Rekomendasi Rakernas III, MUI Sarankan Pemerintah Cetak KTP Khusus Aliran Kepercayaan
Rekomendasi Rapat Kerja Nasional (Rakernas) III Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyarankan, agar Pemerintah mencetak Kartu Tanda Penduduk (KTP) khusus yang mencantumkan kolom aliran kepercayaan sesuai dengan jumlah kebutuhan warga penghayat kepercayaan.
“Adapun urusan yang terkait dengan hak-hak sipil sebagai warga negara, warga penghayat kepercayaan tetap berada di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagaimana yang selama ini telah berjalan dengan baik,” ujar Arif Fahrudin, Sekretaris Tim Perumus saat membacakan hasil rekomendasi dalam Sidang Pleno di Hotel Sahira, Bogor, Jawa Barat, semalam, Rabu (29/11/2017).
Sedangkan untuk pencantuman aliran kepercayaan dalam Kartu Keluarga (KK), sambung Arif, MUI menilai hal itu dapat dilakukan.
MUI, terangnya, menyesalkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor perkara 97/PUU-XIV/2016 terkait pencantuman aliran kepercayaan pada kolom agama di KTP. Putusan itu dinilai kurang cermat dan melukai perasaan umat bergama khususnya umat Islam Indonesia karena berarti telah menyejajarkan kedudukan agama dengan aliran kepercayaan.
Selain itu, putusan tersebut dinilai dapat menimbulkan konsekuensi hukum dan berdampak pada tatanan kehidupan sosial kemasyarakatan serta merusak kesepakatan kenegaraan.
Ia mengatakan, seharusnya MK dalam mengambil keputusan yang memiliki dampak strategis, sensitif, dan menyangkut hajat hidup orang banyak, membangun komunikasi dan menyerap aspirasi yang seluas-luasnya kepada masyarakat dan pemangku kepentingan.
“Sehingga dapat mengambil keputusan secara objektif, arif, bijak, dan lebih aspiratif,” ungkapnya.
Arif menegaskan, pada prinsipnya MUI menghormati perbedaan agama, keyakinan, dan kepercayaan setiap warga negara. Karena hal tersebut merupakan implementasi dari hak asasi manusia yang dilindungi oleh negara sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“MUI sepakat pelaksanaan pelayanan hak-hak sipil warga negara di dalam hukum dan pemerintahan tidak boleh ada perbedaan dan diskriminasi sepanjang hal tersebut sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” pungkasnya. (sumber: hidayatullah)
Indeks Kabar
- Polisi Gerebek Pesta Homoseks di Harmoni, Komnas HAM Mengapresiasi
- Legalisasi Pernikahan Sesama Jenis, Waspada Azab Allah
- Pembersihan terhadap Etnis Rohingya Masih Berlangsung
- UPQ Produksi >1 Juta Mushaf Qur’an Per Tahun, PKS: Masih Kurang, Targetnya 5 Juta
- Penjualan Biografi Yesus Karya Akademisi Muslim Melonjak
- Tahun Baru 1439 H, MUI Serukan Umat Teguhkan Ukhuwah Islamiyah dan Kebangsaan
- Inilah 9 Negara yang Menolak Resolusi PBB soal Status Yerusalem
- Pendeta yang Sebut Muslim Memuja Setan Akhirnya Diboikot Mengajar
- Muncul Lagi Penistaan Agama pada Panci Bertuliskan “Alhamdu Allah”
- Soal Jamaah Umrah Lantunkan Syair, Dubes Saudi: itu Tak Pantas
-
Indeks Terbaru
- Lebih dari 16.000 Madrasah di Uttar Pradesh India Ditutup
- Selamat Idul Fitri 1445 H, Mohon Maaf Lahir-Batin
- Baznas Tolak Bantuan Palestina dari McDonald’s Indonesia
- Malam Lailatul Qadar, Malaikat Berhamburan ke Bumi
- Puasa Ramadhan Menghapus Dosa
- Paksa Muslimah Lepas Hijab saat Mugshot, Kepolisian New York Ganti Rugi Rp 278 Miliar
- Dari Martina Menjadi Maryam, Mualaf Jerman Bersyahadat di Dubai
- Al Shifa, Rumah Sakit Terbesar di Gaza Dihabisi Militer Zionis
- Tiga Macam Mukjizat Alquran
- Prof Maurice, Ilmuwan Prancis yang Jadi Mualaf Gara-Gara Jasad Firaun
Leave a Reply