Soal Uighur, MUI Desak RI Berbicara Lebih Keras kepada Cina
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengaku masih tidak puas dengan langkah Cina merespons protes dunia internasional terkait Muslim Uighur. MUI meminta Indonesia sedikit berbicara lebih keras kepada Cina.
“Bukan dengan alasan itu adalah urusan internal Cina, karena HAM itu tidak mengenal batasan, apalagi jika sifatnya persekusi secara masif,” Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Hubungan Luar Negeri, KH Muhyiddin Junaidi saat ditemui Republika.co.id di Gedung MUI Pusat, Jakarta, Selasa (8/1).
Muhyidin juga mengomentari foto kondisi kamp reedukasi etnis Uighur. Dia mengaku masih tidak puas, mengingat adanya kemungkinan pembatasan informasi yang ditetapkan RRC.
Hal ini, kata dia sangat mungkin terjadi mengingat kuatnya posisi Cina dalam bidang ekonomi dan teknologi, sehingga banyak negara yang mempertimbangkan keputusan mereka untuk mengungkapkan fakta di lapangan.
“Itu kunjungan terbatas dan sebelum itu (kunjungan) dilakukan pasti mereka (Cina) sudah bersih-bersih dan menentukan apa saja yang dapat ditanya atau dilihat dan mana yang tidak boleh,” kata dia menyampaikan dugaan.
“Makanya kami minta agar perizinan kedatangan ini tidak dibatasi dan dibebaskan meninjau keadaan dan fakta sebenarnya disana. Jika dibatasi ya sama saja bohong,” lanjut Muhyiddin.
Dia juga mengkhawatirkan keraguan Indonesia dalam meneriakkan protes pada Cina. Jika pertimbangan Indonesia tidak banyak berkomentar mengenai kebijakan RRC adalah posisi Cina di Indonesia, sama halnya Indonesia secara tidak langsung tengah dijajah kekuasaan RRC, khususnya dalam bidang ekonomi.
Meski Indonesia tidak dapat membantu banyak dari sisi regulasi, namun sebagai negara dengan Muslim terbanyak, Muhyiddin yakin Indonesia dapat memberikan dukungan moral dengan mengajak negara-negara Islam untuk bersama memboikot Cina.
“Kita boikot produk Cina apapun barangnya, baik itu kendaraan, gadget dan lainnya agar pemerintah Cina tergerak untuk mengubah regulasi mereka terhadap Uighur,” ujar Muhyiddin.
“Ini memang tidak akan berdampak jangka panjang. Tapi setidaknya kita tidak terlalu menggantungkan diri kepada Cina, karena memang berbahaya,” tambah dia.
Untuk mendukung upaya tersebut, World Uighur Organization (WIO), kata Muhyiddin dijadwalkan akan datang ke Indonesia pada Jum’at (11/1) nanti untuk menggelar serangkaian pertemuan dengan DPR, MPR, dan ormas Muslim.
Menurut dia, dengan hadirnya (WIO), pemerintah dapat memberikan keterangan jujur mengenai kondisi Uighur, mengingat selama ini fakta Uighur hanya diungkapkan secara individu atau perorangan. (sumber: ROL)
Indeks Kabar
- Kelompok HAM: Myanmar Terlibat dalam Perdagangan Muslim Rohingya
- Seorang Ibu Tunaikan Nazar Jalan Kaki Lamongan – Tuban setelah Anaknya Tuntas Hafal Al-Quran
- MUI Minta Kominfo Blokir Aplikasi Homo
- Reaksi Keras Pakistan atas Penerbitan Ulang Kartun Nabi
- Komisioner Perlindungan Anak Vatikan Kecam Kardinal Australia Terkait Pedofilia
- KPAI Dukung Pemberatan Pidana di RUU Minuman Beralkohol
- Riau Kaji Rencana Pembangunan Quran Centre
- Mewaspadai Kasus Puluhan Mushaf Qur’an Mengambang di Sungai Tarakan
- 'Dana Investasi Haji ke Infrastruktur Harus Syariah'
- KPAI: Iklan dengan Pakaian Minim rentan Berdampak Negatif
-
Indeks Terbaru
- Lebih dari 16.000 Madrasah di Uttar Pradesh India Ditutup
- Selamat Idul Fitri 1445 H, Mohon Maaf Lahir-Batin
- Baznas Tolak Bantuan Palestina dari McDonald’s Indonesia
- Malam Lailatul Qadar, Malaikat Berhamburan ke Bumi
- Puasa Ramadhan Menghapus Dosa
- Paksa Muslimah Lepas Hijab saat Mugshot, Kepolisian New York Ganti Rugi Rp 278 Miliar
- Dari Martina Menjadi Maryam, Mualaf Jerman Bersyahadat di Dubai
- Al Shifa, Rumah Sakit Terbesar di Gaza Dihabisi Militer Zionis
- Tiga Macam Mukjizat Alquran
- Prof Maurice, Ilmuwan Prancis yang Jadi Mualaf Gara-Gara Jasad Firaun
Leave a Reply