Jauhi Sifat Bohong

Belakangan ini ramai di ruang publik tentang berita bohong (hoax), baik di media sosial maupun di media massa.

Sebuah laman online mewartakan bahwa menulis berita palsu (hoax) memberikan keuntungan materi yang menggiurkan. Disebutkan oleh seorang reporter dari media asing bahwa penulis berita palsu bisa memperoleh penghasilan lebih dari 10 ribu dolar AS atau setara Rp. 135 juta per bulan.

Akan tetapi, kepalsuan, kebohongan atau hoax bukanlah hal yang mendatangkan maslahat. Oleh karena itu, sikap Islam terhadap hoax sangat jelas dan tegas, yakni melarang.

Dari ‘Abdullâh bin Mas’ûd Radhiyallahu anhu, ia berkata: “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta, karena dusta membawa seseorang kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan seseorang ke Neraka. Dan jika seseorang senantiasa berdusta dan memilih kedustaan maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai pendusta (pembohong).” (HR. Ahmad).

Allah Ta’ala menegaskan di dalam Al-Qur’an, siapa suka menyebarkan berita bohong, maka baginya siksa yang besar.

بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ لِكُلِّ امْرِئٍ مِّنْهُم مَّا اكْتَسَبَ مِنَ الْإِثْمِ وَالَّذِي تَوَلَّى كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ

“Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, maka baginya adzab yang besar.” (QS. An-Nur [24] 11).

Secara eksplisit ayat di atas menjelaskan perihal berita bohong yang dituduhkan oleh Abdullah bin Ubay bin Salul terhadap Aisyah Radhiyallahu Anha yang sempat mengguncangkan kehidupan Rasulullah Shallallahu alayhi wasallam beserta seluruh keluarganya.

Jadi, orang yang berbicara tentang masalah ini dan menuduh Ummul Mukminin dengan tuduhan keji, berhak mendapat balasan berupa adzab yang besar, baik mereka yang memulai, atau pun yang mengumpulkan dan menyebarkan berita bohong tersebut.

Subhanallah, demikian sempurnanya ajaran Islam. Kegaduhan kehidupan di negeri ini tentang berita bohong pun telah terpapar dengan jelas dan menyeluruh, baik dari kasus sampai dampak dan bagaimana hukum Allah melihat berita bohong beserta para pelaku dengan beragam keterlibatan dalam penyebaran.

Dengan demikian, masalah berita bohong di dalam Islam bukan perkara sepele. Dan, karena itu harus benar-benar kita jauhi dalam kehidupan sehari-hari, sebab yang namanya adzab itu sudah pasti berat, apalagi Allah tegaskan dengan adzab yang besar.

Karena begitu pentingnya kita berhati-hati dalam dusta alias bohong, Allah menyandingkan bahaya keburukannya setelah dosa menyekutukan Allah Ta’ala.

“Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta.” (QS. Al-Hajj [22]: 30).

Dalam tafsir Ibn Katsir dipertegas dengan hadits Rasulullah. “Maukah kalian aku bertitahukan tentang dosa terbesar di antara dosa-dosa besar?”

Kami menjawab, “Tentu, ya Rasulullah.” Beliaupun melanjutkan, “Berbuat syirik kepada Allah dan durhaka kepada kedua orang tua.”

Pada waktu itu beliau duduk dengan bersandar, lalu beliau duduk dengan tegak, lalu meneruskan sabdanya, “Hati-hatilah (terhadap) perkataan dusta dan sumpah palsu.” Beliau terus-menerus mengulang-ulanginya hingga kami berkata: “Semoga beliau diam” (HR. Bukhari Muslim).

Menistakan Diri Sendiri

Dengan demikian, jauhilah berbohong atau pun menyebarkan berita bohong. Sebab hal tersebut mendatangkan banyak kerugian. Terlebih jika berbohong sampai menjadi tabiat diri.

Cecil G. Osborne dalam bukunya “The arts of getting along with people” menjelaskan bahwa orang yang terbiasa berbohong tidak akan sadar bahwa ia berbohong.

Hukuman bagi pembohong adalah bahwa akhirnya mereka tidak dapat membedakan kebenaran dengan kesalahan dan percaya pada kebohongan mereka sendiri. Orang semacam ini memiliki perasaan rendah diri dan rasa tidak aman yang mendalam. Pada akhirnya, itulah yang membuat ahli bohong semakin terjerumus pada kenistaan dengan semakin kuatnya bibit kemunafikan di dalam diri.

“Ciri orang munafik ada tiga, jika berbicara ia berbohong, jika berjanji maka tidak ditepati, dan jika dipercaya maka ia berkhianat.” (HR. Muslim).

Pembohong tidak bisa dipercaya. Bahkan, mereka yang lisannya berucap namun tidak dibuktikan dengan tindakan pun, sudah terkategori berbohong. Imam Az-Zuhri meriwayatkan dari Abu Hurairah, “Barangsiapa berkata kepada anak kecil, ‘Kemarilah aku beri kurma,’ kemudian dia tidak memberinya, maka ini adalah bohong.”

Abdullah bin Amir meriwayatkan, “Rasulullah berkunjung ke rumah kami ketika aku masih kecil. Aku pergi keluar untuk bermain. Ibuku berkata, “Wahai Abdullah, kemarilah aku beri kamu sesuatu.”

Rasulullah bertanya, “Apa yang ingin kamu berikan kepadanya?” Ibuku menjawab, “Aku akan memberinya sebuah kurma.”

Maka Rasulullah bersabda, “Apabila kamu tidak memberikannya maka dicatat bagimu satu kebohngan.” (HR. Ahmad).

Lantas bagaimana jika yang dibuat seseorang adalah berita, informasi yang tidak benar alias bohong (hoax), kemudian itu disebarluaskan dan membentuk persepsi orang seperti tulisan bohong yang menyebar tersebut. Tentu tidak dapat kita bayangkan betapa beratnya dosa dan kenistaan diri yang akan Allah timpakan.

Selain akan menimbulkan keresahan di tengah kehidupan masyarakat, berbohong juga akan menghancurkan integritas dan kredibilitas diri dalam waktu yang amat panjang.

Di akhir zaman, salah satu tandanya adalah umat akan semakin bingung dengan informasi yang haq dan bathil. Bahkan saat ini, kata hoax justru dilontarkan kepada mereka yang selama ini paling sibuk mengeluarkan hoax alias kebohongan.

Semoga perilaku ini tidak ada di kalangan kaum muslimin yang masih punya iman. Pepatah mengatakan, “Sekali lancung keujian, seumur hidup orang tidak akan percaya.“ Semoga Allah menjaga kita dari sifat munafik yang gemar membuat atau menebar berita bohong. Wallahu a’lam. (sumber: hidayatullah)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>