Thalhah Bin Ubaidillah: Seorang Sahabat yang Dijanjikan Surga

Thalhah telah menyatakan keislamannya sejak awal terbitnya fajar dakwah, dan bergabung dengan kapal iman sejak awal keberangkatannya. Ia menempatkan dirinya pada posisi yang istimewa dalam barisan terdepan yang mendahului penduduk bumi lainnya untuk mengangkat bendera dakwah. Ia maju dengan seluruh kekuatan dan gelora semangat seorang pemuda dan kejujuran orang-orang yang ikhlas serta dedikasi seorang pecinta dalam membela agamanya. Dalam setiap peristiwa ia memberikan sebuah kontribusi nyata, dan bahkan seringkali ia mempersembahkan banyak kontribusi penting dalam satu peristiwa.
Nikmat Allah sekan terus mengalir tanpa putus kepadanya. Dan itu ditambah dengan berbagai kabar gembira yang diberikan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam keapdanya serta berbagai pujian beliau untuknya atas kiprah dan kontribusinya yang begitu banyak. Maka terkumpullah dalam diri Thalhah berbagai kelebihan dan keutamaan yang biasanya dimiliki oleh beberapa orang sekaligus dan hanya didapatkan oleh mereka yang berusaha menggapai puncak.
Baris pertama yang terukir dalam lembar keutamaannya adalah kedudukannya sebagai kelompok pertama yang masuk Islam, dan diikuti dengan pembelaannya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam dakwahnya dan ketika menghadapi berbagai siksaan di Mekah. Ia ikut berperan dalam mengibarkan benderah dakwah bersama beliau, lalu berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya untuk berperan dalam membangun Negara Islam di Madinah Al-Munawwarah. Di sana ia meneruskan torehan kisah-kisah kepahlawanan yang mengagumkan. Rasulullah SAW beraksi untuknya bahwa ia termasuk ahli Badar, lalu ikut dalam perang Uhud. Di perang tersebut Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memuliakannya dengan pujian yang bahkan sulit untuk diungkapkan, dan mewajibkan baginya surga atas kiprahnya di sana dan di berbagai peristiwa lainnya. Ia turut hadir dalam perang Hudaibiyah dan memberikan Bai’atur Ridhwan di bawah pohon. Rasulullah SAW mengumumkan di hadapan seluruh shshabat bahwa Thalhah termasuk di antara mereka yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah, dan bahwa ia adalah seorang syahid yang berjalan di muka bumi, dan menjulukinya dengan Thalhah Al-Fayyadh (yang dermawan).
Seluruh keistimewaan dan kelebihan ini menyatu dalam dirinya, yang membentuk sebuah mahkota yang berkilauan di atas kepalanya. Saudara-saudaranya mengetahu keutamaan ini, terukir indah dalam lembaran perjalanan hidupnya dan akan terus dibaca oleh para pengikutnya dan orang-orang yang akan selalu mencintainya dari kaum muslimin sepanjang masa.
Kelebihan dan Keutamaannya
Allah Ta’ala telah memberikan kemuliaan kepada sekelompok shahabat dengan menjadikan mereka kelompok pertama yang menyatakan keislaman mereka, dan memberikan mereka nikmat yang besar berupa kesempatan untuk membela Rasul-Nya SAW dan menyokong beliau sejak awal dimulainya kewajiban dakwah. Mereka membuktikan itu kepada Allah dalam banyak peristiwa yang mereka lalui, maka Allah menjanjikan untuk mereka berbagai nikmat nya, dan menurunkan ayat Al-Quran uamg alam terus di baca sepanjang masa tentang mereka. Allah Ta’ala berfirman, : “Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah. Allah akan menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung (Q.S At-Taubah [9]: 00).
Thalhah adalah satu di antara kelompok terbaik tersebut, bahkan ia termasuk di antara yang terdepan dari mereka.Dakwah melewati masa sulit yang berhasil dilewati dengan kesabaran dan keteguhan. Lalu medan dakwah pun berpindah ke bumi hijra. Thalhah hijrah meninggalkan negerinya Mekah, keluarganya, rumahnya, serta tempat kelahiran dan tempat di mana ia menghabiskan masa kecilnya. Ia menyusul Nabi SAW ke tempat hijrah beliau, dan ia pun menerima kemuliaan hijrah tersebut, dan berhak menerima lencana Muhajirin yang dipuji oleh Allah dalam firmannya, “(Harta rampasan itu juga) untuk orang-orang fakir yang berhijrah yang terusir dari kampung halamannya dan meninggalkan harta bendanya demi mencari karunia dari Allah dan keridhaannya dan demi menolong (agama) Allah dan Rasulnya. Mereka itulah orang-orang yang benar (Qs. Al-Hasyr [59]: 8).
