang tersebut. Tapi justeru Rasul menahan mereka dan menasehati: “Biarkan saja hingga menyelesaikan hajatnya”. Setelah selesai belaiu meminta seember air dan dengan tangannya sendiri beliau menyirami tempat di mana orang badui itu kencing.

Sungguh sebuah sikap yang luar biasa. Sikap bijak yang tidak barangkali dalam pikiran banyak orang justeru lemah kepada kemungkaran. Sebagaimana umat saat ini cepat dan senang menuduh bahwa mengambil sikap bijak dengan kerja-kerja strategis, justeru dianggap compromise dengan kemungkaran. Maka, sunnah ini menjadi krusial di saat kita menghadapi multi krisis. Ke dalam umat ini penuh dengan kelemahan. Keluar umat ini penuh dengan musuh-musuh yang siap menerkam. Diperlukan mata jeli dan sikap bijak dalam menyikapi semua itu.

Sunnah “Stay Focus”

Ada satu hal yang seringkali terbetik di benak atau terlontar dari mulut umat ini ketika menghadapi permasalahan-permasalahan. Yaitu ‘Conspiracy Theory’ yang mengatakan bahwa kejadian-kejadian buruk yang menimpa kita (umat ini) karena ‘grand design’ musuh-musuh umat yang memang tidak akan pernah senang. Situasi seringkali menjadikan umat ini menghabiskan energi, waktu dan resources lainnya dengan marah dan mengutuk, dan bahkan membangun rencana retaliasi yang buruk pula.

Dalam hal ini saya tidak mengingkari adanya kemungkinan pihak-pihak yang memang kerjanya memang mencoba menggagalkan kerja-kerja kebaikan yang umat ini lakukan. Dan itu sebuah keniscayaan karena Allah sendiri yang mengatakan: “Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka”. Dan ingat, kata “mereka ingin” pada ayat di Surah As-Saaf tersebut mamakai bentuk ‘mudhori’’ yang mengindikasikan ‘sekarang dan yang akan datang. Artinya upaya-upaya menggagalkan cahaya Allah itu akan berlanjut “no matter what” hingga kiamat tiba.

Yang justeru saya permasalahkan adalah apakah umat ini akan selalu diganggu dan dibatasi oleh pemikiran-pemikiran tentang rencana jahat orang lain atau justeru sebaliknya, harus menyibukkan diri dalam melakukan yang terbaik. Sehingga dengan sendirinya rencana-rencana jahat itu akan menjadi kecil tidak memiliki apa-apa. Tapi jangan pula dipahami sebagai ketidak pedulian atau bahkan kelemahan. Tapi seharusnya dipahami sebagai konsentrasi dalam melakukan kerja-kerja posisitif demi tereliminernya rencana-rencana genatif orang lain itu.

Dalam sejarahnya, Rasulullah menghadapi tipu muslihat dan sebagaimana telah dikatakan terdahulu, rencana pembunuhan sekalipun. Namun demikian tidak pernah kita menemukan sebuah riwayat yang menyatakan bahwa Rasul resah dan menjadi lemah. Atau Rasul resah, marah dan kemudian melampiaskan kemarahan itu dengan berbagai hal yang bersifat retaliatif. Justeru yang beliau lakukan adalah tetap konsentrasi pada perjuangan dan kerja-kerja kebajikan hingga pada akhirnya kebajikan itu ‘overcome’ (mengungguli) muslihat jahat orang lain. Dan bagi saya, ini adalah salah satu makna dari: “Liyuzhirahu alad-diini kullihi” (bahwa Islam itu datang untuk mengalahkan berbagai adyaan). Tentu dengan dengan cara-cara positif dan konstruktif itu.

Penutup.

Demikian beberapa bentuk sunnah yang secara massif terabaikan dalam kehidupan umat ini. Sunnah ini saya katakana sunnah krusial karena justeru menjadi sangat mendesak di saat umat ini menjadi sorotan untuk menampilkan sinar Islam (nuur Islam) yang sesungguhnya. Sinar ini diharapkan dapat menyilaukan pandangan orang lain dari melihat sisi-sisi keburukan yang ada pada umat ini.

Mungkin sunnah-sunnah krusial yang lainnya adalah sunnah-sunnah yang berkaitan dengan kehidupan sosial dan bahkan sunnah-sunnah Rasul dalam menjalani kehidupan bernegara. Rasul adalah manusia yang paling toleran, adil, berpandangan positif dan kooperatif. Rasul menerapkan kasih sayang yang inklusif, termasuk kepada non Muslim dan bahkan non manusia sekalipun. Rasul juga adalah manusia yang paling demokratis dalam bahasa politik. Dan ini yang beliau demonstrasikan di saat beliau harus meninggal tanpa menunjuk pengganti. Tentu dengan harapan bahwa pemimpin dalam Islam itu adalah pilihan yang terbaik dari umat itu sendiri. Bukan keturunan dan bukan pula ‘handpicked’ orang lain.

Semoga kita lebih memahami lagi sunnah-sunnah Rasul secara paripurna dan substantive. (Imam Shamsi Ali/11/2/2013)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>