Pendiri Gerakan Anti-Islam Jerman Terancam Hukuman Lima Tahun
Pendiri geraakan “anti-Islamisasi” Jerman, Pegida, diadili, hari Selasa (19/04/2016), atas dakwaan ujaran kebencian (Hate Speech).
Lutz Bachmann dituding telah menghasut kebencian rasial melalui serangkaian kata-kata di akun Facebooknya, yang antara lain menyebut para pengungsi sebagai “hewan” dan “sampah”.
Proses persidangan terhadap pria berusia 43 tahun itu akan digelar di Dresden di tengah keamanan yang ketat. Bachmann menuding, dakwaan terhadapnya didasari oleh motif politik.
Pengadilan mengatakan bahwa Bachmann telah “mengganggu ketertiban umum” melalui pernyataan-pernyataannya, yang masuk kategori “serangan terhadap martabat” para pengungsi. Demikian dikutip BBC, Selasa, (19/04/2016).
Jika terbukti bersalah, dia bisa dikenai kurungan penjara antara tiga bulan hingga lima tahun. Aksi unjuk rasa Pegida telah menarik ribuan pendukung di Jerman. Gerakan ini sudah menyebar ke berbagai negara bagian sejak didirikan pada tahun 2014.
Pegida terlihat menonjol dalam sejumlah demonstrasi yang berlangsung di Koeln pada bulan Januari lalu, setelah muncul berbagai laporan mengenai kekerasan seksual terhadap sejumlah perempuan di kota itu pada malam tahun baru.
Yang paling banyak dituding sebagai pelaku kejadian itu adalah para pencari suaka atau pendatang dari Afrika Utara yang memasuki Jerman secara ilegal. Sejauh ini tidak ada tersangka yang disidangkan untuk perkara serangan malam tahun baru itu. Demonstrasi Pegida sering sekali berhadapan dengan unjuk rasa tandingan.
Seperti diketahui, Pegida merupakan singkatan dari Patriotische Europaeer Gegen die Islamisierung des Abendlandes (Kaum Patriotik Eropa Melawan Islamisasi Barat). Kelompok payung untuk kelompok-kelompok sayap kanan Jerman, menarik dukungan dari kaum konservatif biasa hingga faksi-faksi neo-Nazi dan hooligan sepak bola.
Menggelar aksi-aksi unjuk rasa di jalanan melawan apa yang mereka anggap dapat memicu bangkitnya pengaruh Islam di seantero Eropa. Meski dikenal sangat anti Islam, mereka mengaku gerakannya bukan rasis atau xenofobia. (sumber: hidayatullah)
Naskah Terkait Sebelumnya :
Indeks Kabar
- Innalillahi, Mantan Petinju Muhammad Ali Meninggal Dunia
- Jerman akan Kontrol Sumbangan Asing untuk Masjid
- Shalat Subuh Berjamaah Mengandung Banyak Keutamaan
- Kaum Atheis di Kenya Minta Libur Nasional dan ‘Parade Tak Bertuhan’
- Kasus Tolikara Kompleks, Termasuk Kuatnya Intervensi Asing
- Turki Ubah Biara Bersejarah Jadi Masjid
- Awas! Banyak Logo Halal Palsu Beredar
- Umat Islam Pakistan Unjuk Rasa Islamofobia di Prancis
- Lecehkan Presenter TV Berjilbab, Wartawan Senior The Sun Dapat Kecaman
- Penulis Pembenci Islam Bangladesh Ini Kabur ke AS
-
Indeks Terbaru
- Keuangan Syariah Indonesia Masih di Bawah Malaysia dan Arab Saudi
- Muslim Utsul di Provinsi Hainan, Target China Selanjutnya?
- Sekarang Berada di Bulan Rajab, Inilah Amalan Utamanya
- Yunani Kembali Tolak Permintaan Muslim Dirikan Masjid
- Jalaluddin Rakhmat, Tokoh Syiah Indonesia Meninggal Dunia
- Mengapa Kita Tetap Harus Minta Hidayah Meski Sudah Muslim?
- Cak Nun Tidak Kaget Istilah “NU Cabang Nasrani’, Apa Maksudnya?
- Mualaf Nadirah Tan, Sabar Hadapi Tudingan Miring Berislam
- Amerika akan Cabut Penunjukan Teroris Pemberontak Al-Houthi yang Didukung Iran
- Jadi Mualaf, Vlogger Jerman Sebut Islam Agama Damai
Leave a Reply