Aturan Islam Tentang Pergaulan Lawan Jenis
Dinul Islam adalah agama yang sempurna. Pengabdian dan peribadatan kepada sanga Pencipta, Allah Ta’ala, tak hanya dinilai dari ibadah fisik seperti shalat dan dzikir semata. Namun, masalah dalam kehidupan sehari-sehari juga tak luput dari perhatian Islam.
Salah satu contohnya adalah masalah pergaulan atau interaksi antara laki-laki dan perempuan, terutama mereka yang tidak ada hubungan dengan kekerabatan (mahram).
Jika menyaksikan pergaulan lawan jenis di era modern sekarang sangat tampak bahwa sebagian dari mereka tidak mencerminkan jati dirinya sebagai orang-orang yang berpegang pada Islam sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW.
Bahkan, parahnya di antara mereka ada yang melakukan pergaulan kelewan batas hingga terjadi perzinahan. Naudzubillah! Padahal, zina termasuk salah satu dosa besar yang diancam Allah SWT dengan siksa yang pedih di akhirat kelak.
Aturan pergaulan laki-laki dan perempuan dalam Islam tak hanya peruntukkan bagi mereka yang belum berkeluarga, namun juga mereka yang sudah menikah. Fenomena selingkuh yang belakangan marak di masyarakat memberikan pertanda adanya sebagian orang-orang yang secara fisik mengaku beragama Islam tapi mengindahkan ajaran Islam itu sendiri.
Ada sejumlah aturan Islam yang ditetapkan dalam hal pergaulan laki-laki dan perempuan. Syaikh Yûsuf Al-Qaradhâwî, seorang ulama yang perhatian pada masalah-masalah kontemporer, memaparkan enam aturan Islam dalam pergaulan antara laki-laki dan perempuan, yang terdapat dalam kitabnya “Fatwa-fatwa Kontemporer”, yaitu:
1. Menahan pandangan baik dari pihak laki-laki maupun perempuan. Terlebih pandangan yang disertai dengan nafsu syahwat sangat terlarang. Memandang lawan jenis hendaknya juga sekadar sekilas, dan tidak berlama-lama tanpa adanya keperluan, sebagaimana firman Allâh, “Katakanlah kepada orang-orang mukmin laki-laki; hendaklah mereka menahan pandangan mata mereka dan memelihara kemaluannya…”. (QS. An-Nûr:30)
Firman-Nya pula, “Dan katakanlah kepada para mu’minât (perempuan), agar mereka juga menahan pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka…” (QS. An-Nûr:31)
2. Kaum perempuan harus mengenakan pakaian atau busana yang sopan menurut kententuan syariat Islam, yakni yang menutup seluruh tubuh, selain muka dan telapak tangan. Pakaian jangan tipis dan jangan dengan model yang menampakkan bentuk tubuh.
Allâh berfirman, “…dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung (jilbab) ke dadanya…”. (QS. An-Nûr: 31)
Diriwayatkan dari beberapa shahabat bahwa perhiasan yang biasa tampak ialah muka dan tangan. Hal demikian disinggung oleh Allah SWT dalam firman-Nya, “…….Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu…”. (QS. Al-Ahzâb:59)
3. Mematuhi adab-adab wanita muslimah dalam segala hal, terutama dalam pergaulannya dengan laki-laki :
a. Dalam hal perkataan, harus menghindari ucapan yang merayu dan membangkitkan rangsangan. Allâh berfirman, “…Maka janganlah kalian melemahlembutkan suara dalam berbicara, sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik”. (QS. Al-Ahzâb 32)
b. Dalam berjalan, jangan memancing pandangan orang. Firman Allâh, “…Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan…”.(QS. An-Nûr:31)
c. Dalam gerak, jangan berjingkrak atau berlenggang-lenggok, seperti yang disebutkan dalam hadits, yang artinya, “(Yaitu) wanita-wanita yang menyimpang dari ketaatan dan menjadikan hati laki-laki cenderung kepada kerusakan (kema’shiatan)”. (H.R. Ahmad dan Muslim)
Jangan pula ber-tabarruj (menampakkan ‘aurat) sebagaimana yang dilakukan perempuan-perempuan massa jahiliyyah tempo dulu maupun jahiliyyah modern.
4. Menjauhkan diri dari wangi-wangian yang semerbak harum dan warna-warna perhiasan yang seharusnya dipakai di rumah, bukan di jalan dan di pertemuan-pertemuan dengan kaum laki-laki.
5. Jangan berdua-duaan (lawan jenis) tanpa disertai mahram. Banyak hadits shahîh yang melarang hal ini seraya mengatakan, “Karena yang ketiga adalah syaithân”. Jangan berduaan sekali pun dengan kerabat suami atau isteri. Sehubungan dengan ini, terdapat hadits yang berbunyi, “Janganlah kalian masuk ke tempat wanita”. Mereka (shahabat) bertanya: ‘Bagaimana dengan ipar wanita?’. Beliau menjawab: “Ipar wanita itu membahayakan”. (H.R. Al-Bukhârî). “Membahayakan” di sini maksudnya jika berduaan dengan kerabat suami atau isteri dapat menyebabkan fitnah.
6. Jika diadakan pertemuan, maka pertemuan itu harus sebatas keperluan yang dikehendaki untuk bekerja sama, tidak berlebih-lebihan yang dapat mengeluarkan perempuan dari naluri kewanitaannya, menimbulkan fitnah, atau melalaikannya dari kewajiban sucinya mengurus rumah tangga dan mendidik anak-anak. (w-islam)
Leave a Reply