Polwan Denmark Diperiksa karena Peluk Demonstran Bercadar
Seorang polisi wanita di Denmark yang memeluk seorang demonstran pengguna cadar sedang diperiksa oleh pihak berwenang, kata lembaga penerima pengaduan perihal kepolisian.
Polwan yang tidak disebutkan identitasnya itu pada bulan Agustus memeluk seorang wanita pengunjuk rasa yang bercadar, yang memprotes larangan penggunaan penutup wajah di di Denmark.
Pengaduan dilayangkan oleh partai konservatif Venstre, yang berargumentasi petugas kepolisian seharusnya tidak berperilaku demikian ketika melaksanakan tugas.
Denmark menyatakan pakaian apapun “yang menyembunyikan wajah penggunanya di tempat umum” dinyatakan terlarang. Peraturan tersebut berlaku efektif mulai 1 Agustus 2018.
Undang-undangnya tidak menyebutkan secara khusus perihal cadar yang biasa dipakai wanita Muslim, tetapi menyatakan bahwa menggunakan penutup wajah merupakan tindakan pelanggaran yang dapat dikenai hukuman denda sampai 1.000 krona, dan sepuluh kali lipat dari itu jika merupakan pelanggaran berulang.
Markus Knuth, seorang anggota Partai Venstre, memasukkan pengaduan perihal polwan itu setelah kabarnya melihat sebuah rilis pers tentang kedua wanita tersebut.
Koran Denmark BT melaporkan bahwa dalam pengaduannya Knuth mengatakan tindakan polwan itu dalam mengesankan polisi di Denmark lebih bersimpati terhadap pengunjuk rasa pengguna cadar dibading terhadap legislasi pemerintah.
“Polsi tidak boleh menjadi seorang relawan atau aktor secara sukarela dalam perdebatan politik,” kata Knuth kepada lembaga penyiaran publik DR.
Namun, pengacara polwan tersebut kepada Reuters mengatakan bahwa kliennya ketika itu bertindak secara patut sebagai seorang petugas yang berperan membangun dialog dengan para demonstran, lapor BBC Rabu (26/9/2018).
“Sebagaimana yang dikatakan kliennya saya, kalaupun orang tersebut orang lain yang berada dalam situasi sama makan dia akan melakukan hal yang sama. Jadi tindakan itu tidak ada hubungannya dengan apakah orang tersebut mengenakan cadar atau tidak,” tegas Torben Koch.
Denmark bukan negara pertama yang memberlakukan larangan penggunaan penutup wajah di tempat umum. Prancis telah memberlakukan peraturan serupa sejak April 2011, diikuti beberapa bulan kemudian oleh Belgia.
Pengadilan HAM Uni Eropa pada tahun 2017 menyatakan bahwa larangan yang berlaku di Belgia tersebut tidak melanggar Konvensi HAM Eropa.
Parlemen Belanda juga sudah menyetujui peraturan serupa pada akhir tahun 2016, tetapi masih menunggu persetujuan dari majelis tingginya. (sumber: hidayatullah)
Naskah Terkait Sebelumnya :
Indeks Kabar
- 100 Pengacara Dunia Mendesak Netanyahu Berhenti Menahan Aktivis HAM
- Deklarasi dan Muktamar I Ulama Asia Tenggara Dibuka Wakil Ketua MPR RI
- Alhamdulillah, Liverpool Tindak Penghina Muslim yang Shalat di Anfield
- Kembali Keislamannya, 700 Eks Jamaah Ahmadiyah dapat Bantuan Menag
- Lima Rumah Sakit Menjadi Debu, Jurnalis Amerika di Aleppo Layangkan “Surat Terbuka”
- Somalia Larang Perayaan Natal dan Tahun Baru Masehi
- Gelorakan Industri Produk Halal, HLC Selenggarakan International Halal Expo
- Candi Borobudur Bukti Umat Islam Hidup dalam Keragaman
- Patung Dewa Perang China di Tuban, Dinilai Potensial Cederai Harmoni Bangsa
- Aisyah, Wanita Cerdas dan Beruntung
-
Indeks Terbaru
- Lebih dari 16.000 Madrasah di Uttar Pradesh India Ditutup
- Selamat Idul Fitri 1445 H, Mohon Maaf Lahir-Batin
- Baznas Tolak Bantuan Palestina dari McDonald’s Indonesia
- Malam Lailatul Qadar, Malaikat Berhamburan ke Bumi
- Puasa Ramadhan Menghapus Dosa
- Paksa Muslimah Lepas Hijab saat Mugshot, Kepolisian New York Ganti Rugi Rp 278 Miliar
- Dari Martina Menjadi Maryam, Mualaf Jerman Bersyahadat di Dubai
- Al Shifa, Rumah Sakit Terbesar di Gaza Dihabisi Militer Zionis
- Tiga Macam Mukjizat Alquran
- Prof Maurice, Ilmuwan Prancis yang Jadi Mualaf Gara-Gara Jasad Firaun
Leave a Reply