Tangkal Pemikiran Menyimpang

Begitu banyak problematika di Indonesia, mulai yang berkaitan dengan kehidupan sosial, budaya, dan keagamaan, bahkan lebih spesifik masuk ke ranah penyimpangan aqidah. Buku karya Fahmi Salim ini berupaya mengkritisi secara tajam dan cerdas berbagai problematika tersebut.
Salah satu bahasan penting dalam buku ini disebutkan bahwa tuntutan kesetaraan perempuan dan laki-laki sudah sejak dahulu disuarakan kaum perempuan di zaman Rasulullah SAW. Jadi, bukan tuntutan di masa modern saja. Bedanya, dahulu posisi teologis Islam sudah tuntas, jelas, dan gamblang, diterima dengan ikhlas dan taat, tetapi sekarang justru digugat, dikaburkan, dan hendak dirombak total.

Al-Quran tak hanya mengakui hak keagamaan dan sosial kaum perempuan, tetapi juga mengakui hak-hak perempuan dalam bidang ekonomi seperti kepemilikan pribadi (mahar dan warisan), sewa-menyewa, jual beli, dan semua jenis akad muamalah perempuan diakui secara penuh. Demikian pula dijamin hak-hak mereka untuk belajar dan mengajarkan ilmunya, berkontribusi bagi kemajuan bangsa dan negara.
Namun, kalangan liberal sangat gemar menafsirkan tafsir secara liberal (bebas). Tak jarang kamu liberal mempertentangkan dalil universal dari Al-Qur’an dan Hadits yang menyetarakan laki-laki dan perempuan dengan dalil partikular yang membedakan keduanya.
Fahmi Salim seorang pakar Al-Qur’an yang juga anggota Majelis Tarjih PP Muhammadiyah dan Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI, berhasil menangkis pemikiran-pemikiran kaum liberal, Syi’ah, maupun Ahmadiyah yang gemar sekali menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan metode mereka.
Salah satu bagian tulisan Fahmi mendedahkan soal non-Muslim sebagai wali (pemimpin) umat Islam. Padahal masalah ini sudah disinggung oleh Allah SWT dalam Al-Quran surat An-Nisaa: 138-141, dimana Allah mengancam orang-orang munafik yang menjadikan orang kafir dengan api neraka:
“Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin dengan meninggalakn orang-orang Mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Ketahuilah bahwa semua kekuatan itu milik Allah. Dan sungguh, Allah telah menurunkan (ketentuan) bagimu di dalam Kitab (Al-Quran) bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk bersama mereka, sebelum mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena (kalau tetap duduk dengan mereka), tentulah kamu serupa dengan mereka.
Sungguh Allah akan mengumpulkan semua orang munafik dan orang-orang kafir di neraka Jahanam, (yaitu) orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada dirimu. Apabila kamu mendapat kemenangan dari Allah, mereka berkata, ‘Bukankah kami (turut berperang) bersama kamu?’ Dan jika orang kafir mendapat bagian, mereka berkata, ‘Bukankah kami turut memenangkanmu dan membela kamu dari orang Mukmin?’ Maka Allah akan memberi keputusan di antara kamu pada hari kiamat. Allah tidak akan memberi jalan kepada orang kafir untuk mengalahkan orang-orang beriman.”
Syekh Muhammad Abu Zahra, tulis Fahmi, mengatakan, ciri mereka (orang munafik) adalah mencari pertolongan kejayaan dan kemuliaan dari orang-orang kafir, loyalitas mereka diberikan kepada kaum kafir bukan kepada negara (umat) Islam, dan menjadikan loyalitas itu untuk melawan orang Mukmin atau sengaja mengingkari dan menjauhi loyalitas kaum Mukmin, malah berkoalisi dengan orang-orang kafir (lihat kitab Zahratu At-Tafasir, vol.4/1909).
Dalam realitas kontemporer misalnya, orang kafir mengolok-olok dengan pernyataan bahwa ayat konstitusi harus didahulukan daripada ayat kitab suci. Orang Mukmin yang duduk bersama mereka saat mendengarnya harus segera berpaling dan meluruskan olok-olok tersebut dengan keimanan yang tegar.
Ayat tersebut adalah peringatan buat orang Mukmin untuk tidak menghadiri dan menyimak orang kafir dan munafik yang melecehkan ayat Allah dan hukum Islam. Sebab kata ulama, mendengarkan keburukan adalah keburukan itu sendiri. Mendengarkan pelecehan terhadap Al-Quran bisa jadi mengantarkan pendengarnya iktu melecehkan Al-Quran. Keburukan pertama dimulai dari mendengarkan keburukan itu sendiri, tegas Syekh Abu Zahrah.
Buku ini merupakan sebuah karya pemikiran dan kritisi tajam yang patut Anda baca. (w-islam.com)

Judul buku : Tafsir Sesat, 58 Essai Kritis Wacana Islam di Indonesia
Penulis : Fahmi Salim, MA
Penerbit : Gema Insani/ November 2013


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>