Puluhan Warga Suku Toguti Masuk Islam, Butuh Sentuhan Dai

“Barang siapa diberi petunjuk oleh Allah, dialah yang mendapat petunjuk (dalam semua kebaikan dunia dan akhirat), barangsiapa disesatkan Allah, maka merekalah orang-orang yang merugi (dunia dan akhirat),” demikan salah satu kutipan Surat al A’raf.

Kutipan ini nampaknya cocok dengan kabar yang terjadi pada 10 orang Suku Toguti yang enam bulan lalu telah menyatakan memeluk agama Islam. Suku Togutil (artinya primitif) banyak tinggal di Kecamatan Weda Timur, Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara. Atau dalam bahasa Halmahera pongana mo nyawa, suku yang hidup di hutan dengan cara hidup berpindah-pindah di dalam hutan Wasile, di timur Ternate.

uku yang memiliki rumpun seperti Suku Tobelo ini hidup dalam kondisi primitif, suka hidup berkelompok dan tidak mengenal huruf. Mereka tidak mengenal kebersihan bahkan untuk buang air yang benar saja belum bisa.

Kisahnya berawal saat mereka bertemu dengan orang kampung beragama Islam. Mereka mengaku sudah 3 hari tidak mendapatkan makanan di hutan. Bersyukur orang kampung tesebut bisa berbahasa suku dengan mereka dan akhirnya memberi makan dan pakaian.

Atas izin Allah Subhanahu Wata’ala, setelah terjadi komunikasi, sekitar 10 orang Suku Togutil ingin keluar dari hutan dan kehidupan seperti di kampung/desa. Dari sinilah akhirnya mereka ingin memeluk Islam.

“Alhamdulillah mereka sekarang sudah masuk Islam dan dalam proses pembinaan. Mereka sedang diajari masyarakat berpakaian, memasak, kebersihan, menulis dan membaca. Dan yang lebih penting lagi adalah pembelajaran ibadah seperti shalat,” demikian dikisahkan Nurhadi, seorang dari Hidayatullah di Halmahera.

Ia berharap ada dari kelompok Muslim atau dermawan ikut berpartisipasi dalam proses pembinaan Suku Togutil ini. “Kita masih butuh pakaian biasa/shalat, biaya logistik dapur dan pembuatan rumah papan sederhana,” tambah Nurhadi.

“Alhamdulillah baru kali ini orang Suku Togutil masuk Islam, biasanya orang suku ini yang turun ke kampung masuk Kristen. Mari kita sama-sama bina mereka,” ujar Habib, Imam Masjid Al Munawar, Ternate, Halmahera setelah prosesi syahadat mereka.

Butuh banyak dai

Di Halmahera sendiri masih banyak orang suku pedalaman yang belum punya agama. Hidup mereka nomaden, satu dua tahun kadang pindah tempat. Hidupnya tergantung hasil hutan alam sekitar. Sebagian kecil mereka sudah berpakaian sementara lainya belum banyak yang berpakaian.

Bulan Januari 2017 bulan lalu da’i Hidayatullah sempat menelusuri dan masuk ke hutan. Perjalanan dilakukan menggunakan kapal kayu 8 jam dilajutkan jalan darat dengan naik motor darat sekitar 1/2 hari. Masih dilanjutkan jalan kaki menulusuri sungai sepanjang 10 KM.

“Kadang kita melewati sungai yang penuh dengan pulahan buaya di dalamnya,” ujar Nurhadi kepada hidayatullah.com. Di sana kita ia mengaku bertemu suku pedalaman yang belum punya agama sekitar 30 orang. “Kata mereka di tengah hutan seperti ini masih ada ratusan lagi orang suku yang belum punya agama.”

Di daerah ini, ujar Nurhadi, agama lain terus bergerak. Para misionaris, terus bekerja di mendekati orang-orang suku pedalaman. Bahkan mereka punya lapangan terbang pesawat-pesawat kecil di sekitar daerah suku pedalaman.

Di tempat penuh tantangan ini, ujar Nurhadi, dibutuhkan dai-dai yang siap bertugas tanpa pujian kecuali pujian dari Allah Subhanahu Wata’ala. “Kita ingin mendekati dan memberikan dakwah Islam kepada mereka. Semoga Allah memudahkan langkah ini,” ujar Nurhadi yang kini merintis pendidikan Islam dan pondok pesantren di Kecamatan Maba Utara, Kabupaten Halmahera Timur. (sumber: hidayatullah)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>