BAZNAS Rilis Indeks Rawan Pemurtadan

Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) merilis “Indeks Rawan Pemurtadan: Konsep dan Implementasi Pengukuran” yang dikemas dalam acara seminar nasional bertempat di Margo Hotel, Depok, Jawa Barat, Kamis (09/08/2018).

Direktur Pusat Kajian Strategis (Puskas) BAZNAS, Irfan Syauqi Beik, mengatakan, selain menjadi lembaga yang menyalurkan zakat dari para muzakki (orang yang memberi zakat) kepada mustahik (orang yang berhak menerima zakat), lembaga zakat juga memiliki visi dakwah yang harus dilakukan.

Salah satu upaya dakwah yang dapat dilakukan oleh lembaga zakat, terangnya, dengan melakukan tindakan preventif dan kuratif terhadap isu pemurtadan yang ada di suatu daerah. Untuk itu, jelas Irfan, BAZNAS perlu untuk melakukan riset dan kajian tentang Indeks Rawan Pemurtadan tersebut.

Ia menyampaikan, data statistik menunjukkan adanya penurunan pemeluk agama Islam di Indonesia dari tahun ke tahun. Yang tentu disebabkan berbagai faktor termasuk perpindahan agama dengan berbagai motif seperti ekonomi dan sebagainya. “Maka perlu tindakan preventif maupun kuratif untuk menanggulangi hal itu,” ujarnya.

Irfan mengungkapkan, isu terkait pemurtadan juga menjadi penting untuk dibahas karena akan mempengaruhi kinerja dari zakat khususnya, dan kondisi Islam pada umumnya. Nantinya hasil dari kajian “Indeks Rawan Pemurtadan: Konsep dan Implementasi Pengukuran” ini akan menjadi sebuah batu loncatan bagi BAZNAS dalam memberikan perhatian lebih kepada daerah-daerah yang rawan pemurtadan. “Program-program yang dilakukan pun akan menjadi lebih efektif dan efisien dalam menanggulangi isu ini,” katanya.

Sementara itu, Wakil Direktur 1 Puskas BAZNAS, Soleh Nurzaman, memaparkan, metode yang digunakan pada kajian ini dengan melihat data-data sekunder hingga tingkat kabupaten terkait sensus kependudukan, ekonomi, sekolah berbasis agama, dan sekolah tinggi dari data berbasis pemerintah. “Selain itu juga dilakukan on field research (penelitian lapangan) untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam,” terangnya.

Nurzaman menambahkan, adapun Indeks Rawan Pemurtadan (IRP) dikaji dalam dua indikator. Yakni, indikator keagamaan yang meliputi pertumbuhan penduduk Muslim, pertumbuhan penduduk non-Muslim, komposisi perubahan, dan komposisi rumah ibadah. Serta indikator daerah tertinggal mengacu kepada Perpres yang telah menetapkan sebanyak 122 kota/kabupaten sebagai daerah tertinggal di Indonesia.

Sedangkan untuk nilai indeks dibagi menjadi 4, yaitu 0,00-0,25 untuk Kabupaten/Kota dengan IRP rendah, 0,26-0,50 untuk Kabupaten/Kota dengan IRP cukup tinggi, IRP 0,51-0,75 untuk Kabupaten/Kota dengan IRP tinggi, dan 0,76-1,00 untuk Kabupaten/Kota dengan IRP sangat tinggi.

Hasilnya, dari 34 provinsi dan 491 kota/kabupaten Indeks Rawan Pemurtadan indikator keagamaan sebanyak 13 kota/kabupaten dengan kerawanan akidah sangat tinggi, kerawanan akidah tinggi 52 kota/kabupaten, kerawanan akidah cukup tinggi 136 kota/kabupaten, dan kerawanan akidah rendah 290 kota/kabupaten.

Adapun Indeks Rawan Pemurtadan indikator daerah tertinggal sebanyak 11 kota/kabupaten dengan kerawanan akidah sangat tinggi, kerawanan akidah tinggi 47 kota/kabupaten, kerawanan akidah cukup tinggi 128 kota/kabupaten, dan kerawanan akidah rendah 305 kota/kabupaten. (sumber: hidayatullah)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>