Agar Allah Ridha Kepada Kita

Tidak ada manusia di dunia ini yang tidak punya salah, kecuali Rasulullah SAW yang ma’shum. Namun Allah SWT senantiasa menerima dengan tangan terbuka ketika hamba-Nya tersebut bertobat kepada Allah, mengakui bahwa dirinya telah berbuat salah.

“Sesungguhnya Allah lebih cinta kepada hamba-Nya yang bertobat daripada seseorang yang menemukan untanya yang hilang,” begitu kurang lebih Rasulullah SAW katakan. Dalam implementasi permohonan ampun, seringkali manusia mengulang-ulang kesalahannya kemudian bertobat lagi, bertobat lagi. Dia menyangka dengan bertobat bisa mengulangi kemaksiatan kepada Allah SWT. Begitu seterusnya. Padahal sesungguhnya dia terperangkap oleh perangkap iblis (talbis iblis).

Ada beberapa hal yang harus dilakukan seseorang agar ridha dan istigfarnya diterima seperti termaktub dalam kitab Nasaihul Ibad:

1.         Menyesali dengan sepenuh hati terhadap apa pun dosa dan kesalahan yang telah dilaksanakannya. Dia betul-betul merasa berdosa, merasa bersalah dan menyadari akan kekhilafan dirinya. Penyesalan itu ditandai dengan perasaan sedih, duka, dan kesadaran internal.

2.         Meninggalkan dengan segera terhadap apa pun dosa yang sedang dilakukannya, dia berhenti dengan serentak dan segera keluar dari kubangan nista tersebut.

3.         Bertekad untuk tidak akan pernah mengulangi perbuatan dosa tersebut apa pun alasannya dan seberat apa pun cobaannya, dalam kondisi bagaimana pun dia akan tetap untuk tidak akan terjun kembali kepada lingkaran setan tersebut.

4.         Dengan penuh tanggung jawab dia mengakui semua perbuatannya di hadapan manusia apabila dosa tersebut berhubungan dengan orang lain.

5.         Banyak menangis dan sedikit tertawa. Hal ini merupakan cerminan dari rasa penyesalan yang mendalam dalam dirinya. Betapa satu tetes air mata karena takut kepada Allah SWT dan penyesalan yang mendalam lebih baik dari pada dunia dan seisinya, begitulah nasihat Rasulullah SAW.

6.         Tidak banyak berbicara, karena orang yang banyak berbicara apalagi tanpa dipikirkan terlebih dahulu, akan menuai dosa dan kesalahan yang baru. Ada satu ungkapan yang mengatakan bahwa barangsiapa yang banyak bicara, akan banyak berbohongnya, sedangkan berbohong itu bagian dari dosa.

7.         Sedikit makan dan minum. Orang yang bertobat senantiasa menjauhi hidup berfoya-foya, makan enak dan minum nikmat di tempat yang mewah. Dia malu untuk melakukannya karena selalu ingat akan dosa terbesar yang pernah dilakukannya, dia betul-betul memperlihatkan rasa penyesalan tersebut dengan memperbanyak shaum, mengurangi makan kenyang, karena dia paham hal itu malah akan membuat dia lupa akan noda dan aib diri di hadapan Allah yang pada akhirnya mendorong dirinya untuk kembali kejurang kenistaan dan terjun kelautan penuh maksiat. Dia hanya makan dan minum untuk mengganjal perutnya agar kuat dalam beribadah dan bekerja.

8.         Sedikit tidur. Orang yang bertobat akan mengurangi jam tidurnya, serta menghidupkan sebagian malamnya untuk bersua dengan Allah SWT, menegakkan shalat, bersimpuh di hadapan Allah di atas hamparan sajadah dengan rintihan istigfar yang tidak pernah terhenti, matanya tidak mampu dipejamkan begitu panjang karena sibuk bertasbih, berzikir, dan melaksanakan ibadah lainnya. Dia tidur hanya sedikit saja untuk sekadar menghilangkan kepenatan dan kelelahan.

9.         Senantiasa merasa bahwa diri ini orang yang paling berdosa, badan yang senantiasa bergelimang nista, sehingga merasa malu dan takut kepada Allah. Rasanya tidak layak dirinya untuk meraih surga yang dijanjikan Allah karena kesalahan begitu besar yang pernah diakukan. Perasaan ini begitu penting dimiliki seorang hamba agar muncul dalam dirinya sikap tawadhu dan tadharru di hadapan Allah. Seyogyanya kita bercermin terhadap pengakuan agung Abu Nawas yang dahulunya seorang pemabuk namun kemudian hidayah merasuk ke dalam jiwanya sehingga dia berubah total 180 derajat. Ia menjadi ahli ibadah yang zuhud namun tetap saja dia tidak merasa layak karena perasaan dosa begitu besar dalam dirinya di hadapan Allah SWT. Kita mengenal istilah tersebut dengan istilah i’tiraf (sebuah pengakuan).

Introspeksi (muhasabah)  tiap hari menjelang tidur adalah satu kebiasaan yang baik. Hal tersebut agar selalu menjadi manusia yang tidak sombong. Manusia yang berserah diri kepada Islam. Akan tetapi, bila kita sering melakukan kesalahan, hendaklah bertobat dengan menyesalinya dengan sepenuh hati. Lakukan istigfar dan berjanji dalam hati yang paling dalam untuk tidak mengulangi lagi. Niscaya Allah SWT akan memberikan kita predikat sebagai hamba-Nya yang kelak akan mendapatkan ridha Allah. Wallahu’alam bisshawab. (w-islam.com)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>