Para Mualaf di AS : Berpuasa di Ramadhan Pertama adalah Kenangan Yang Tak Terlupakan
Ramadhan pertama selalu menjadi kenangan tak terlupakan bagi para mualaf, karena banyak diantara mereka yang tidak punya pengalaman menjalankan ibadah puasa seperti tuntutan Islam atau menunaikan salat tarawih di malam Ramadan. Belum lagi jika mereka berada di lingkungan non-Muslim, di tengah keluarga maupun di tempat kerja. Pengalaman Ramadan pertama bagi para mualaf menjadi pengalaman yang penuh tantangan dan menjadi kenangan indah buat mereka.
Kamilah, seorang muslimah asal AS mengatakan, meski ia sudah 30 tahun yang lalu masuk Islam. Ia masih mengingat pengalaman pertamanya menjalani ibadah puasa Ramadan. “Saya merasakan berat sekali waktu pertama kali berpuasa karena saat itu udara sangat panas. Menahan haus seharian adalah bagian terberat dari puasa,” ungkap Kamilah.
Meski demikian, Kamilah merasakan kedamaian yang begitu besar selama menjalankan ibadah puasa Ramadan dan banyak mengisi waktunya saat Ramadan dengan membaca buku-buku tentang Islam. Kamilah sendiri mengaku sudah sering ikut puasa Ramadan sebelum masuk Islam. Dan ia mengucapkan dua kalimat syahadat pada 10 hari pertama bulan suci Ramadan.
Penny, yang berprofesi sebagai ilmuwan asal North Carolina masih mengingat puasa Ramadan pertamanya empat tahun yang lalu. Saat itu, ia memutuskan menjadi seorang Muslim seminggu sebelum jatuhnya bulan Ramadan.
“Saya sedang dalam perjalanan untuk keperluan bisnis saat pertama kali berpuasa. Saya sempat khawatir tidak bisa menunaikannya. Saya belum pernah berpuasa sebelumnya dan tidak tahu bagaimana rasanya berpuasa,” ujar Penny mengenang puasa Ramadan pertamanya.
“Tapi saya berpikir, dua milyar Muslim dunia sama-sama sedang berpuasa dan saya yakin dengan pertolongan Allah, saya bisa melakukannya,” tukas Penny. Ia mengatakan, bahwa berpuasa ternyata tidak seberat yang ia bayangkan. Penny juga beruntung karena atasan dan teman-teman kerjanya di kantor memahami bahwa ia sedang berpuasa. “Saya menjelaskan dengan sederhana tentang Ramadan pada mereka dan mengatakan bahwa saya akan tetap kerja pada saat makan siang tapi harus sudah berada di rumah sebelum matahari tenggelam,” tutur Penny.
Lain lagi pengalaman Jameelah yang baru beberapa bulan menjadi seorang Muslim dan baru pertama kali menjalankan ibadah puasa Ramadan. Ia masih harus beradaptasi dan mempelajari apa yang boleh dan apa yang tidak boleh saat puasa. “Saya membiasakan diri untuk bangun dua setengah jam lebih awal agar bisa salat dan tilawah Al-Quran,” ujarnya.
Sebagian besar para mualaf mengatakan, bagian tersulit adalah ketika mereka harus menjelaskan pada keluarga atau rekan kerja yang non-Muslim tentang puasa Ramadan, agar mereka menghormati keputusan para mualaf itu berpuasa. “Keluarga saya tidak mengerti mengapa saya berpuasa. Mereka menyebut berpuasa sebagai tindakan yang bodoh dan itu melukai perasaan saya,” kata Penny, yang tetap berpuasa meski mendapat reaksi negatif dari keluarganya.
“Saya beriman pada Allah dan Allah memerintahkan berpuasa pada bulan Ramadan. Saya harus patuh pada Pencipta saya, tak peduli orang berkata apa. Semoga Allah membimbing mereka,” imbuh Penny.
Dalam situasi seperti itu, ketika para mualaf tidak mendapatkan dukungan dari keluarganya, yang berperan penting adalah komunitas Muslim di sekitar mereka. Jameelah mengaku, sebagai seorang muslim baru ia merasa nyaman karena perhatian dari teman-teman Muslimnya. “Sejak saya menjadi seorang muslim, saya banyak mendapatkan undangan dari mereka,” kata Jameelah.
Hal serupa dialami Penny, yang sering diundang buka puasa bersama dengan komunitas-komunitas Muslim di lingkungannya. “Berbuka puasa bersama dengan mereka, membantu saya untuk mengatasi gap dengan keluarga saya. Saya menemukan sebuah keluarga besar, keluarga yang baik dan saling mendukung,” tukasnya.
Saat ini dipekirakan ada tujuh juta Muslim di Amerika dan setiap tahunnya ada sekitar 20.000 orang di AS yang masuk Islam. Subhanallah. (sumber: Islamonline/eramuslim/13/6/2013)
Indeks Kabar
- Tangkap Pembuat Situs Menghina Nabi
- OKI dan China akan Bahas Minoritas Muslim dan Islamophobia
- Pembersihan terhadap Etnis Rohingya Masih Berlangsung
- Tsunami Selat Sunda: 43 Orang Meninggal, 584 Luka-Luka, Bisa Bertambah
- PPPA Darul Quran Adakan Layanan Medis untuk Pengungsi Rohingya
- Muslim Australia Kritik Pencabutan Kewarganegaraan Terduga Terorisme
- Mualaf Centre: Ada Upaya Kristenisasi di Balik Dukungan Pernikahan Beda Agama
- Ustaz Zulkifli Tersangka Atas Dugaan Ujaran Kebencian
- 24 Tokoh Dakwah dan Pendidikan Belajar Bahasa Arab di Madinah
- ‘Israel’ Resmikan Pusat Kebudayaan Yahudi dan Mengusir Keluarga Palestina
-
Indeks Terbaru
- Bintang Timnas Kamerun Patrick Mboma Masuk Islam
- Islam Jalan Hijrah Mario Rajasa
- Klaim Sebagai Kuil Hindu, Nasionalis India Ingin Rubah Citra Taj Mahal
- Stevanus Hanzen, Berawal dari Lagu Islami
- Partai Politik India Mempermasalahkan Pengeras Suara Masjid Melantunkan Adzan
- Hiroaki Kawanishi, Mualaf yang Ingin Sebarkan Islam di Jepang
- MUI: Umat Islam Perlu Banyak Kembangkan Bidang Kewirausahaan Muslimah
- Kerendahan Hati Mo Salah Jadi Inspirasi Mualaf Inggris
- Berharap Bahagia Saat ‘Berjumpa’ dengan Allah
- Peter Oudenes: Islam Agama Sempurna
Leave a Reply