Musibah Bagi Orang Muslim

Hendaklah seorang mengucapkan “inna lillahi wa inna ilaihi raji’un” segera saat putus tali sandalnya. Itu tergolong karena satu musibah ia derita.  (al-Hadits)

Seorang mukmin yang baik selalu mempunyai kontak dengan Tuhannya. Di kala waktu yang ditetapkan sudah pasti ia menjalin hubungan seperti dalam shalat. Di antara waktu-waktu itu hidupnya selalu terhubung dengan Allah melalui doa dan zikir. Ia selalu mempunyai hubungan idrak shillah billah, kontak terus-menerus dengan Allah.

Caranya yaitu dengan menghubungkan setiap kejadian yang dialaminya dengan kehendak Allah. Saat menyaksikan sesuatu yang mengagumkan langsung terucap dari lisannya, ”Subhanallah.” Setiap memulai sesuatu ia tidak pernah lupa membaca basmalah dan mengakhirinya dengan hamdalah. Termasuk jika terjadi musibah pada dirinya langsung spontan terucap dari mulutnya kalimat inna lillahi wa inna ilaihi raaji’un.

Dalam hadits di atas meskipun sekadar tali sepatu atau sandalnya copot. Copotnya tali sandal pasti membuat langkah orang tersebut terhenti. Bahkan kalau kondisi jalan parah, di mana ia harus memakai alas kaki maka bisa jadi ia tidak bisa melanjutkan perjalanan. Kejadian itu dikatakan Rasulullah SAW termasuk musibah juga.

Allah dan Rasul-Nya dalam membimbing umat ini sering menerangkan sesuatu yang sederhana untuk mencakup juga yang rumit. Seperti Allah melarang kita mengucapkan kata ”ah” kepada orang tua kita. Maksudnya adalah kalau berkata ”ah” saja tidak boleh apalagi berkata kasar, membentak, melukai perasaan, menyinggung, memukul, menganiaya, membunuh, dan seterusnya. Cukup Allah menyebutkan yang minimal untuk berlaku yang maksimal. Cukup menyebutkan yang sederhana untuk berlaku pula yang rumit.

Termasuk standar musibah yang disampaikan Rasulullah SAW di atas. Lepasnya tali sandal merupakan penggambaran betapa sederhana peristiwa itu, namun dikatakan Rasulullah termasuk juga musibah. Sehingga kita mesti pula mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi raaji’un. Dengan demikian, putus tali sandal saja dikatakan musibah apalagi peristiwa lain yang lebis parah dari itu. Kita sedang bekerja di depan komputer kemudian lampu mati, kita ucapkan inna lillahi wa inna ilaihi raaji’un. Kita sedang enak berjalan, tiba-tiba tersandung batu jangan latah mengeluarkan kata-kata yang kotor. Tapi ucapkan Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’un, karena itu termasuk musibah juga. Demikian pula kejadian-kejadian yang membuat hati atau fisik kita tidak nyaman.

Meskipun sudah agak memasyarakat ucapan inna lillahi wa inna ilaihi raaji’un ketika seseorang terkena musibah apa pun, di beberapa tempat orang masih terasa aneh. Tidak ada yang meninggal kok mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi raaji’un. Memang ini salah kaprah sejak dahulu. Ucapan yang semestinya dikeluarkan ketika terkena musibah dikhususkan hanya kepada musibah kematian. Tentu hal ini tidaklah tepat. Pokoknya setiap terkena musibah, sekecil apa pun, ucapkanlah inna lillahi wa inna ilaihi raaji’un. Wallahu’alam bishawab. (w-islam.com/dirangkai kembali dari buku “Kebeningan Jiwa”)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>