Saat perang Badar tiba, dengan perntah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam Thalhah berangkat untuk menyelidiki berita tentang kafilah Quraisy hingga ia tidak dapat ikut dalam perang tersebut. Namun Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tetap menghitung bagiannya dalam bagian harta rampasan perang dan juga dari segi pahala yang ia dapatkan. Ini sekaligus sebagai kesaksian bahwa ia termasuk ahli Badar. Banyak hadits shahih yang menyatakan tentang tinggi kedudukan mereka, di antaranya perkatan Nabi SAW kepada Umar bin Khaththab, “Barangkali Allah telah mengetahu perihal mereka yang ikut perang Badar dan berfirman, “Berbuatlah apa yang kalian kehendaki, aku telah mengampuni kalian.”
Dan dalam riwayat lain, “Berbuatlah apa yang kalian kehendaki, sungguh telah pasti bagi kalian surga.” Dalam perang Uhud Thalhah memperlihatkan kiprahnya yang mengagumkan. Dalam perang tersebut ia menoreh banyak keistimewaan dalam lembaran hidupnya yang cemerlang. Maka Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memberikan kesaksian kepada sejarah dengan kesaksian dan pujian tertinggi bagi Thalhah, beliau menjanjikan surga untuknya, dan bahwasanya ia termasuk di antara mereka yang menepati janjinya dan memenuhi sumpahnya serta menepati apa yang telah dijanjikannya kepada Allah. Beliau memberinya sebuah jaminan tertinggi yang tidak ada lagi bandingannya. Pahlawan ini pun menjadi tenang akan terjaminnya tujuan akhirnya, dan kemuliaan tempat kembalinya nanti. Ia bahagia dengan penjagaan dan perlindungan Allah kepadanya dan keberkahan jalan yang dilalui hingga ia menemui nya di surganya kelak.
Dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Ahmad, At-Tirmidzi dan yang lainnya, dari Zubair bin Awwam berkata, “Pada perang Uhud Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memakai dua lapis baju besi, lalu beliau berusaha menaiki sebuah batu besar namun beliau kesulitan. Maka Thalhah membungkukkan badannya di bawah beliau, dan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menapaki badannya hingga berhasil duduk di atas batu tersebut! Zubair berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Telah wajib bagi Thalhah”. Maksudnya ia telah melakukan suatu perbuatan yang menjadikan surga wajib baginya.
Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Abu Ya’la, Adh-Dhiya’ dalam Al-Mukhtarah dan yang lainnya, hadits ini adalah hadits shahih karena banyak jalur periwayatannya, dari Musa dan Isa putra-putra Thalhah, dari ayah mereka Thalhah, “Para Shahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, berkata kepada seorang badui yang bodoh, “Tanyakanlah kepada beliau tentang “Orang yang gugur (dalam menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah, Siapakah dia?” mereka tidak berani menanyakan langsung kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam karena segan akan wibawa beliau. Maka orang badui tersebut menanyakannya kepada beliau, namun beliau memalingkan wajahnya darinya, kemudian ia kembali bertanya, dan beliau kembali memalingkan wajah beliau. Lalu aku muncul di pintu masjid dengan memakai pakaian biru. Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melihatku, beliau berkata, “Mana orang yang bertanya tadi tentang orang yang gugur?” badui tersebut berkata, “Aku wahai Rasulullah.” Beliau berkata, “Inilah orang gugur tersebut.”
Dalam sebuah riwayat dari Ummul mukminin Aisyah, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa yang ingin melihat seorang laki-laki yang berjalan di atas muka bumi, sementara ia telah gugur, maka lihatlah Thalhah.”
Thalhah sangat bahagia dengan kesaksian dan kabar gembira tersebut, maka ia berusaha untuk berbuat hal-hal yang akan membantunya dalam mencapai apa yang telah di janjikan kepadanya dengan sebaik-baiknya. Ia juga memberitahu orang-orang tentang besarnya nikmat yang telah dianugerahkan Allah kepadanya.
Ath-Thabrani meriwayatkan dari Musa bin Thalhah, dari ayahnya berkata, “Jika Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam melihatku, beliau akan berkata, “Siapa yang ingin melihat seorang syahid yang berjalan di atas muka bumi maka hendaklah ia melihat Thalhah bin Ubaidillah.”
Dalam sebuah hadits shahih lainnya yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Musa bin Thalhah, ia berkata, “Aku menemui Mu’awiyah dan ia berkata, “Apakah engkau mau mendengar kabar gembira dariku?” aku menjawab, “Ya”, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berkata, “Thalhah termasuk di antara mereka yang gugur (dalam menepati apa yang mereka janjikan kepada Allah).”
Al-Imam Ibnu Al-Atsir berkata, “An-Nahbu: An-Nadzur (Nazar), seolah ia telah mengharuskan dirinya untuk menghadapi musuh-musuh Allah dalam peperangan. Dan dikatakan juga, An-Nahbu : Al-Mautu, seolah ia telah mengharuskan dirinya untuk berperang hingga mati.”
