Yang Menguasai Hari Pembalasan

Malikiyaumiddin…. Sehari kita mengucapkan ayat tersebut minimal tujuh belas kali. Ayat ini biasa diterjemahkan sebagai Penguasa Hari Kemudian atau Pemilik Hari Kemudian. Memang makna “Malik” (dibaca pendek) adalah Raja atau Penguasa. Sedangkan Maalik (dibaca panjang) adalah bermakna Pemilik. Kedua cara baca itu boleh dilakukan.

Qirâ’ah (cara membaca) kata ini ada beberapa macam, di antaranya: mâlik serta malik. Keduanya sama-sama sahih dan mutawâtir. Juga diriwayatkan dari Nabi SAW sehingga tidak masalah jika sesekali kita membaca dengan bacaan pertama dan di lain kesempatan dengan bacaan kedua.

Makna mâlik adalah pemilik, sedangkan makna malik adalah raja. Kedua makna ini sama-sama ada pada diri Allah jalla wa ‘ala. Penyebutan Allah sebagai Raja hari pembalasan mengisyaratkan bahwa di sana akan ditegakkan keadilan. Sedangkan penyebutan-Nya sebagai pemilik hari tersebut; mengisyaratkan bahwa pembalasan akan dilakukan dengan benar sesuai dengan cara yang telah ditentukan.

Penggabungan antara dua makna tersebut menunjukkan bahwa kekuasaan Allah ‘azza wa jalla adalah hakiki. Sebab ada di antara para makhluk yang menjadi raja, namun ia bukanlah sang pemilik kerajaannya. Dia hanyalah orang yang berlabel raja, tapi pada hakikatnya kekuasaan tidak di tangannya. Begitu pula ada di antara para manusia yang menjadi pemilik sesuatu, namun bukan seorang raja, sebagaimana kondisi kebanyakan orang. Adapun Rabb kita maka adalah Raja dan Pemilik

Ad-dîn dalam ayat ini bermakna pembalasan atau pengganjaran amalan. Jadi yaumid dîn artinya adalah Hari Pembalasan, yakni hari kiamat.

Hari kiamat merupakan waktu pembalasan, sebagaimana dunia merupakan waktu untuk beramal. Ali bin Abi Thalib menasihatkan, “Dunia berjalan meninggalkan kita dan akhirat berjalan menghampiri kita. Masing-masing memiliki anak. Maka jadilah kalian anak-anak akhirat dan janganlah menjadi anak-anak dunia. Hari ini adalah waktu beramal bukan pembalasan, dan kelak adalah hari pembalasan dan tidak ada kesempatan untuk beramal”.

Dalam ayat ini ada dua informasi yang perlu kita selami maknanya. Makna yang pertama adalah Hari Kemudian. Sedangkan makna yang kedua adalah Penguasa sekaligus Pemilik.

Pada bagian yang pertama, Allah SWT mengingatkan kepada kita bahwa kehidupan di dunia ini sebenarnya belum final. Ada kehidupan yang kedua yang justru lebih kekal dan lebih baik. Karena itu jangan sampai terjebak pada kehidupan dunia. Kita bisa mengalami masalah serius pada kehidupan kedua kita nanti. Tapi bagi yang menyadari bahwa kehidupan dunia hanya sementara, serta menjadikannya sebagai perjuangan untuk kehidupan berikutnya. Mereka akan berbahagia di Hari Kemudian. Sungguh, kebahagiaan dunia hanya semu belaka, sedangkan kebahagiaan akhirat bersifat lebih kekal dan lebih baik.

Sementara itu, Allah SWT juga mengatakan bahwa Dia adalah Penguasa dan sekaligus Pemilik Hari Kemudian. Artinya, Allah ingin menegaskan kepada kita, kalau ingin selamat dan berbahagia di Hari Kemudian, mintalah petunjuk dan pertolongan kepada-Nya sebab Dia-lah yang paling tahu tentang Hari Kemudian itu. Jangan meminta kepada yang lain.

Dalam hal ini, tauhid rububiyah sangat berperan. Allah SWt, Sang Rabb Pemilik alam adalah bersifat aktif. Maksudnya, Allah SWT menciptakan dan memelihara seluruh yang ada di alam ini, sehingga Allah pulalah yang menguasai Hari Pembalasan kelak ketika dunia sudah kiamat. Ketika manusia dibangkitkan lagi dari alam kuburnya, di situlah peran kalimat Malikiyaumiddin  bagi Allah SWT. Allah SWT adalah Penguasa Hari Pembalasan. Di situ tidak ada yang bisa berbuat semaunya laksana di dunia. Harta dan jabatan sama sekali tidak berguna pada saat itu. Semuanya dalam kendali Allah SWT, Sang Penguasa Hari Akhir.

Hal ini mestinya memotivasi kita untuk memperbanyak amal shaleh di dunia, agar kelak di akhirat kita bisa memetik buah manis dari amalan tersebut. Sebab jika kita telah memasuki hari itu, kesempatan untuk beramal telah tertutup rapat. Walaupun kita merintih, menghiba, memohon pada Allah untuk diberi kesempatan melakukan shalat satu rakaat atau berzikir satu kata, guna menambah timbangan amal kebajikan, tidak mungkin akan dikabulkan. Semoga kita tidak termasuk golongan yang tenggelam dalam penyesalan di hari kiamat kelak. Amin. (w-islam.com)

 


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>