Kim Eun Soo Perangai Mulia Menuntunnya untuk Berislam

Kim Eun Soo berbagi kisahnya memeluk Islam kepada seorang youtuber asal Korea Selatan, Kim Jae Han. Pemuda berkewarganegaraan Korea Selatan ini masih berkuliah di salah satu Universitas di Madinah, Arab Saudi.

“Saya kuliah di Kota Madinah yang merupakan kota yang sangat penting bagi umat Islam. Kota ini adalah salah satu dari tiga kota suci, Makkah, Madinah, dan Yerusalem,” jelas dia dalam video Youtube yang diunggah oleh channel@karamkim.

Eun Soo memiliki nama Islam Karam, yang berarti kedermawanan. Dia memeluk Islam 15 tahun lalu sekitar 2003. Saat itu, dia masih kuliah strata satu pada tahun ketiga. Kisahnya mengenal Islam bermula dari perjalanan menuju Turki dan Iran. Saat ber ada di dua negara itu, dia mengalami langsung keramahan penduduk setempat. Dia melihat pemandangan yang indah ketika berada di sana.

Sebelum bepergian ke negara Muslim, dia merasa telah menjadi orang yang baik. Ketika itu, dia begitu sombong menjadi orang paling baik. Namun, setelah bertemu dengan penduduk di dua negara tersebut, ternyata mereka jauh lebih baik. “Kerendahan hati dan kebaikan mereka membuat saya takjub. Jadi, saya bertanyatanya mengapa mereka begitu baik. Kemudian, akhirnya saya mengerti karena mereka memercayai Islam,” jelas dia.

Karam kemudian memutuskan mempelajari Islam dengan terlebih dahulu kembali ke Korea. Pada awalnya, dia berpikir Islam adalah kepercayaan kepada banyak dewa. Dia tidak mengetahui bahwa Islam adalah agama yang mengimani Allah, Tuhan yang Maha Esa.

Ketika mempelajari Islam semakin dalam, dia semakin meyakini bahwa ini berbeda dengan Katolik yang dianutnya selama ini. Kemudian, setelah dicerna dengan akal sehat, benar bahwa tauhid yang menjadi ruh ajaran Islam adalah konsepsi dasar yang kemudian membentuk pandangan hidup Islam.

Pandangan ini merupakan dasar tentang realitas dan kebenaran. Di dalamnya terdapat konsep Tuhan (tauhid) sebagai inti. Kemudian, dilanjutkan de ngan konsep lainnya, seperti manusia, alam, akhlak, wujud, dan lainnya.

Ketika memeluk Islam, dia mendapat pertentangan dari keluarga, terutama ayah.Karena masyarakat Korea selama ini memiliki pandangan yang sangat negatif terhadap Islam, begitupun dengan ayahnya yang juga terpengaruh.

Ayahnya mengizinkan dia berpindah agama, tetapi jangan memeluk Islam. Namun, Karam tetap teguh untuk memeluk Islam meski kedua orang tuanya sering mendesaknya.

Karam tidak mendiamkan kedua orang tuanya. Dia tetap berbuat baik terhadap mereka untuk membuktikan bahwa Islam tidak seperti apa yang selama ini disebarluaskan media dengan menyebarkan konten fitnah. Mereka menjelekkan Islam sebagai agama terorisme, radikalisme, dan mengekang kebebasan. Padahal, berita tersebut sama sekali tidak didasarkan pada rujukan inti ajaran Islam.

Namun kini, media massa semakin memahami substansi Islam yang rahmatan lil alamin. Masyarakat dunia pun mulai terbuka dan mengakui Islam sebagai agama moderat. Keluarga Karam sudah mulai menerima pilihan agamanya.

Sedangkan, teman kerja dan sahabatnya sejak awal tidak mempermasalahkan keyakinan Karam. Setelah lulus dari perguruan tinggi, Karam bekerja di salah satu perusahaan terbesar di Korea.

Perusahaan menerima dengan tangan terbuka meski dia memeluk Islam. Dia selalu menyempatkan shalat lima waktu di saat istirahat. Karam mengggunakan ruang konferensi yang kosong untuk shalat lima waktu ketika teman-temannya pergi keluar untuk merokok, dia memilih untuk shalat.

“Tidak ada diskriminasi terhadap saya di tempat kerja karena saya seorang Muslim. Saya bersyukur bekerja di perusahaan yang baik,” jelas dia.

