Maladewa, Negeri Berpenduduk Muslim
Maladewa, sebuah negeri yang sangat tidak banyak orang yang tahu. Yang terkenal justru keindahan pantainya yang kerap kali dikunungi turis mancanegara kelas atas. Islam hadir di Maladewa sejak berabad lampau. Seperti di banyak kawasan, agama ini dibawa oleh pedagang asal Timur Tengah dan Gujarat untuk kemudian diterima luas masyarakat setempat. Karenanya, Islam telah menjadi agama resmi semenjak 800 tahun lalu.
Memasuki zaman modern, cahaya Islam tidak lantas pudar. Islam terus mengalami perkembangan, baik di pemerintahan maupun sosial kemasyarakatan. Ini misalnya ditunjukkan Presiden (saat itu) Mamun Abdul-Rashid dalam pidatonya bulan Juli 1984 yang tegas menyerukan, “Islam agamaku.” Menurutnya, Islam merupakan pandangan hidup ideal. Islam juga sangat dinamis dan mampu mengikuti perkembangan zaman hingga akan membawa kemanfaatan bagi siapa pun, dimana pun dan kapan pun. “Sistem dalam Islam dapat menjangkau setiap aspek pada kehidupan bermasyarakat.”
Sebagai tindak lanjut, di bulan Nopember 1984 presiden mencanangkan proyek pembangunan komplek Masjid Jami dengan biaya 7 juta dolar AS. Upaya ini diharapkan semakin menambah ghirah keislaman pada segenap komponen masyarakat. Tahun 1997 lahir undang-undang negara yang menyatakan Islam sebagai agama resmi negara. Ditetapkan pula bahwa setiap warga negara harus beragama Islam dan pengamalan agama selain Islam dilarang berdasarkan undang-undang. Perkecualian bagi orang asing yang nonmuslim, mereka bisa menjalankan ibadah sesuai kepercayaannya namun harus dilakukan secara privasi serta tidak diperbolehkan mengajak penduduk untuk berpartisipasi. Dalam hal ini, presiden merupakan ‘penguasa tertinggi penegak syariat Islam’.
“Islam telah menjadi karakteristik penduduk Maladewa karena mereka percaya Islam membawa kedamaian dan kesejahteraan,” begitu bunyi laporan International Religious Freedom Report tahun 2004. Presiden Maumoon Abdul Gayoom setahun lalu juga mengariskan kembali pendirian negara ini, yaitu tak ada agama selain Islam di negaranya. Untuk itu, presiden kemudian menginstruksikan Menteri Dalam Negeri menyusun langkah-langkah untuk mempertahankan dan menjaga kesatuan agama. Maka terbentuklah Mahkamah Tinggi Agama Islam yang dapat memberikan arahan-arahan di bidang agama. Di samping itu, disiapkan pula pedoman dan standar pelaksanaan ibadah sehingga amal ibadah umat dapat diterima di sisi Allah SWT.
Pemerintah juga melarang peredaran barang atau material apapun yang bercirikan non-Islam, namun diperbolehkan menyimpan literatur-literatur agama, seperti Injil, tapi hanya untuk kepentingan pribadi. Begitu pun penjualan pernak-pernik agama non-Islam (misalnya kartu dan pohon Natal), kecuali hanya dibatasi untuk orang asing dan turis. Langkah serta kebijakan lain adalah pelarangan bagi aktivitas penyiaran agama non-Islam serta misionaris. Peralihan agama dari Islam ke non-Islam sangat bertentangan dengan hukum syariat dan dapat berdampak bagi hilangnya hak kewarganegaraan.
Tahun 1214, hampir seluruh penduduk Maladewa memeluk Islam berkat kegigihan imam asal Arab, Abu Barakat Berberi. Begitu besar pengaruhnya hingga penguasa Hindu di sana kala itu, Dharam Sant, juga beralih ke agama Islam. Dia lantas mengubah namanya menjadi Sultan Muhammad Ibn Abdullah. Peristiwa itu menjadi tonggak paling penting dalam perjalanan sejarah Republik Maladewa nama resmi negara ini. Hingga kini pun, masyarakat di sana selalu mengenangnya sebagai peristiwa “Revolusi Spiritual.”
Adalah cerita mistik juga yang membawa penduduk Maladewa menuju kebenaran. Negeri kepulauan di Samudera Hindia ini dihuni oleh penduduk yang hampir seratus persen beragama Islam. Sebagai negara yang berdekatan dengan India dan Sri Lanka yang sebagian penduduknya beragama Hindu dan Budha, kehadiran Islam di negara yang berpenduduk hanya 400 ribu orang itu tentu sebuah keunikan. Letaknya yang strategis berada di persilangan Asia mengakibatkan tempat ini menjadi persinggahan para pedagang sebelum melanjutkan perjalanan menuju tanah Melayu.
