Rasulullah SAW Menerima Wahyu Pertama

Sebagai seorang rasul, Nabi Muhammad SAW menerima amanat berupa wahyu dari Allah SWT yang disampaikan melalui wasilah (perantara) malaikat Jibril ‘alaihissalam.

Sebelum menerima wahyu, proses perjalanan spiritual Muhammad SAW sangat panjang dan berliku. Hari-hari menjelang turunnya wahyu itu, beliau sangat gemar dan menikmati kesendirian di sebuah tempat yang sunyi dan jauh dari masyarakat, yakni gua Hira.

Di gua Hira itu Muhammad SAW beribadah sebagaimana yang diwariskan Nabi Ibrahim AS, meski sumber lain menyebutkan ibadahnya beliau mengikuti ilham dari Allah SWT. Ketika itu tidak ada satu mimpi pun yang beliau alami, melainkan mimpi itu datang seperti cahaya pagi.

Tatkala beliau genap berusia 40 tahun, datangnya Jibril kepadanya dengan membawa risalah kenabian. Itu terjadi pada Senin, 17 Ramadhan tahun ke-41 sejak kelahiran beliau, bertepatan dengan 6 Agustus 610 Masehi.

Dalam Shahih Bukhari, diriwayatkan dari ‘Aisyah RA bahwa dia berkata, “Wahyu yang pertama-tama mulai diturunkan kepada Rasulullah SAW berupa mimpi yang benar pada waktu tidur. (Pada waktu itu) tidak ada satu mimpi pun yang beliau alami, melainkan mimpi itu datang seperti cahaya pagi. Selanjutnya, beliau suka berkhalwat (menyendiri). Beliau berkhalwat di gua Hira. Di sana beliau ber-tahannuts (yakni beribadah) selama beberapa malam selagi belum rindu kepada keluarga dan perlu mengambil bekal untuk berkhalwat, barulah kemudian beliau pulang menemui Khadijah, lalu mengambil bekal untuk hal yang sama, hingga akhirnya datanglah kepadanya kebenaran (wahyu) pada saat beliau berada di gua Hira.

Malaikat datang, lalu berkata kepadanya: ‘Bacalah!’

Beliau menjawab: ‘Aku tidak bisa membaca.’

Sabda beliau (menceritakan pengalamannya saat itu): ‘Lalu Jibril menarikku dan mendekapku sampai aku amat kepayahan. Sesudah itu, Jibril melepasku dan berkata: ‘Bacalah!’

Aku menjawab: ‘Aku tidak bisa membaca’.

Jibril menarikku lagi dan mendekapku untuk kedua kalinya sampai aku sangat kepayahan, kemudian dia melepasku lagi, lalu berkata: ‘Bacalah!’

Aku menjawab: ‘Aku tidak bisa membaca.’ Maka dia pun menarikku lagi dan mendekapku untuk ketiga kalinya, kemudian dia melepasku lagi, lalu dia katakan: ‘Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah Yang Maha Pemurah. (QS. Al-‘Alaq: 1-3).

Rasulullah SAW pun pulang membawa ayat-ayat itu. Hatinya gemetar. Beliau menemui Khadijah binti Khuwailid RA, lalu berkata: ‘Selimuti aku! Selimuti aku!’

Khadijah pun menyelimuti beliau sampai hilang ketakutannya, barulah kemudian beliau berkata kepada Khadijah dan menceritakan apa yang dialaminya.

‘Aku benar-benar mengkhawatirkan diriku,’ demikian kata beliau kepada isterinya itu.

Maka Khadijah pun berkata: ‘Tidak, Allah tidak akan menghinakan engkau buat selama-lamanya. Sesungguhnya  engkau benar-benar senang menyambung silaturrahim, menanggung beban orang lain, memberi sesuatu kepada orang miskin, menjamu para tamu, dan memberi bantuan kala terjadi musibah-musibah yang benar-benar gawat.’

Lalu Khadijah pergi membawa beliau menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin ‘Abdul ‘Uzza, sepupu Khadijah. Dia adalah seorang penganut agama Nasrani pada masa jahiliyah. Dia pandai menulis tulisan Ibrani. Ada sebagian dari Injil yang ditulisnya dalam bahasa Ibrani, entah seberapa banyaknya, Allah lebih tahu. Waktu itu dia sudah tua dan buta. Khadijah berkata kepadanya: ‘Wahai sepupuku, dengarlah penuturan dari kemenakanmu ini!’

‘Kemenakanmu, apa yang kamu alami?’ tanya Waraqah; dan Rasulullah SAW pun menceritakan kejadian yang baru beliau alami.

Maka Waraqah berkata kepada beliau: ‘Inilah Namus, yang pernah Allah turunkan kepada Musa. Andaikan aku masih muda saat mengalami itu. Andaikan aku masih hidup saat kamu diusir oleh kaummu.’

Mendengar itu, Rasulullah SAW bertanya: ‘Benarkah mereka akan mengusirku?’

‘Ya,’ tegas Waraqah, ‘tidak seorang pun yang membawa seperti yang kamu bawa, kecuali dimusuhi. Andaikan aku masih sempat mengalami harimu, aku pasti akan menolongmu dengan sungguh-sungguh.’

Namu tak lama kemudian Waraqah pun meninggal dunia; dan wahyu itu sendiri kemudian tertunda.”

Ayat Al-Quran yang pertama-tama turun kepada Rasulullah SAW adalah “Iqra”, sebagaimana yang diriwayatkan secara shahih dari ‘Aisyah RA tersebut; dan itu diriwayatkan pula dari Abu Musa Al-Asy’ari dan Ubaid bin Umair.

Kata An-Nawawi: “Inilah yang benar dan dipegang oleh mayoritas ulama salaf maupun khalaf.

Demikian wahyu pertama yang diterima oleh Rasulullah SAW, yang kemudian terus berlanjut hingga menjelang wafatnya beliau SAW. (sumber:  Sirah Nabawiyah/Prof. Muhammad Ridha, dan lainnya)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>