Myanmar Pecat 7 Jenderal yang terlibat Pembentaian setelah Sanksi Uni Eropa
Uni Eropa (UE) memberlakukan sanksi terhadap tujuh pejabat keamanan Myanmar atas dugaan keterlibatan mereka dalam kekejaman dan pelanggaran hak asasi manusia serius yang dilakukan terhadap etnis Muslim Rohingya di Negara Bagian Rakhine tahun lalu.
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis hari Selasa (27/06/2018), militer Myanmar mengatakan Mayor Jenderal Maung Maung Soe diberhentikan karena buruknya kinerja militer di bawah komandonya dalam menangani situasi saat militan Rohingya melancarkan serangan ke pos-pos perbatasan militer dan polisi pada tahun 2016 dan 2017.
Dalam keputusan yang diumumkan hari Senin (26/06/2018), Uni Eropa mengatakan pelanggaran itu termasuk pembunuhan sistematis, pemerkosaan dan pembakaran rumah dan bangunan milik etnis Rohingya pada akhir tahun 2017. Sanksi termasuk pembekuan aset dan larangan perjalanan terhadap tujuh anggota Pasukan Tatmadaw dan Kepolisian Myanmar, kutip laman frontiermyanmar.net.
Sanksi tersebut terkait pembantaian brutal berkedok ‘operasi pembebasan militer’ Agustus lalu yang menyebabkan sekitar 700.000 orang – sebagian besar Muslim Rohingya – melarikan diri dari Negara Bagian Rakhine ke Bangladesh.
Dalam pernyataan di Facebook, militer Myanmar menyatakan Maung Maung Soe, dipecat dengan alasan performanya tidak bagus.
Soe ditugaskan kembali di Rakhine pada November 2017. Pemecatannya di komando barat terkait kegagalannya dalam menjaga stabilitas di negara bagian itu. Dia juga dijatuhi sanksi oleh Amerika Serikat terkait (AS) alasan yang sama.
Selain Soe, Letnan Jenderal Aung Kyaw Zaw juga berhenti dari posisinya. Dia merupakan komandan biro operasi khusus yang juga masuk dalam daftar sanksi.
Zaw sudah mengajukan pengunduran diri pada Mei terkait alasan kesehatan. Namun militer menegaskan lagi pencopotan terkait lemahnya kinerja.
Pejabat senior militer Myanmar lainnya yang telah diberi sanksi bersama Maung Maung Soe dengan tuduhan melakukan “kekejaman dan pelanggaran hak asasi manusia yang serius” terhadap etnis Muslim Rohingya adalah Letnan Jenderal Aung Kyaw Zaw, diizinkan untuk mengundurkan diri dari jabatannya pada bulan Mei.
Militer melancarkan serangan balasan besar yang menyebabkan hampir 750.000 warga Rohingya melarikan diri ke negara tetangga, Bangladesh.
Para saksi mata dari etnis Rohingya dan aktivis hak asasi manusia menuduh militer melakukan pembunuhan, pemerkosaan, dan pembakaran dalam sebuah kampanye yang menurut PBB dan Amerika Serikat sebagai pembersihan etnis
Senada dengan Uni Eropa, Kanada juga memberlakukan sanksi hari Senin terhadap tujuh pejabat militer Myanmar tersebut. Sanksi pembantaian di Desa Inn Din Februari 2018. Di mana sebanyak 10 pria dan anak laki-laki Muslim Rohingya disiksa hingga tewas oleh penduduk desa dan pasukan keamanan.
Amerika Serikat memberikan sanksi terhadap Maung Maung Soe tahun lalu. Jenis sanksi yang dijatuhkan antara lain pembekuan aset dan dilarang berpergian ke semua negara anggota Uni Eropa. Selain itu, embargo senjata serta latihan dan kerja sama militer dengan Myanmar akan diperpanjang.
PBB menyebut etnis Rohingya sebagai kaum paling teraniaya di dunia, telah menghadapi sejumlah serangan sejak kekerasan komunal kaum Buddha dan aparat keamanan pada 2012.
PBB mencatat adanya pemerkosaan massal, pembunuhan – termasuk bayi dan anak kecil – pemukulan brutal, dan penghilangan paksa yang dilakukan oleh personel keamanan. Dalam laporannya, penyelidik PBB mengatakan bahwa pelanggaran tersebut dapat dikategorikan sebagai kejahatan kemanusiaan. (sumber: hidayatullah)
Naskah Terkait Sebelumnya :
- Din Syamsuddin: Myanmar Perlu Akui Kewarganegaraan Etnis Rohingya
- Kelompok HAM: Myanmar Terlibat dalam Perdagangan Muslim Rohingya
- Myanmar Ratakan Kuburan Massal Rohingya untuk ‘Hilangkan Bukti Pembantaian’
- PBB Segera Lakukan Penyeledikian Kekerasan Aparat Myanmar terhadap Etnis Muslim Rohingya
- Perusahaan AS Masuki Pasar Myanmar Meski Terjadi Penindasan Muslim
Indeks Kabar
- Aksi Gerakan Menutup Aurat, Ribuan Muslimah Berjilbab Ramaikan Jakarta
- Shalat Ajarkan Kedisiplinan
- Muslimin Rohingya: Sampai Mati Kami akan Tetap di Indonesia
- Menag: Jangan Benturkan Agama dengan Pancasila
- Aa Gym Sebut Kementerian Agama Pertama Dihisab, Apa Kata Menag?
- Pemblokiran Situs Islam Dinilai Ancaman Kebebasan Berpendapat
- Komunitas Pemuda dan Ormas Depok Bersatu Tolak LGBT
- 1.000 Pemukim Yahudi Serbu Sebuah Kuil di Tepi Barat
- Penarikan Obat tak Halal, YLKI: Sudah Seharusnya Dilakukan
- Izin 11 Penyelenggara Umrah Dicabut karena Tak Lakukan Sertifikasi BPW
-
Indeks Terbaru
- Jerman Kritik Netanyahu Terkait Peta Timur Tengah tanpa Palestina
- Heboh Xi Jinping Buat Al-Quran Versi China, Seperti Apa?
- Seorang Ibu Tunaikan Nazar Jalan Kaki Lamongan – Tuban setelah Anaknya Tuntas Hafal Al-Quran
- Menemukan Kedamaian Dalam Islam
- Dahulu Anti-Islam, Politikus Belanda Ini Temukan Hidayah
- Masjid di Siprus Yunani Diserang Bom Molotov Disertai Vandalisme: Islam tidak Diterima
- 24 Jam Sebelum Meninggal, Anthony Jadi Mualaf
- Pengadilan Turki Perintahkan Tangkap Rasmus Paludan, Pembakar Al-Quran di Swedia
- Georgette Lepaulle Bersyahadat di Usia Tua
- Uni Eropa Tegaskan Pembakaran Alquran tidak Memiliki Tempat di Eropa
Leave a Reply