Muslim Korsel Butuh Masjid dan Makanan Halal
Jumlah penduduk Muslim yang tinggal di Korea Selatan (Korsel) semakin bertambah. Selain penduduk pribumi, banyak juga penduduk migran Muslim yang berasal dari Pakistan, Bangladesh, dan negara lain yang merantau ke Negeri Ginseng ini.
Dengan bertambahnya jumlah penduduk Muslim, sebuah penelitian pun dilakukan. Penelitian ini membahas tantangan para umat Islam yang tinggal di Korsel.
Berdasarkan penelitian tersebut, terungkap bahwa warga Muslim di Korsel membutuhkan lebih banyak masjid dan makanan halal.
Sebagaimana tuntunan Islam, mereka diwajibkan untuk makan makanan yang halal. Untuk daging, mereka dilarang mengonsumsi daging babi. Inilah masalahnya. Di Korsel belum ada jaminan daging olahan yang dijual bebas dari kandungan babi.
“Untuk amannya, akhirnya mereka memilih makan sayur-sayuran saja,” ujar salah satu anggota El-Naafidha College yang membahas kajian Timur Tengah, Park Hyeon-uk.
Selain khawatir ada kandungan babi, di Korsel juga tidak ada jaminan daging sapi, ayam, dan daging lainnya disembelih secara Islam.
Jika penduduk Muslim Korsel hanya memakan sayuran saja, menurut Park, itu merupakan cara diet yang sangat tidak sehat. “Ketika diajak makan di luar, mereka kesulitan memilih makanan,” katanya.
Warga Muslim lebih memilih untuk memasak sendiri makanan yang mereka konsumsi agar ada jaminan yang jelas pada bahan penyusunnya.
“Islam adalah bagian dari kehidupan masyarakat Korsel. Akses mereka agar bisa mendapatkan makanan halal sangat sedikit,” ujar Park.
Selain makanan halal, hambatan lain yang dihadapi Muslim di Korsel adalah terbatasnya jumlah masjid. Penelitian ini memberikan saran kepada pemerintah setempat agar bisa menyediakan lebih banyak sarana ibadah bagi warga Muslim dan menyediakan makanan halal beserta kejelasannya pada setiap kemasan.
Menurut Park, jika Korsel bisa memperbaiki dua masalah ini, nantinya akan semakin banyak orang Muslim yang datang ke sana, baik untuk bekerja maupun menuntut ilmu.
“Mahasiswa Muslim, terutama yang berasal dari Arab Saudi, mengalami kesulitan besar selama menuntut ilmu karena hal ini. (sumber: ROL/28/10/2013)
Naskah Terkait Sebelumnya :
Indeks Kabar
- Mufti Damaskus Berharap Indonesia Jadi Benteng Perdamaian
- Dakwah dan Syiar Islam di Guyana Menggeliat
- 200 Tentara Israel Kembali Serang Masjid Al Aqsha
- Persatuan Ulama Dunia Tolak Pemindahan Kedutaan AS ke Jerusalem
- Ini Tiga Akar Islamofobia di Eropa
- Menag: “LGBT Tidak Dapat Diterima”
- PM Rusia Peringatkan Amerika, Serangan Arab di Suriah Dapat Memicu Perang Dunia
- Jelang Pilpres, Aa Gym Imbau Masyarakat Jaga Ukhuwah
- Produser 'Fitna' Naik Haji
- India Jatuhkan Hukuman Mati terhadap Pemerkosa Gadis Muslim
-
Indeks Terbaru
- Lebih dari 16.000 Madrasah di Uttar Pradesh India Ditutup
- Selamat Idul Fitri 1445 H, Mohon Maaf Lahir-Batin
- Baznas Tolak Bantuan Palestina dari McDonald’s Indonesia
- Malam Lailatul Qadar, Malaikat Berhamburan ke Bumi
- Puasa Ramadhan Menghapus Dosa
- Paksa Muslimah Lepas Hijab saat Mugshot, Kepolisian New York Ganti Rugi Rp 278 Miliar
- Dari Martina Menjadi Maryam, Mualaf Jerman Bersyahadat di Dubai
- Al Shifa, Rumah Sakit Terbesar di Gaza Dihabisi Militer Zionis
- Tiga Macam Mukjizat Alquran
- Prof Maurice, Ilmuwan Prancis yang Jadi Mualaf Gara-Gara Jasad Firaun
Leave a Reply