Habib Munzir Al-Musawa Wafat

“Innalillahi wa Inna Ilaihi raji’un, telah meninggal dunia, guru Kita, Alhabib Munzir Almusawa, Minggu sore, 15 September 2013”. Pengumuman ini termuat dalam laman majelisrasulullah.org

Habib Munzir adalah pimpinan Majelis Dzikir Rasulullah SAW yang memiliki ribuan pengikut dan cukup tenar nama dan majelisnya, khususnya di Ibu Kota dan sekitarnya. Lelaki kharismatik ini lahir di Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, 23 Februari 1973.

Beliau mendirikan Majelis Dzikir Rasulullah pada masa reformasi, 1998, yang belakangan menjadi kelompok pengajian populer di Jakarta. Ribuan pelayat berduyun-duyun bertakziyah ke kediaman rumah duka di Komplek Liga Mas, Pancoran, Jakarta Selatan.

Menurut sumber, wafatnya beliau disebabkan pada Ahad pagi tersebut terjatuh di rumahnya karena sesak nafas dan pusing, yang kemudian dibawa keluarganya ke RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Hingga bertahan sore di rumah sakit tersebut, akhirnya beliau menghembuskan nafas terakhir pada sekitar pukul 15.30 WIB.

Jenazah beliau menurut rencana akan dishalatkan pada hari Senin (15/9/2013) ba’da Dzuhur di Masjid Raya Almunawar Pancoran.

Habib Munzir merupakan sosok yang tak kenal lelah berdakwah. Mulai berdakwah siang dan malam dari rumah kerumah di Jakarta, beliau tidur dimana saja di rumah-rumah masyarakat, bahkan pernah ia tertidur di teras rumah orang karena penghuni rumah sudah tidur dan ia tak mau membangunkan mereka di larut malam.

Setelah berjalan kurang lebih enam bulan, Habib Munzir memulai membuka Majelis setiap malam selasa (mengikuti jejak gurunya Al Habib Umar bin Hafidz yang membuka majelis mingguan setiap malam selasa), dan beliau pun memimpin Ma’had Assa’adah, yang di wakafkan oleh Al Habib Umar bin Hud Alattas di Cipayung. Setelah setahun, beliau tidak lagi meneruskan memimpin ma’had tersebut dan melanjutkan dakwahnya dengan menggalang majelis-majelis di seputar Jakarta.

Habib Munzir membuka majelis malam selasa dari rumah ke rumah, mengajarkan fiqh dasar, namun tampak umat kurang bersemangat menerima bimbingannya, dan beiau terus mencari sebab agar masyarakat ini asyik kepada kedamaian, meninggalkan kemunkaran dan mencintai sunnah sang Nabi SAW.

Maka Habib Munzir merubah penyampaiannya. Beliau tidak lagi membahas permasalahan fiqih dan kerumitannya, melainkan mewarnai bimbingannya dengan nasehat-nasehat mulia dari Hadits-hadits Rasul SAW dan ayat Al-Quran dengan amr ma’ruf nahi munkar. Lalu beliau memperlengkapi penyampaiannya dengan bahasa sastra yang dipadu dengan kelembutan ilahi dan tafakkur penciptaan alam semesta, yang kesemuanya di arahkan agar masyarakat menjadikan Rasul SAW sebagai idola.

Maka pengunjung atau jamaah semakin padat hingga beliau memindahkan majelis dari musholla ke musholla, lalu musholla pun tak mampu menampung hadirin yang semakin padat, maka Habib Munzir memindahkan majelisnya dari masjid ke masjid secara bergantian.

Mulailah timbul permintaan agar majelis ini diberi nama, Habib Munzir dengan polos menjawab, “Majelis Rasulullah?” Karena memang tak ada yang dibicarakan selain ajaran Rasul SAW dan membimbing mereka untuk mencintai Allah dan Rasul Nya, dan pada dasarnya semua majelis taklim adalah Majelis Rasulullah SAW. (sumber: majelisrasulullah.org dan lainnya)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>