Di pulau itu, masjid atau lebih dikenal sebagai miski, menjadi simbol penting pusat Islam dipraktikkan. Setiap hari Jumat, toko dan kantor di kota-kota dan desa sudah tutup sekitar pukul 11 pagi. Selalu ada masjid di negeri ini. Kebanyakan bangunan masjid dicat putih dan terbuat dari batu karang dengan menggunakan seng atau jerami sebagai atapnya. Di Malé, Islamic Center dan Masjid Besar yang dibangun pada tahun 1984 dengan dana dari negara-negara Teluk Persia, Pakistan, Brunei, dan Malaysia, berdiri elegan. Pada awal tahun 1991 saja, Maladewa sudah memiliki total 725 masjid dan 266 masjid berbeda untuk perempuan.
Di Maladewa, lima belas menit sebelum adzan, semua toko dan kantor tutup. Selama bulan Ramadan, semua kafe dan rumah makan juga tutup, dan hanya buka menjelang waktu berbuka dan pada pada malam hari. Namun suasana Maladewa yang seperti itu selama ini selalu terisolasi. Dunia tak banyak mengetahui, dan Maladewa seolah terisolasi dari pusat sejarah Islam di Timur Tengah dan Asia. Justru yang paling banyak diberitakan adalah tentang pesona kawasan ini yang banyak menarik minat para selebriti dunia.
Populasi Maladewa sendiri terbilang sedikit (sekitar 400,000 jiwa) dan ukuran kawasannya pun terbilang kecil (hanya sekitar dua kali lebih besar daripada Washington). Pada tahun 2008, pemerintahan Maladewa menyusun sebuah undang-undang bahwa non-Muslim tidak boleh menjadi warga negara Maladewa.
Maladewa adalah negara dengan dataran paling rendah di dunia ini, hanya 2,3 meter dari permukaan laut. Kecuali kelapa, di Maladewa hampir tidak ada lagi buah-buahan lain yang tumbuh subur. Hasil alam yang paling menonjol adalah produksi ikan tuna. Keindahan alam Maladewa sudah tidak asing dalam menarik para wisatawan mancanegara.
Penduduk Maladewa kebanyakan imigran dari Sri Lanka yang awalnya banyak menganut Hindu. Namun penguasa Maladewa mengharuskan siapapun yang ingin tinggal di Maladewa menganut Islam yang sangat dominan akan Sunni-nya. Maladewa berjalan dalam kepemimpinan Islam sejak tahun 1153.
Maladewa, sebuah negara kecil di tengah laut lepas yang gigih mempertahankan keislamannya. Mereka hidup makmur tanpa intervensi asing. Siapa pun juga yang memegang Islam sebagai sebuah sendi kehidupan, Allah SWT akan menjaga dan memenuhi kebutuhannya. Maladewa tegak berdiri dengan kewibawaan dan kemuliaan mereka sendiri dengan Islam sebagai landasan kehidupan. Bagaimana dengan Indonesia? (w-islam.com/berbagai sumber)
Naskah Terkait Sebelumnya :
Indeks Kabar
- KH Cholil Ridwan: Agar Tak Tergerus Zaman, Umat Islam Harus Melek Politik
- Bentrok di Komplek Al-Aqsha, Aparat Israel Kian Agresif
- Pengurus Masjid Kampung Luar Batang: Jangan Jadikan Kami Warga Kelas Tiga
- Indikator Kota Islami Bukan Hanya dari Sisi Spiritual
- Inilah Awal Mula Merebaknya Gereja Ilegal di Aceh Singkil
- Malaysia Serukan ASEAN Selidiki Kekejaman Terhadap Muslim Rohingya
- Kamboja Terapkan Sertifikasi Halal
- Menteri Prancis Geram Ada Wali Kota yang Hanya Terima Pengungsi Kristen
- Austria Larang Penyebaran Alquran dan Penggunaan Cadar di Tempat Umum
- Ahli Tafsir Jerman Pelajari Terjemahan Alquran Indonesia
-
Indeks Terbaru
- Jerman Kritik Netanyahu Terkait Peta Timur Tengah tanpa Palestina
- Heboh Xi Jinping Buat Al-Quran Versi China, Seperti Apa?
- Seorang Ibu Tunaikan Nazar Jalan Kaki Lamongan – Tuban setelah Anaknya Tuntas Hafal Al-Quran
- Menemukan Kedamaian Dalam Islam
- Dahulu Anti-Islam, Politikus Belanda Ini Temukan Hidayah
- Masjid di Siprus Yunani Diserang Bom Molotov Disertai Vandalisme: Islam tidak Diterima
- 24 Jam Sebelum Meninggal, Anthony Jadi Mualaf
- Pengadilan Turki Perintahkan Tangkap Rasmus Paludan, Pembakar Al-Quran di Swedia
- Georgette Lepaulle Bersyahadat di Usia Tua
- Uni Eropa Tegaskan Pembakaran Alquran tidak Memiliki Tempat di Eropa
Leave a Reply