Ketua MUI Tegaskan Kasus Meiliana Penistaan Agama

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Kerukunan Antarumat Beragama, Dr Yusnar Yusuf, menilai vonis 18 bulan yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Medan kepada Meiliana sudah tepat.

Putusan hakim itu, kata dia, sudah berdasarkan bukti dan kesaksian saksi.“MUI (Sumatera Utara) juga sudah mengeluarkan fatwa penistaan agama (untuk Meiliana). Maka putusan pengadilan itu sudah tepat. Soal berapa lama vonisnya, itu pertimbangan hakim. Keputusan itu harus kita hormati,” ujar Yusnar saat dihubungi hidayatullah.com, Jumat (24/08/2018).

Yusnar menegaskan, kasus Meiliana ini bukanlah konflik agama, melainkan penistaan agama Islam yang dilakukan oleh Meiliana. Juga bukan sentimen Tionghoa, kata Yusnar menambahkan.

Di Tanjungbalai, tuturnya, pembauran masyarakat dengan keturunan Tionghoa sudah sejak masa Kesultanan. “Dan damai, enggak ada masalah,” ungkapnya.

Yusnar menceritakan, warga keturunan Tionghoa yang lain hidup rukun berdampingan dengan umat Islam.

“Mereka (warga keturunan Tionghoa) hidup di situ sudah lama. Saling membantu. Masyarakat Islam juga banyak yang bekerja dengan orang keturunan China,” ujarnya.

Meiliana adalah warga Tanjungbalai yang mengeluhkan volume suara adzan Masjid al-Maksum Tanjungbalai.

Berikut keluhan Meiliana kepada Haris, pengurus BKM Masjid Al-Maksum Tanjung Balai pada tanggal 29 Juli 2016:
Pak Haris: Ada Bapak atau Mamak?
Anak Meiliana : Ada
Pak Haris : Katanya di rumah ini ada yang keberatan suara adzan dari masjid?
Anak Meiliana : Iya lho, itu masjid bikin bising, tidak tenang, bikin rebut saja.
Pak Haris : Lho, itu kan rumah ibadah, umat Muslim mengumandangkan adzan ada lima kali
sehari.
(Tak berapa lama kemudian muncul saudari Meiliana dengan ucapan keras menjawab)
Meiliana : Lu ya, lu ya (maksudnya kamu, sambil telunjuk tangannya menunjuk muka Pak Haris Tua Marpaung) kita sudah sama-sama dewasa, ini negara hukum, itu masjid bikin telinga gua pekak, sakit kuping saya. Hari-hari ribut, pagi ribut, siang ribut, malam ribut, bikin gua tidak tenang.
Pak Haris : Jangan gitu lho. Kami umat Islam kalau mau shalat dipanggil melalui suara adzan. Ada lima waktu sehari semalam. Lagi pula kami pun kalau kalian ibadah pakai bakar-bakar dupa, abunya berterbangan ke sana ke mari. Tambah juga dengan suara bunyi-bunyi kami tidak keberatan.

Dialog di atas bersumber dari Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Sumatera Utara (Sumut). Komisi Fatwa MUI Sumut mendapatkan transkrip percakapan itu dari MUI Tanjung Balai. “Ucapan/ujaran yang disampaikan oleh Saudari Meliana atas suara adzan yang berasal dari masjid al-Maksum Jl. Karya Kota Tanjung Balai pada tanggal 29 Juli 2016 adalah perendahan, penodaan dan penistaan terhadap syariat Agama Islam,” bunyi fatwa MUI Sumut nomor 001/KF/MUI-SU/I/2017.

MUI meminta kepada semua pihak untuk menghormati putusan Pengadilan Negeri Medan yang memvonis Meiliana penjara selama 18 bulan atas kasus penistaan agama.

MUI menyesalkan banyak pihak yang berkomentar tanpa mengetahui duduk perkara yang sebenarnya. Sehingga pernyataannya bias dan menimbulkan kegaduhan dan pertentangan di tengah-tengah masyarakat. Seakan-akan masalahnya hanya sebatas pada keluhan Meiliana terkait dengan volume suara adzan yang dianggap terlalu keras.

“Jika masalahnya hanya sebatas keluhan volume suara adzan terlalu keras, saya yakin tidak sampai masuk wilayah penodaan agama, tetapi sangat berbeda jika keluhannya itu dengan menggunakan kalimat dan kata-kata yang sarkastik dan bernada ejekan, maka keluhannya itu bisa dijerat pasal tindak pidana penodaan agama,” ujar Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa’adi dalam pernyataannya diterima hidayatullah.com, Jumat (24/08/2018). (sumber: hidayatullah)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>