Pondasi Keimanan yang Diajarkan Rasulullah SAW
Hal terpenting yang harus didalami oleh kaum muslimin adalah aqidah keimanan yang kuat laksana akar pohon yang menghujam ke bumi. Butuh waktu tiga belas tahun bagi Rasulullah SAW untuk menguatkan iman para sahabat. Bukan waktu yang sebentar. Itulah aqidah yang menjadi pondasi keimanan seseorang dalam menjalankan Islam. Tanpa aqidah yang teguh, tentu keimanan seseorang akan mudah goyah. Kita menjadi tidak yakin bahwa Allah-lah Yang Maha Berkuasa Atas segala sesuatu. Allah SWT menjadi tidak ada dalam kehidupan. Di dalam benaknya, hanyalah kekuatan manusia semata yang berperan.
Terdapat banyak kisah para sahabat yang bercerita tentang keimanannya terhadap Islam. Seperti sahabat Ibnul Atsir yang menyebutkan bahwa ketika delegasi Suwaid bin Harits al-Azdi datang menghadap Rasulullah SAW, beliau bertanya kepada mereka, “Siapa kalian?” Mereka menjawab, “Orang-orang yang beriman, wahai Rasulullah.”
Nabi tersenyum lalu berkata, “Sesungguhnya setiap ucapan itu ada buktinya, apa bukti iman kalian?”
Mereka menjawab, “Lima belas sifat (sebagai buktinya). Lima di antaranya adalah yang diiperintahkan oleh utusan-utusanmu untuk kami imani, lima yang engkau perintahkan kepada kami, dan lima yang sudah menjadi akhlak kami di masa jahiliah yang masih kami pertahankan kecuali bila ada yang tidak engkau suka.”
Nabi SAW bertanya, “Apa lima sifat yang telah diperintahkan oleh utusan-utusanku untuk kalian imani?”
“Utusan-utusanmu memerintahkan kami untuk beriman kepada Allah, para malaikat, kitab suci, para rasul dan kepada hari berbangkit setelah kematian.”
“Lalu apa lima hal yang aku perintahkan untuk kalian kerjakan?”
“Mengucapkan Lailahaillallah Muhammadurrasulullah, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji ke Baitullah jika mampu.”
“Kemudian apa lima hal yang sudah menjadi akhlak kalian di masa jahiliah?”
“Bersyukur ketika senang, sabar ketika musibah, ridha dengan pahitnya qadha (ketentuan Allah), ksatria di medan perang, dan tidak gembira dengan bencana yang menimpa musuh.”
Nabi SAW berkata, “Mereka adalah orang-orang bijak dan cerdik cendekiawan. Mereka hampir mencapai derajat para nabi karena kefaqihan mereka.”
Nabi kemudian melanjutkan, “Aku akan menambahkan lima hal lagi sehingga genap menjadi dua puluh sifat jika benar apa yang kalian katakan, ‘Jangan kumpulkan apa yang tidak akan kalian makan, jangan bangun apa yang tidak akan kalian tempati, jangan mengejar sesuatu yang akan sirna dari kalian, takutlah kepada Allah yang kepada-Nya kalian dikembalikan, dan diperlihatkan amalan-amalan kalian serta kejarlah sesuatu yang pasti akan kalian jumpai dan di sana kalian akan kekal.” Usdul Ghabah fi Ma’rifati. ash-Shahabah oleh Ibnul Atsir Rasulullah SAW telah meletakkan pondasi keimanan kepada Allah ‘azza wajalla yang hakiki untuk kaum tersebut dan juga untuk kita orang-orang sesudah mereka. Di antaranya adalah larangan dari lima hal terakhir yang telah membinasakan umat-umat terdahulu seperti kaum ‘Ad, Tsamud, dan umat-umat lain yang kehancuran mereka adalah akibat melakukan apa yang telah dilarang oleh Rasulullah SAW di atas.
Karena itu, kita tidak boleh membangun gedung-gedung yang megah hanya karena dorongan ingin tetap kekal dan abadi sebagaimana yang terjadi dulu dan sekarang. Bangunan yang didirikan hendaknya adalah atas dasar kebutuhan dan untuk kita tempati atau orang lain yang akan memanfaatkannya serta mampu menjadi solusi bagi masalah perumahan dan tempat tinggal.
Begitu pula dalam hal mengumpulkan dan menyimpan makanan serta larangan untuk berlomba-lomba mengejar dunia. Semua itu akan mengantarkan kita pada ketakwaan kepada Allah SWT. (w-islam.com//dari kitab 150 Qishah lish-Shaalihiin waz-Zuhhaad Juz I, Manshur Abdul Hakim)
Leave a Reply