Di Korea sudah menjadi kebiasaan untuk makan malam bersama teman kantor sepulang kerja. Karam tetap diajak meski dia tidak mengonsumsi alkohol dan makanan haram lainnya.

Teman-temannya pun sangat pengertian, Karam selalu dipesankan minuman bersoda dan sup miso, sup yang terbuat dari kaldu ikan dan rumput laut. Agama yang dianutnya tidak mempengaruhi hubungan pertemanan mereka.

Meski citra negatif tentang Islam di Korea masih terasa, secara pribadi dia tidak merasakannya. Intoleransi masyarakat Korea diyakininya memang ada terhadap Muslim.

Namun, dia merasa tekanan tersebut tidak dilakukan secara terbuka. Banyak orang mungkin saja memandangnya negatif dengan agama yang dianutnya. “Ini mungkin konflik diri mereka dan tidak berhubungan dengan saya ataupun orang-orang di sekitar saya. Jika Anda yakin tentang agama yang Anda pilih, Anda tidak perlu khawatir dengan pikiran negatif di sekitar anda,” ujar dia.

Menurut Karam, ini mungkin saja ujian yang diberikan oleh Allah dan telah menjadi kehendaknya. Setelah mempelajari Islam, Karam pergi ke masjid di Seoul. Dia kemudian memberitahukan kepada imam masjid tentang keinginannya. Imam masjid Seoul memintanya untuk mengucapkan syhadat dengan bahasa arab. “Imam tersebut membimbing saya untuk mengucapkan syahadat, saya menyatakan iman saya dengan mengatakan dua kalimat syahadat,”tutur dia.

Setelah bersyahadat, dia resmi menjadi seorang Muslim. Namun, ada rasa tidak biasa setelah bersyahadat, dia merasa telah menjadi suci kembali. Ini merupakan momen terpenting dan berharga baginya. Dia menerima Islam dan mendapatkan kehidupan baru karena dosa-dosa sebelum nya telah diampuni.

Ketika menjadi mualaf, Allah akan mengampuni dosa-dosa yang telah lalu. Karam juga meyakini menjadi Muslim telah memiliki tiket untuk masuk surga. Ketika telah mencapai pintu surga, kita membutuhkan kunci untuk membukanya, syahadat merupakan kunci tersebut. “Jadi, saya memutuskan utnuk menjalani hidup saya sebagai seorang Muslim dan tidak ingin kehilangan kunci tersebut,” ujar dia.

Setelah menjadi Muslim, banyak hal telah berubah. Awalnya dia berusaha untuk setia dalam hidup, tetapi sebelum memeluk Islam dia merasakan perasaan kosong di hatinya. Rasa kosong dan khawatir selalu menghantuinya. Setelah menjadi Muslim, dia menjadi sadar akan tujuan hidup yang tak diketaui sebelumnya.

Dia menyadari, menyembah tuhan dan mengikuti perintah-Nya adalah alasan seorang manusia berada di dunia. Karena telah mengetahui tujuan dan cara hidup, Karam dapat mengikuti jalan yang benar untuk menjadi orang yang yakin pada hidup. “Saat itu saya merasa berada dalam kegelapan, di kamar kosong. Anda harus keluar dari ruangan ini, tetapi ada banyak kendala yang harus dihadapi, jadi kamu tersesat, lalu tiba-tiba cahaya memancar dan semuanya mulai jernih, kemudian melihat rintangan di depan Anda, tetapi akhirnya temukan jalan keluar,” jelas dia.

Di masa lalu dia tidak yakin apa tujuan hidupnya. Namun, penerimaan dia terhadap islam membawanya ke jalan yang jelas menuju hidup. Dia menyarankan untuk percaya pada jalan yang menuntun pada kehidupan. Saat ini dia merasa hidup dengan bahagia karena dia paham untuk menjalani kehidupan dengan baik.

Sebelumnya, dia terus merasa khawatir tentang apa yang harus dilakukan untuk menjadi bahagia. Namun, pada akhirnya dia bisa menyingkirkan kecemasan ini de ngan menemukan kedamaian dan kebahagiaan. Di Korea, orang tua meyakini bahwa tujuan hidupnya adalah melihat kesuksesan anak-anaknya, membesarkan, mendidik hingga universitas kemudian menikah, tetapi setelahnya pasti mereka merasa hampa dalam hidupnya.

Namun, Karam menyadari tujuan hidup adalah menyembah Tuhan, sehingga dia akan hidup pada tujuan ini hingga akhir hayatnya demi kebahagiaan abadi. (sumber: ROL)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>