Tiga Cara Mencapai Kebaikan Dunia-Akhirat
Dari Ibnu Mas’ud Nabi bersabda, ”Ada tiga macam perkara, siapa yang mendapatkannya akan mencapai kebaikan dunia dan kebaikan akhirat; ridha akan takdir dan ketentuan, sabar atas bala dan ujian, berdoa di kala senang.”
Beruntunglah seseorang yang bisa mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat. Banyak manusia hanya memiliki salah satunya atau bahkan tidak kedua-duanya. Ada orang yang sengsara di dunia tapi di akhirat mendapat surga. Banyak pula orang yang di dunia bersuka cita namun di akhirat masuk neraka. Paling sial adalah orang yang di dunia sengsara dan di akhirat masuk neraka. Itulah orang miskin yang ingkar.
Bagaimana agar mendapatkan kebaikan di dunia juga kebaikan di akhirat? Rasulullah SAW memberikan resep yang tidak sulit dan tidak muluk-muluk. Cukup tiga perkara. Pertama adalah ridha terhadap takdir yang menimpa dirinya. Keridhaan ini dicerminkan dari rasa khusnudzan selalu kepada Allah. Ia selalu merasa bahwa apa yang ditakdirkan Allah pada dirinya adalah sesuatu yang paling baik baginya. Kadang ia menginginkan sesuatu namun keinginannya tidak tercapai. Takdir Allah-lah yang berlaku, meskipun takdir itu berlawanan dengan keinginannya. Namun ia tetap berprasangka baik bahwa itu adalah untuk kepentingan dirinya juga. Ia akan selalu ingat firman Allah, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah Maha Mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui.” (al-Baqarah: 216)
Orang yang ridha kepada takdir serta selalu berkhusnudzan kepada Allah, sungguh dia adalah orang yang beruntung. Orang ini selalu tenang. Tidak pernah panik, tidak pernah susah. Ketika ada suatu musibah menimpa dirinya, ia berpikir bahwa kejadian ini memang sudah ditakdirkan Allah kepada dirinya. Tatkala putra kesayangannya meninggal ia pun ridha. “Barang yang dititipkan Allah kepadaku sudah diambil kembali. Sebagai orang yang dititipi barang, sudah sewajarnya aku ridha saat yang punya mengambilnya,” begitu ungkapan keikhlasan dirinya menerima takdir. Demikian juga ketika Allah mengaruniakan sesuatu kepada dirinya tidaklah ia takabur dan lupa diri. Biasa-biasa saja. Sebab ia yakin di dalam anugrah itu ada tanggung jawab yang besar yang harus dia laksanakan.
Orang yang ridha atas takdir Allah akan lebih tenang hidupnya. Itulah kebaikan dunia yang dia dapatkan. Sedangkan di akhirat sudah pasti Allah akan memberikan ganjaran yang besar atas keridhaan menerima apa yang sudah Allah gariskan.
Kedua adalah sabar atas segala musibah yang menimpa dirinya. Banyak orang mengaku diri sebagai orang yang hebat, orang yang kuat. Tapi ketika diterpa permasalahan hidup, dia tidak sabar. Stres, kalut, panik. Akhirnya hilang ingatan atau arah hidupnya menjadi tidak menentu. Orang yang sabar menghadapi berbagai macam cobaan hidup akan dapat merasakan manisnya hidup. Pada saat ia mampu sabar, ikhlas, dan menahan diri, muncullah kenikmatan itu. Dari kesabaran yang ikhlas akan muncul rasa syukur.
Misalnya seorang anak ditinggal mati ayahnya yang sangat dicintainya. Orang ini sudah tentu sangat sedih. Namun ia mampu bersabar. Ketika datang para sahabat, tetangga, sanak famili melihat jenazah ayahnya akan segera muncul rasa syukur. ”Alhamdulillah, ternyata ayah seorang yang dihormati,” ucap sang anak menyaksikan banyaknya tamu yang melayat. Para tamu tentu juga tidak diam saja. Mereka menghibur sang anak agar bersabar dan jangan bersedih. Akhirnya kesabaran anak itu akan melahirkan kebaikan bagi dirinya. Dan jangan lupa, di akhirat kelak kesabaran itu akan mendapatkan penghargaan dari Allah melebihi hiburan yang diberikan para tamunya tadi.
Ketiga adalah orang yang bersyukur. Ungkapan syukur tersebut dinyatakan dengan berdoa ketika dalam keadaan senang. Orang yang berdoa ketika dalam keadaan susah tentu umum, wajar, dan biasa. Orang tersebut pasti berdoa agar kesusahannya diangkat Allah dari dirinya. Sedangkan orang yang berdoa di kala senang merupakan orang yang hebat.
Sesungguhnya orang yang berdoa di kala senang pada hakikatnya sedang melakukan pengendalian diri. Ketika seorang karyawan dipromosikan oleh atasannya, ia segera melakukan sujud syukur. Namun setelah itu dia harus menjaga rasa syukurnya itu dengan berdoa. Sebab di dalam jabatan barunya itu ada amanah yang demikian besar.
Banyak tantangan menghadang di depan. Di sela kegembiraan menerima jabatan barunya itu, ia berdoa kepada Allah untuk diberikan bimbingan menghadapi kenikmatan yang diberikan kepadanya. Itulah orang yang bersyukur dalam arti yang sebenarnya, sebagaimana firman Allah, “Jika engkau bersyukur kepada-Ku niscaya Aku tambah nikmat-Ku. Namun jika engkau mengingkari, sesungguhnya azab-Ku amat pedih.” (Ibrahim : 7) Di akhirat orang seperti ini akan mendapatkan pahala yang besar. Semoga kita termasuk di dalamnya. (sumber: “Kebeningan Jiwa”, Budi Handrianto)
Leave a Reply