Pentagon Bayar Perusahaan Humas 540 USD untuk Buat Video Teroris Palsu
Pentagon mengeluarkan 540 USD atau sekitar Rp. 7 trilyun pada sebuah perusahaan Humas Inggris untuk membuat video palsu “teroris di Iraq” dalam sebuah kampanye propaganda rahasia yang dibongkar oleh Biro Investigasi Jurnalisme.
Perusahaan Humas Bell Pottinger, yang dikenal karena beberapa klien kontroversialnya termasuk pemerintah Saudi dan diktator Chile Augusto Pinochet, bekerja sama dengan militer AS menciptakan propaganda dalam sebuah operasi rahasia.
Perusahaan itu menerima mandat dari CIA, Dewan Keamanan Nasional dan Pentagon untuk memperburuk Al-Qaeda di mata internasional dan melacak orang-orang yang diduga simpatisan.
Baik White House maupun Jenderal David Petraeus, mantan jenderal yang membocorkan informasi rahasia pada istrinya, menandatangani konten yang dimuat oleh perusahaan itu.
Operasi Bell Pottinger dimulai tidak lama setelah invasi AS atas Iraq dan bertugas untuk mempromosikan “pemilihan demokratis” untuk pemerintahan sebelum berpindah ke operasi yang lebih bersifat psikologis dan penyediaan informasi.
Mantan pegawai Martin Wells menceritakan pada Biro bagaimana dia bisa bekerja di Iraq setelah dipekerjakan sebagai editor video oleh Bell Pottinger. Tidak lebih dari 48 jam, dia telah tiba di Baghdad untuk mengedit materi untuk “operasi psikologis” rahasia di Kamp Victory.
Perusahaan itu menciptakan iklan televisi yang menunjukkan Al-Qaeda sebagai tokoh negatif serta menciptakan konten yang terlihat seperti berasal dari “TV Arab”. Para pekerja dikirim ke lapangan untuk merekam video pengeboman dengan video kualitas rendah. Kemudian perusahaan tersebut akan mengeditnya sehingga terlihat seperti rekaman berita.
Mereka akan menyusun naskah untuk opera sabun berbahasa Arab di mana para tokohnya akan menolak terorisme dengan konsekuensi bahagia. Perusahaan itu juga menciptakan video-video propaganda palsu Al-Qaeda, yang kemudian diletakkan oleh militer di rumah-rumah yang mereka serbu. Para karyawan diberi perintah khusus untuk menciptakan video-video tersebut.
“Kita harus membuat gaya video seperti ini dan kita harus menggunakan rekaman-rekaman Al-Qaeda,” perintah mereka pada Wells. “Kita butuh video itu berdurasi 10 menit, dan harus dalam format ini, dan kita harus mengodekan dalam cara ini,” ujar Martin Wells dikutip ibtimes.co.uk, Selasa (03/10/2016).
Video-video itu hanya dapat diputar dengan Real Player yang membutuhkan koneksi internet. Di CD tersebut ditanam sebuah kode yang terhubung dengan Google Analytics sehingga militer dapat melacak alamat IP di mana video tersebut diputar.
Menurut Wells, video-video tersebut diperoleh di Iran, Suriah dan AS. “Jika sejam, 48 jam atau seminggu kemudian video tersebut muncul di belahan dunia lain, maka hal itu lebih menarik,” Wells menjelaskan. “Dan itulah yang akan mereka cari lagi, karena itu memberikanmu sebuah jejak.”
Pentagon mengonfirmasi bahwa perusahaan Humas tersebut melakukan pekerjaan untuk mereka di bawah Information Operations Task Force (IOTF) yang menciptakan materi-materi yang mereka katakan “benar”. Perusahaan itu juga bekerja di bawah Joint Psychological Operation Task Force (JPOTF). Pentagon mengatakan mereka tidak dapat berkomentar terhadap operasi JPOTF.
Hukum AS melarang pemerintahannya menggunakan propaganda terhadap populasinya, maka mereka menggunakan perusahaan luar untuk menciptakan konten tersebut.
Beberapa dokumen menunjukkan Pentagon telah membayarkan 540 juta dollar AS pada Bell Pottinger dalam kontrak antara tahun 2007 dan 2011, sementara kontrak lain sebesar 120 juta dollar AS pada 2006. Perusahaan itu mengakhiri kerjasama dengan Pentagon pada tahun 2011.
Pada 2009, dilaporkan bahwa Pentagon telah mempekerjakan perusahaan Humas kontroversial, The Rendon Group, untuk mengawasi laporan para jurnalis yang ditempatkan di militer AS, serta menilai apakah mereka memberikan laporan yang “positif” dalam tugas mereka.
Pada tahun 2005 juga diungkapkan bahwa perusahaan berbasis di Washington, Lincoln Group telah menempatkan artikel mereka di koran-koran di Iraq yang secara rahasia ditulis oleh militer AS. (sumber: hidayatullah/ibtimes)
Naskah Terkait Sebelumnya :
Indeks Kabar
- Bertemu UAS, Din Syamsudin Bahas Persekusi dan Fitnah Anti Pancasila
- Partai Sayap Kanan Prancis: Hancurkan Islam Fundamentalis
- Indonesia Juara Umum ISG 2013
- GNPF Berharap Hubungan dengan Pemerintah Cair
- AS: Blokade Qatar Berdampak Negatif Kerjasama Antiteror
- Kemenag Gelar Musabaqah Hafalan Al-Qur’an dan Hadits Alu Su’ud XII
- Aparat Arab Saudi Tangkap Syeikh Safar al-Hawali
- Dicekal, Ustadz Felix Batal Dakwah di AS
- Pencabutan Larangan Bercadar Disambut Positif
- BPKH Kelola Dana Haji Rp 105 Triliun, Investasikan Kemana?
-
Indeks Terbaru
- Lebih dari 32 Orang Tewas dalam Pemboman Kembar di Ibu Kota Iraq, Baghdad
- Dewan Muslim Los Angeles Apresiasi Gerak Cepat Joe Biden
- Musibah Banjir Kalimantan Selatan: 63 Ribu Orang Mengungsi, 110 Rumah Ibadah Terendam
- Penutupan Masjid Picu Protes Wali Kota Montmagny Prancis
- Prancis Menutup Banyak Masjid Jelang Debat ‘RUU Separatisme’ yang Kontroversial
- Diyanet Turki Kritik Uskup Agung Athena yang Hina Islam
- Syekh Ali Jaber Berpulang
- Kelompok Hak Asasi Rohingya Desak Facebook Memblokir Kampanye Online Militer Myanmar
- Maroko Bantah Mata-Matai Belgia Melalui Masjidnya
- Disaksikan Mayjen dan Para Komandan, 13 Prajurit Jadi Mualaf
Leave a Reply