Membedakan Petunjuk dan Kesesatan

Manusia adalah ciptaan Allah SWT yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya. Salah satu kelebihan itu adalah Allah SWT mengaruniai manusia dengan akal. Dengan akalah manusia manusia dapat membedakan mana yang baik dan mana pula hal yang buruk dalam kehidupan ini. Termasuk juga membedakan antara jalan petunjuk dengan jalan kesesatan.

Namun, ada sebagian manusia yang berpikir pendek, yang mungkin tidak mau berpikir lebih jauh tentang bagaimana memahami jalan petunjuk Ilahi dengan jalan kesesatan. Mereka menganggap Allah SWT telah menetapkan seorang manusia dengan mendapat petunjuk atau disesatkannya, sementara manusia tak memiliki kewenangan untuk memilih, tidak merdeka dan bebas lagi berbuat sepanjang yang diinginkan oleh kalbunya.

Pemikiran seperti itu muncul dari cara memahami firman Allah SWT dalam surah An-Nahl ayat 93: “Allah menyesatkan orang yang dikehendaki dan menunjukkan orang yang dikehendaki oleh-Nya.”

Menurut Sayyid Sabiq dalam kitab “Aqidah Islam” cara pandang seperti itu adalah keliru. Petunjuk atau kesesatan adalah merupakan hasil atau akibat dari hal-hal yang datang kemudian. Ia adalah hal-hal yang jatuh sebagai yang disebabkan dari adanya sebab-sebab yang lebih dulu adanya.

Hal-hal seperti itu logikanya sama dengan makanan itu yang mengenyangkan, air itu menghilangkan dahaga, dan api itu membakar serta menimbulkan panas.

Seperti itulah pengertian petunjuk dan kesesatan. Di situ pada ada sebab-sebab yang menyebabkan seseorang itu dapat memperoleh petunjuk dan ada sebab-sebab pula yang menjadikan seseorang itu terjerumus dalam lembah kesesatan.

Petunjuk atau hidayah adalah buah atau hasil dari amal perbuatan yang baik dan shalih. Kesesatan atau dhalalah adalah buah atau hasil dari amal perbuatan yang buruk.

Disandarkannya pengertian hidayah dan dhalalah pada Dzatnya Allah SWT itu tujuannya hanyalah sebagai kiasan bahwa Allah Ta’ala itulah yang meletakkan penertiban sebab-sebab dan akibat-akibat yang timbul dari sebab-sebab itu. Bukan sekali-kali bermaksud bahwa Allah SWT itu yang memaksakan manusia untuk pasti memperoleh petunjuk tanpa ada sebab-sebab yang dilakukan atau mendapat kesesatan tanpa ada sebab-sebab yang dilakukan pula. Yang sedemikian ini tentulah kedzaliman.

Jika ingin lebih tajam lagi membaca pesan Al-Quran, dimana di situ kita akan mendapatkan kupasan yang lebih jelas dalam persoalan-persoalan yang pelik ini, Allah SWT berfirman dalam sejumlah surat makkiyah, adalah sebagai berikut:

“Allah memberi petunjuk kepada orang yang kembali (bartaubat) kepada-Nya” (QS Ar-Ra’d: 6); “Orang-orang yang berjihad untuk membela agama Kami, pasti Kami tunjukkan jalan-jalan Kami (yang benar)” (QS Al-Ankabut: 69); dan “Orang-orang yang mengikuti pimpinan yang baik, Allah tambahkan petunjuk untuk mereka dan kepada mereka diberikan pula sifat takwa.” (QS. Muhammad 17)

Jelaslah dari ayat-ayat di atas bahwa hidayah yang dilimpahkan oleh Allah SWT kepada manusia itu adalah semata-mata sebagai kasih sayang-Nya yang diberikan pada hambanya yang giat beramal shalih. Jadi, hidayah yang diterima itu sebenarnya adalah buah kesungguhannya  menekan jiwanya sendiri, sehingga tidak berbuat keburukan dan lagi karena sukanya bertaubat, berpegang teguh kepada kebenaran dan membela mati-matian akan wahyu Tuhan yang diberikan kepada rasul-Nya. (w-islam.com)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>