Makna Tauhid Uluhiyah

Memaknai dan mengamalkan aqidah Islam merupakan pondasi seseorang dalam menjalankan agamanya. Tanpa pondasi yang kuat, mustahil keimanan seorang muslim akan kuat laksana batu karang. Mengapa pula Rasulullah SAW berjuang menguatkan aqidah para sahabat selama tiga belas tahun. Bukan waktu yang sebentar. Saat itu Nabi SAW benar-benar menempa dengan keras agar mereka teguh dengan al-Islam. Para sahabat benar-benar mendapatkan tuntunan dan teladan dalam menauhidkan Allah SWT.

Tauhid uluhiyah atau tauhid ibadah merupakan konsekuensi dari tauhid rububiyah. Hakikat tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah dalam beribadah. Menujukan segala bentuk ibadah hanya kepada-Nya, dan meninggalkan sesembahan selain-Nya. Ibadah itu sendiri harus dibangun di atas landasan cinta dan pengagungan kepada-Nya.

Salah seorang ulama, Syaikh Shalih bin Abdul Aziz alu Syaikh menjelaskan, kata uluhiyah berasal dari alaha – ya’lahu – ilahah – uluhah yang bermakna ‘menyembah dengan disertai rasa cinta dan pengagungan’. Sehingga kata ta’alluh diartikan penyembahan yang disertai dengan kecintaan dan pengagungan

Tauhid uluhiyah merupakan intisari ajaran Islam. Tauhid uluhiyah inilah yang menjadi intisari dakwah para nabi dan rasul dan muatan pokok seluruh kitab suci yang diturunkan Allah ke muka bumi.

Allah SWT berfirman, “Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang berseru: Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut/sesembahan selain Allah.” (QS. an-Nahl: 36). “Dan tidaklah Kami mengutus kepada seorang rasul pun sebelum kami -Muhammad- melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada sesembahan -yang benar- kecuali Aku, oleh sebab itu sembahlah Aku saja.” (QS. al-Anbiyaa’: 25)

Makna tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah ta’ala dalam beribadah, dalam ketundukan dan ketaatan secara mutlak. Oleh sebab itu tidak diibadahi kecuali Allah semata dan tidak boleh dipersekutukan dengan-Nya sesuatu apapun baik yang ada di bumi ataupun di langit. Tauhid tidak akan benar-benar terwujud selama tauhid uluhiyah belum menyertai tauhid rububiyah. Karena sesungguhnya hal ini -tauhid rububiyah, pen- tidaklah mencukupi.

Orang-orang musyrik Arab dahulu pun telah mengakui hal ini, tetapi ternyata hal itu belum memasukkan mereka ke dalam Islam. Hal itu dikarenakan mereka mempersekutukan Allah dengan sesembahan lain yang tentu saja Allah tidak menurunkan keterangan atasnya sama sekali dan mereka pun mengangkat sesembahan-sesembahan lain bersama Allah.

Tauhid uluhiyah bisa didefinisikan sebagai, mengesakan Allah dengan perbuatan hamba. Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad hafizhahullah berkata, “Tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah dengan perbuatan-perbuatan hamba, seperti dalam hal doa, istighotsah/memohon keselamatan, isti’adzah/meminta perlindungan, menyembelih, bernadzar, dan lain sebagainya. Itu semuanya wajib ditujukan oleh hamba kepada Allah semata dan tidak mempersekutukan-Nya dalam hal itu/ibadah dengan sesuatu apa pun.”

Di masyarakat kita, meskipun mayoritas muslim akan tetapi pemahaman makna tauhid begitu rendah. Banyak rambu-rambu aqidah yang dilabrak. Karena pemimpinnya banyak yang tidak tahu Islam, hal tersebut menjadi lumrah dan biasa. Salah satu contoh konkret penyimpangan uluhiyah Allah di antaranya ketika seseorang mengalami musibah, ia berharap bisa terlepas dari musibah tersebut. Lalu orang tersebut datang ke makam seorang wali, atau kepada seorang dukun, atau ke tempat keramat atau ke tempat lainnya. Ia meminta di tempat itu agar penghuni tempat tersebut atau sang dukun, bisa melepaskannya dari musibah yang menimpanya. Ia begitu berharap dan takut jika tidak terpenuhi keinginannya. Ia pun mempersembahkan sesembelihan bahkan bernadzar, berjanji akan beri’tikaf di tempat tersebut jika terlepas dari musibah seperti keluar dari lilitan utang.

Fakta tersebut sangat banyak terjadi di sekitar kita. Seperti kejadian yang sedang ramai belakangan ini. Sekumpulan artis yang kita lihat begitu alim di sinetronnya namun ternyata sudah akrab dengan dukun selama belasan tahun. Dan ternyata tidak hanya satu orang, melainkan banyak artis yang notabene jadi publik figur di masyarakat justru menjalin keakraban dengan dukun tadi. Hal tersebut jelas-jelas melanggar aqidah Islam yang lurus.

Rasulullah SAW dalam salah satu haditsnya dengan tegas mengancam kita, dosa yang tidak diampuni oleh Allah adalah dosa syirik. Dosa syirik itu sangat tipis dan hampir tidak terlihat. Rasul mengumpamakannya seperti seekor semut hitam yang berjalan di batu hitam, pada malam hari. Benar-benar tidak terlihat. Kita sebagai seorang muslim hendaknya menjauhi hal-hal yang merusak tatanan aqidah Islam dalam diri kita guna menjadi muslim yang sejati, muslim yang lurus guna menuju jalan Islam yang diridhai Allah SWT. Wallahu’alam. (w-islam.com/dari berbagai sumber)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>