Hati-hati dengan Kotornya Ruh

Tubuh manusia terdiri dari dua komponen; jasad dan ruh. Namun, ruh itulah tempat segala hal bermula. Ruh yang membuat seseorang beriman atau mengingkari ajaran Allah SWT.  Ruh manusia bisa bersih bisa pula kotor. Kotornya ruh Ilahi terjadi karena dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu pertama, faktor internal, berupa hawa nafsu sedangkan kedua, faktor eksternal, yaitu adanya godaan setan yang setiap saat selalu berupaya menggelincirkan manusia dari jalan Allah, jalan Islam.

Hawa nafsu

Sebenarnya hawa nafsu tidak harus dikonotasikan kepada hal yang negatif. Hawa nafsu seperti pisau bermata dua. Dia menampilkan dirinya dengan dua kutub tampilannya yaitu positif dan negatif. Hawa artinya keinginan dan nafsu artinya diri. Hawa nafsu artinya keinginan-keinginan diri. Ini harus dikendalikan, kalau tidak akan kebablasan. Bila keberadaannya tidak segera dicegah atau dikendalikan, ia akan menimbulkan ekses negatif yang cepat atau lambat akan menghancurkan segalanya.

Hal ini penting, karena kita sering tersiksa oleh keinginan-keinginan yang terkadang tidak realistis dan rasional. Misalnya, seorang petani ingin menjadi presiden atau yang tua ingin kembali ke muda. Tentu ini sangat menyiksa kalau tidak diarahkan untuk menerima saja kenyataan yang ada, sambil tetap bertawakal dan beramal dengan amal yang baik dan saleh.

Yang lebih ekstrem lagi adalah hawa nafsu yang diperturutkan akan menjadi dewa atau tuhan baru dalam hidup kita. Hilang kepercayaan diri kita kepada kebenaran dan seluruh janji Allah. Kemauan kita adalah kemauan kita bukan kemauan Allah. Keengganan kita adalah keengganan kita bukan keengganan Allah swt.. Karena sedemikian bahaya, sedapat mungkin kita mencegah diri dari hawa nafsu dengan dibimbing oleh cahaya keimanan yang bertahta di balik dada kita.

Godaan setan

Setan adalah makhluk yang diciptakan Tuhan untuk memalingkan niat dan perbuatan manusia kepada Allah. Permusuhan abadi antara manusia dan setan dimulai sejak berhasilnya iblis (atasan setan) menggoda Adam dan Hawa sampai membawa risiko diusir dari surga. Musuh harus diperlakukan sebagai musuh, jangan sekali-kali diperlakukan sebagai teman. Terhadap setan, manusia tidak boleh berbaik-baik kepadanya, jangan memberinya maaf, karena walaupun setan diberikan maaf, dia akan kembali memusuhimu.

Jangan sekali-kali menduga bahwa dia pada suatu saat dapat bersikap netral terhadap Anda, apalagi menjadi teman manusia. Memang, manusia yang bermusuhan dengan manusia lain, boleh jadi suatu ketika akan berteman, tetapi setan tidak demikian. Ia adalah musuh abadi hingga akhir zaman. Permusuhan tersebut diisyaratkan secara implisit dalam firman-Nya,

“Lalu keduanya digelincirkan oleh setan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan Kami berfirman, ’Turunlah kamu! Sebahagian kamu menjadi musuh bagi yang lain dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan.’” (QS Al-Baqarah: 36)

Ada juga yang berpendapat bahwa permusuhan yang dimaksud adalah permusuhan antara anak cucu Nabi Adam. Ini sebagai bentuk informasi kepada Adam dan Hawa bahwa akibat perbuatannya itu lahir ketidakseimbangan dalam jiwa mereka yang pada gilirannya akan melahirkan dalam jiwa anak cucunya sifat-sifat negatif. Oleh karena itu, Thahir Ibnu Asyur berkata, “Akhlak manusia dapat diwariskan. Betapa tidak! Bukankah dia merupakan salah satu hal yang dapat memengaruhi orang lain akibat pergaulan dan kebersamaan.”

Ketidakseimbangan jiwa akan mengakibatkan keresahan yang boleh jadi berdampak kepada stres, depresi, dan lain-lain. Ketidakseimbangan tersebut menunjukkan bahwa kekuatan untuk melaksanakan yang baik dan benar dan upaya menolak yang buruk dan salah tidak berjalan dengan semestinya sesuai dengan fitrahnya. Kerja hati menjadi berat sebelah.

Dari sini, secara psikologis, lahirlah kegelisahan dan kegundahan dikarenakan niat dan perbuatan jauh dari kemauan hati nurani. Terhadap masalah ini, banyak hadits Rasulullah saw. menggambarkan bahwa kalau kita ingin tahu mana yang baik dan benar harus bertanya kepada hati nurani. Demikian pentingnya peranan hawa nafsu bagi keberlangsungan kehidupan kita.

“Mintalah fatwa pada dirimu, mintalah fatwa pada hatimu, wahai Wabishah (bin Ma’bad al-Aswadi). (Nabi mengulanginya sampai) tiga kali. Kebaikan adalah sesuatu yang membuat jiwa tenang dan membuat hati tenang. Dosa adalah sesuatu yang (terasa) kegelisahan dalam jiwa dan (terasa) bimbang dalam dada.” (HR. Ahmad)

Adanya kesadaran untuk melakukan perbuatan dosa yang menyalahi fitrah atau suara hati nurani kita akan membuat kita selalu dihantui perasaan bersalah. Tapi ada kemungkinan perasaan bersalah itu sirna jika kesalahan itu sudah menjadi kebiasaan. Berbuat baik dan buruk, efek ke jiwa menjadi tidak terasa karena sudah imun secara ruhani. Suasana itu akan berbalik kalau Allah menunjukkan ke-Mahagungan-Nya lewat alam untuk memberi peringatan kepada manusia atau mengazab karena kelalaian yang sudah terbiasa. Wallahu a’lam. (w-islam.com/sumber: Jalan-jalan Kebahagiaan)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>