Komentar MUI Terkait Pernyataan Presiden Soal Politik dan Agama
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Zainut Tauhid Sa’adii menduga, pernyataan Presiden Joko Widodo terkait pemisahan politik dan agama adalah politik dalam arti praktis bukan dalam arti etis atau nilai. Menurut dia, memang harus dibedakan antara politik praktis dengan politik etis atau politik nilai.
“Kalau yang beliau maksudkan adalah politik praktis saya bisa memahami. Karena politik praktis itu adalah kegiatan politik yang berorientasi hanya pada kekuasaan semata yang seringkali diwarnai dengan intrik, fitnah, dan adu domba, yang terpenting tujuannya tercapai,” ujar Zainut Tauhid dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Selasa (28/3).
Ia menjelaskan, kegiatan politik praktis memang tidak tepat jika dilakukan atas nama agama. Karena agama hanya sekedar dijadikan alat propaganda atau alat untuk mempengaruhi massa. Sementara praktik kehidupan para politisinya sendiri jauh dari nilai-nilai agama.
Ia melanjutkan, dalam politik etis memang seharusnya semua kegiatan politik didasarkan pada nilai agama. Jika politik tidak didasarkan pada nilai agama maka akan membahayakan bagi kehidupan umat manusia dan kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.
Menurutnya, politik tanpa didasarkan pada nilai agama akan membuat manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya. Untuk itulah perlunya ada nilai agama yang memandunya agar kehidupan politik bisa berjalan dengan aman dan damai untuk meningkatkan kesejahteraan bagi umat manusia.
Sebagai negara Pancasila, nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya harus menjadi dasar bagi pembangunan kehidupan politik di Indonesia. Yaitu nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan dan keadilan. Semua nilai tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama.
Untuk itu, politik dan agama harus berjalan berdampingan. Indonesia bukanlah negara sekuler yang memisahkan antara kehidupan negara dengan agama. Negara Indonesia adalah negara Pancasila yang menempatkan agama sebagai sumber nilai dan sumber ispirasi bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ia menambahkan, MUI sebagai ormas keagamaan tidak akan memasuki wilayah kegiatan politik praktis. MUI akan mendorong dikembangkannya politik nilai atau politik kemaslahatan, yaitu politik yang dilandasi oleh nilai etika, akhlak dan moral agama untuk membangun kemaslahatan umat manusia. (sumber: ROL)
Naskah Terkait Sebelumnya :
Indeks Kabar
- Turki Miliki 120 Ribu Penghafal dan 15 Ribu Halaqah Al Qur`an
- MUI: Radikalisme tidak Diukur dari Aksesoris Seperti Cadar
- KTT OKI ke-13 di Istanbul Temukan Solusi Tangani Perbedaan di Dunia Islam
- Pemerintahan Trump Ampuni Kontraktor Keamanan Blackwater atas Kasus Pembantaian Iraq 2007
- Hampir Seribu Kejahatan Anti-Muslim Terjadi di Jerman pada 2017
- Musibah, AS Akhirnya Sahkan Perkawinan Sesama Jenis
- OKI Sahkan 23 Butir Deklarasi Jakarta
- BKsPPI: Diksi ‘Kafir’ Sudah Baku dalam Syariat Islam
- Penghimpunan Baznas Selama Ramadhan Lampaui Target
- Aparat Arab Saudi Tangkap Syeikh Safar al-Hawali
-
Indeks Terbaru
- Lebih dari 16.000 Madrasah di Uttar Pradesh India Ditutup
- Selamat Idul Fitri 1445 H, Mohon Maaf Lahir-Batin
- Baznas Tolak Bantuan Palestina dari McDonald’s Indonesia
- Malam Lailatul Qadar, Malaikat Berhamburan ke Bumi
- Puasa Ramadhan Menghapus Dosa
- Paksa Muslimah Lepas Hijab saat Mugshot, Kepolisian New York Ganti Rugi Rp 278 Miliar
- Dari Martina Menjadi Maryam, Mualaf Jerman Bersyahadat di Dubai
- Al Shifa, Rumah Sakit Terbesar di Gaza Dihabisi Militer Zionis
- Tiga Macam Mukjizat Alquran
- Prof Maurice, Ilmuwan Prancis yang Jadi Mualaf Gara-Gara Jasad Firaun
Leave a Reply