China Menghapus Data-data Sensitif setelah Informasi Bocor terkait Kamp Penahanan Muslim Uighur

Pemerintah lokal China sedang menghapus data dan menghancurkan dokumen setelah dokumen rahasia yang berisi tentang informasi kamp-kamp penahanan massal Uighur dan minoritas Muslim lainnya bocor ke publik, menurut empat orang yang berhubungan dengan pegawai pemerintahan di sana lapor kantor berita Independent pada Ahad (15/12/2019).

Mereka mengaku pejabat regional di provinsi Xinjiang juga memperketat kendali atas informasi dan telah melakukan pertemuan tingkat tinggi pasca kebocoran informasi tersebut. Para pejabat membahas cara menanggapi kebocoran tersebut dalam pertemuan di markas regional Partai Komunis China (CCP) di Urumqi, ibukota Xinjiang, beberapa sumber mengatakan.

Mereka berbicara dalam kondisi anonim karena mengkhawatirkan keselamatan diri mereka, keluarga, dan pegawai pemerintah lain. Pertemuan tingkat tinggi dilaksanakan beberapa hari setelah New York Times mempublikasikan pidato-pidato internal para pemimpin tinggi termasuk Xi Jinping, Presiden China.

Mereka melanjutkan setelah Konsorsium Jurnalis Investigasi Internasional (ICIJ) bekerja dengan organisasi berita untuk menerbitkan pedoman rahasia untuk mengoperasikan pusat-pusat penahanan dan instruksi bagaimana menggunakan teknologi untuk menarget orang-orang.

Pemerintah China telah lama berjuang dengan 11 juta Uighurnya, etnis minoritas Turki asli Xinjiang, provinsi barat jauh. Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Komunis China telah menahan satu juta atau lebih etnis Uighur dan minoritas lain di kamp-kamp.

Pemerintah Xinjiang dan kementerian luar negeri China belum secara langsung menyangkal keaslian dokumen, yang melalui ketua Partai Komunis cabang Urumqi Xu Hairong menyebut laporan yang bocor tersebut “penyimpangan informasi dan fitnah yang keji”.

Pemerintah lokal tidak menanggapi faks yang dikirimkan untuk mengomentari penangkapan, pembatasan ketat informasi dan langkah lain terkait kebocoran informasi. Informasi nampaknya semakin diperketat. Beberapa pengajar universitas dan pekerja distrik di Urumqi telah diinstruksikan untuk menghapus data sensitif dari komputer, telepon genggam dan penyimpanan cloud dan menghapus grup-grup media sosial pekerjaan, menurut salah satu Uighur dengan pengetahuan langsung tentang situasi tersebut.

Dalam kasus lain, pemerintah tampaknya menyita bukti penahanan. Seorang Uighur lain yang telah ditahan di Xinjiang bertahun-tahun sebelumnya mengatakan dua minggu lalu mantan istrinya meneleponnya dan memohon untuk mengirim surat pembebasan kepadanya, mengatakan delapan petugas telah mendatangi rumahnya untuk mencari surat pembebasan itu dan mengancam akan memenjarakannya seumur hidup jika dia tidak memperlihatkan itu.

“Ini masalah lama, dan mereka sudah tahu saya pernah berada di luar negeri untuk waktu yang lama,” katanya. “Fakta bahwa mereka tiba-tiba menginginkan ini sekarang berarti tekanan pada mereka sangat tinggi.”

Beberapa pegawai pemerintahan telah ditangkap ketika negara menyelidiki sumber kebocoran ini. Dalam satu kasus, satu keluarga di dinas sipil ditangkap. Abduweli Ayup, seorang ahli bahasa Uighur yang mengasingkan diri, mengatakan saudara istrinya di Xinjiang – termasuk orang tua, saudara kandung dan iparnya – ditangkap tidak lama setelah informasi yang bocor itu dipublikasikan, mengkalim mereka tidak memiliki hubungan dengan kebocoran sejauh yang dia ketahui.

Dia mengatakan beberapa orang yang berhubungan dengan sanak saudara mereka di luar China juga diselidiki dan ditahan. Tidak diketahui berapa banyak yang ditahan sejak terjadinya kebocoran informasi. Pada awal minggu lalu, seorang perempuan Uighur di Belanda mengatakan pada de Volkskrant, harian berbahasa Belanda, bahwa dia adalah sumber dari dokumen yang dipublikasikan oleh Konsorsium Jurnalis Investigasi Internasional.

Asiye Abdulaheb mengatakan bahwa setelah dia memposting satu halaman di media sosialnya pada Juni, agen-agen pemerintah China mengiriminya ancaman pembunuhan dan berupaya merekrut mantan suaminya untuk memata-matainya. Dokumen-dokumen yang dibocorkan menjabarkan strategi China yang dengan sengaja menahan etnis minoritas bahkan sebelum mereka melakukan kejahatan dan mencuci otak mereka dan mengubah bahasa yang mereka gunakan.

Dokumen juga mengungkapkan bahwa fasilitas-fasilitas yang Beijing sebut “sekolah pelatihan kejuruan” adalah pusat pendidikan ulang paksa ideologis dan perilaku yang dijalankan secara rahasia. Selain itu dijelaskan pula bagaimana Beijing mempelopori sebuah bentuk pengendalian sosial menggunakan data dan kecerdasan buatan. Melalui data yang dikumpulkan oleh teknologi pengawasan massal, komputer-komputer mengeluarkan nama puluhan ribu orang untuk diinterogasi atau ditahan hanya dalam satu minggu.

Minggu lalu, Dewan Perwakilan Amerika Serikat dengan suara bulat menyetujui Undang-Undang Kebijakan Hak Asasi Manusia Uighur, bertujuan untuk menekan China atas penahanan massal di Xinjiang. Pemerintah Beijing langsung mengecam UU itu dan menyebutnya campur tangan asing. (sumber: hidayatullah)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>