Allah SWT itu Maha Esa

Allah Ta’ala itu Maha Esa. Tiada Tuhan selain Dia sendiri. Dia esa atau tunggal, baik dalam dzat, sifat, dan af’alnya. Esa dalam dzat artinya dzat-Nya tidak tersusun dari beberapa bagian yang terpotong-potong. Dan Allah SWT itu tidak memiliki sekutu dalam memerintah serta menguasai kerajaan alam raya semesta ini.

Hal ini ditegakan oleh firman-Nya, yang artinya: “Maha suci Tuhan. Dia adalah Allah yang Maha Ea lagi Maha Perkasa.” (QS. Az-Zumar: 4).

Esa dalam sifat-sifat-Nya, maksudnya adalah bahwa tidak ada sesuatu atau seorang pun yang sifatnya menyerupai sifat-sifat-Nya.

Sedangkan esa af’al-Nya atau perbuatan-Nya maksudnya ialah bahwa tidak seorang pun yang selain Dia yang mempunyai perbuatan sebagaimana yang dilakukan oleh-Nya. Maka Allah SWT itu adalah Maha Pencipta segala sesuatu, Pembuat untuk pertama kalinya segala yang maujud. Jadi, Allah SWT adalah Mahas Esa dan Menyendiri dalam hal menciptakan, membuat, mewujudkan dan membentuk.

Bahwa Allah SWT itu Maha Esa, berdiri sendiri, tidak beranak maupun diperanakkan, ditandaskan dalam firman-Nya: “Katakanlah: ‘Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.” (QS. Al-Ikhlas: 1-4)

Kemudian dalam surat Al-Baqarah ayat 163, “Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” Juga dalam Al-Anbiyaa’ ayat 22, “Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai ‘Arasy dari apa yang mereka sifatkan.”

Secara logika, wujudnya alam semesta beserta isinya ini menjadi bukti/dalil bahwa Allah itu Maha Esa. Sebab, seandainya ada sekutu bagi Allah, artinya Allah lebih dari satu, maka alam semesta mustahil wujud.

Seandainya ada dua Tuhan, dan keduanya bersepakat untuk mewujudkan alam semesta, kehendak salah satu dari kedua-Nya yang terlaksana. Tidak mungkin kehendak keduanya, karena berarti akan wujud dua alam semesta. Dengan begitu, kehendak salah satu dari keduanya tidak terpenuhi. Bila kehendaknya tidak terpenuhi, maka tidak bisa disebut Tuhan. Bukan Tuhan bila kehendaknya tidak terpenuhi. Karena kita membicarakan dua dzat yang diasumsikan sama, dan tidak mungkin kehendak salah satu saja yang terlaksana, maka berarti keduanya kehendaknya tidak akan terpenuhi.

Apabila mereka membagi tugas dengan mencipta setengah bagian masiing-masing, maka keduanya tak berkuasa atas ciptaan yang lain. Yang menciptalah yang berkuasa atas ciptaannya. Dan dengan begitu keduanya tidak bisa disebut Tuhan, karena bukan Tuhan apabila kekuasaannya terbatas serta ada hal yang di luar kuasa-Nya.

Apabila keduanya berbeda pendapat dalam penciptaan alam semesta, tentu kehendak salah satu dari keduanya yang terpenuhi. Yang satu tentu kehendaknya tidak akan terpenuhi, sebab kehendak mereka berbeda dan harus ada yang terpenuhi. Yang tidak terpenuhi kehendaknya tidak bisa disebut Tuhan. Karena kita membicarakan dua dzat yang diasumsikan sama, dan tidak mungkin kehendak salah satu saja yang terlaksana, maka berarti keduanya kehendaknya tidak akan terpenuhi.

Maka seandainya Allah lebih dari satu, bersepakat atau tidak, alam semesta tidak akan wujud. Sedangkan alam semesta beserta isinya dapat kita saksikan wujudnya dengan mata kepala sendiri. Maka mustahil Allah itu berbilang (lebih dari satu). Maha Suci Allah dari berbilang dan Dia-lah Tuhan Yang Maha Esa. (sumber:  “Risalah Tauhid”/M. Dawud Arif Khan dan “Aqidah Islam”/Sayyid Sabiq)

 


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>