Bagaimana Cara Memandu Non-Muslim Masuk Islam?

Assalamu’alaikum wr. Wb.

Yang terhormat, pengasuh w-islam.com. Saya ingin bertanya tentang bagaimana cara Rasulullah memandu non-Muslim ketika ia mau masuk Islam. Sebab, yang pernah saya saksikan di masjid ada orang non-Muslim yang hanya mengucapkan dua kalimat syahadat. Apakah cukup dengan mengucapkan syahadatain tersebut? Atas jawabannya, saya ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum wr. Wb.

 

Sunarto, Semarang

 

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Terima kasih pada Sdr. Sunarto yang bertanya melalui portal ini. Sebagaimana tata-cara yang dilakukan oleh Rasulullah SAW kepada orang musyrik atau kafir yang mau masuk Islam adalah dengan memerintahkan dia untuk bersyahadat, “La Ilaha Illallah Wa Anna Muhammadan Rasulullah.” Setelah itu beliau SAW mengajak kepada muallaf tersebut untuk mengikuti syariat Islam sesuai dengan urgensi dan kondisi.

Pesan untuk mengajak orang kafir atau musyrik masuk Islam dengan bersyahadat juga disampaikan oleh Rasulullah SAW kepada Mu’adz saat dirinya diutus berdakwah ke negeri Yaman, “Sesungguhnya engkau akan mendatangi satu kaum ahlul kitab, maka hendaklah pertama kali yang engkau ajakkan kepada mereka adalah syahadat la Ilaha Illallah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Selanjutnya, dalam satu riwayat Rasulullah SAW bersabda: “Adalah untuk mentauhidkan Allah, jika mereka mau mengikutimu dalam hal itu, maka ajarilah mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka shalat fardhu lima waktu dalam sehari semalam. Jika mereka mau mengikutimu dalam hal itu, maka ajarilah mereka bahwa Allah mewajibkan mereka zakat yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan diberikan kepada orang-orang fakir di antara mereka. Jika mereka mau mengikutimu dalam hal itu, maka hati-hatilah kamu (mengambil zakat) dari harta mereka yang paling berharga. Dan takutlah kamu dari doanya orang yang terzholimi. Sesungguhnya tidak ada penghalang antara doa itu dengan Allah.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim)

Dalam hal hukum mandi (besar) setelah ia bersyahadat, di kalangan ulama terdahulu (salaf) terdapat perbedaan pendapat, antara lain:

1. Yang berpendapat itu wajib adalah Imam Malik, Ahmad, Abu Tsaur rahimahumullah, karena riwayat Abu Dawud dan An-Nasai dari Qois bin ‘Ashim radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin masuk Islam. Kemudian beliau memerintahkan agar aku mandi dengan air dan daun bidara.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ahmad) Sedangkan perintah mengkonsekuensikan kewajiban.

2. Sedangkan Asy-Syafii dan sebagian pengikut madzhab hanabilah memustahabkan dia mandi, kecuali jika dia telah mengalami junub pada masa kekafirannya, maka dia wajib mandi.

3.       Abu Hanifah berpendapat dia tidak wajib mandi dalam semua keadaan.

Yang disyariatkan untuknya adalah mandi karena hadits ini dan hadits-hadits yang semakna dengannya.

Adapun dengan khitan (bagi laki-laki), maka wajib atasnya dan terpuji pula atas wanita, tetapi kalau mengakhirkan ajakan khitan beberapa masa pada orang yang ingin masuk Islam sampai kokoh Islam dalam hatinya dan dia merasa tenang, maka hal itu baik, karena kawatir bersegeranya ajakan untuk khitan akan membuat dia lari dari Islam.

Atas hal ini, maka yang diperintahkan kepada orang itu dan isterinya ketika keislaman keduanya adalah sah. Dan dengan Allah lah taufiq. Semoga sholawat dan salam atas Nabi Kita Muhammad, keluarganya dan para shahabatnya (lihat Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiyyah Wa Al-Ifta Ketua: Abdul Aziz Bin Abdullah Bin Baz Penggantu Ketua: Abdurrozaq ‘Afifi Anggota: Abdullah Ghudyan, Abdullah Qu’ud; diterjemahkan dari Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah Al-Majmu’ah Al-Ula (3/381-383))


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>