Misionaris Media Sosial: Jika Kecanduan, Bisakah Berdoa di Facebook?

Awalnya adalah Sean-Partick Lovett, Direktur Program Radio Vatikan yang khusus terbang dari Roma untuk memimpin seminar media sosial di Filipina, tepat awal bulan Januari 2014. Ada 50 orang pendeta di sana. Dan ke-50 pendeta dari berbagai wilayah Asia itu mempunyai satu kesamaan: gaptek alias gagap teknologi. Padahal, ke-50 pendeta itu merupakan tokoh Kristen di wilayah masing-masing.

Dalam seminar itu, Gereja Katolik secara langsung menganjurkan para misionaris Kristen untuk menggunakan media sosial sebagai alat yang ampuh untuk menyampaikan pesan Tuhan, dan Lovett mengatakan peserta seminar didorong oleh Paus Francis yang memiliki hampir 3,6 juta pengikut di Twitter.

Lovett mengatakan bahwa para uskup harus berjuang dengan mengikuti contoh pemimpin mereka dengan teknologi sekarang ini. “Para uskup jadi tahu bahwa media sosial itu penting,” kata Lovett.

Lovett mengatakan adalah penting bagi para pemimpin Gereja untuk beradaptasi dengan media sosial sehingga mereka bisa menjangkau khalayak seluas mungkin, khususnya di negara-negara seperti Filipina di mana pertumbuhan para remaja begitu kuat.

“Rata-rata usia penduduk Filipina adalah 23 tahun. Jika Anda ingin berbicara dengan orang yang berusia 23 tahun, Anda harus menggunakan bahasa yang mereka gunakan,” katanya.

Dan Filipina sangat penting bagi Gereja karena memiliki sekitar 80 juta umat Katolik—jumlah terbesar dari negara manapun di Asia. Mereka adalah warisan pemerintahan kolonial Spanyol yang berakhir pada tahun 1898.

Lovett mengatakan salah satu bagian penting dari kelas seminar ini, yang juga dihadiri oleh presiden Konferensi Uskup Katolik Filipina, adalah bagaimana menarik minat kaum muda akan ajaran Kristus.

Monsignor Crisologo Manongas, 56, mengatakan ia dan teman-temannya diajarkan dalam seminar itu untuk tidak memberikan khotbah panjang tetapi menggunakan “pesan pendek yang dapat dibaca oleh semua orang “.

Mereka juga diberitahu untuk menggunakan lebih banyak foto, bukan kata-kata . “Saat ini, gambar yang berbicara,” katanya.

Lovett mengatakan kelas seminarnya juga membahas kekhawatiran para imam yang terlalu rentan di web dengan mengajarkan mereka bagaimana menggunakan pengaturan privasi dan membuat “kelompok khusus” di mana akses dibatasi. “Kami mengajarkan mereka untuk berhati-hati dengan teman mereka, dan apa yang mereka katakan dan bagaimana mereka mengatakannya,” katanya.

Lovett mengatakan dia berharap antusiasme awal ini ditunjukkan oleh para pendeta tidak hanya menyala di dalam kelas saja. “Karena orang-orang ingin dihubungi oleh uskup mereka. Mereka ingin tahu bahwa uskup mereka ada, mereka ingin terinspirasi oleh kehadiran mereka,” katanya.

Namun Lovett juga punya masalah. “Beberapa uskup berkata kepada saya, ‘Saya khawatir saya kecanduan Facebook’,” katanya.

“Kemudian mereka bertanya: ‘Jika saya kecanduan, bisakah saya berdoa di Facebook?’” (sumber: islampos/emirate247/3/1/2014)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>