Hadits yang diriwayatkan melalui banyak jalur ini merujuk kepada firman Allah Ta’ala. “Di antara orang-orang mukmin itu ada orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Dan di antara mereka ada yang gugur, dan di antara mereka ada pula yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak mengubah janjinya (Qs. Al-Ahzab [33]: 23).
Thalhah adalah salah satu dari mereka yang dimaksud, sesuai dengan kabar gembira yang disampaikan oleh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Ini adalah suatu keistimewaan yang dimiliki Thalhah, dan Allah telah memberinya selamat atas kehormatan yang diberikannya.
Di antara kelebihan Thalhah lainnya yang mendapatkan pujian langsung dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, adalah kebaikannya, kedermawanannya, dan kemurahannya dalam memberi. Maka beliau menjulukinya dengan Thalhah Al-Khair (Thalhah yang baik), Thalhah Al-Jud (Thalhah yang pemurah), dan Thalhah Al-Fayyadh (Thalhah yang dermawan).
Suatu hari Thalhah dan sekelompok shahabat tengah berada bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam di gunung Hira. Tiba-tiba gunung tersebut berguncang karena gembira akan kehadiran kumpulan yang penuh berkah tersebut, ia bergetara kegirangan. Ia memuji Allah atasnya berdiri kaki-kaki para tokoh mulia tersebut bersama dengan penghulu anak cucu Adam. Maka Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menenangkannya dan berbicara kepadanya dengan kata-kata yang lembut. Beliau menyuruhnya untuk diam dan tenang untuk menghormati para shahabat mulia yang menemani Nabi mereka. Dan tidak ada siapapun di antara mereka melainkan seorang shiddiq atau syahid.
Diriwayatkan oleh Muslim, Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan yang lainnya dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, “Bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam di atas gunung Hira, dan gunung itu pun bergetar. Maka beliau berkata, “Tenanglah hai Hira! Tidak ada yang berada di atasmu kecuali seorang Nabi, atau seorang shiddiq, dan seorang syahid.” Dan yang berada di atasnya adalah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Thalhah, Zubair, dan Sa’ad bin Abu Waqqash Radhiyallahu Anhum.” Kami bertanya, “Lalu siapa yang kesepuluh?” dia menjawab, “Aku.”
Diriwayatkan oleh pengarang empat kitab sunan, juga Ath-Thayalisi, Ahmad, Ibnu Hibban, Al-Hakim, dan yang lainnya dari Sa’id bin Zaid, “Gunug Hira berguncang, Maka Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam berkata, “Tenanglah hai Hira! Tidak ada yang berada di atasmu kecuali seorang Nabi, atau seorang shiddiq, dan seorang syahid.” Dan yang berada di atasnya adalah Nabi Shallallahualaihi wa Sallam, Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Thalhah, Zubair, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abu Waqqash, dan aku.”
Jaminan Surga Untuknya
Seluruh kelebihan dan keutamaan yang dianugerahkan Allah kepada Thalhah, dan ditambah dengan kabar gembira dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam merupakan bukti yang paling nyata bahwa ia termasuk dalam golongan syuhada (orang-orang yang akan mati syahid) dan shiddiqin (orang-orang yang berkata benar) yang merupakan penduduk surga. Allah telah menjanjikan bagi mereka kenikmatan surga yang kekal, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul (Muhammad), maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, (yaitu) para Nabi, para pecinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shalih. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.”(QS. An-Nisa’ [4]: 69).
Pada perang Uuhud Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memberi kabar gembira untuknya berupa surga, beliau berkata, “Telah wajib untuk Thalhah (surga)”.
Lalu banyak hadits-hadits lain yang semakin menguatkan dan menetapkan kabar gembira tersebut, yang menambahkan keagungan dari nikmat yang begitu besar. Kebahagiaan pun menyertai langkahnya di dunia hingga ia sampai ke akhirat kelak dimana ia akan memperoleh apa yang telah dijanjikan Allah berupa pemberian yang berlimpah. Dan kabar-kabar gembira tersebut diriwayatkan oleh banyak shahabat.
Dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh empat penulis kita sunan, Ath-Thayalisi, Ahmad, Ibnu Hibban dan yang lainnya dari Rasulullah atas apa yang telah didengar kedua telingaku, dan difahami oleh hatiku dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Sungguh aku tidak akan mengatakan kebohongan jika ia bertanya kepadaku saat bertemu dengannya nani. Sungguh beliau telah bersabda, “Abu Bakar disurga, Umar di surga, Ali di Surga, Utsman di surga, Thalhah di surga, Zubair di surga, Abdurrahman bin Auf di surga, dan Sa’ad bin Malik di surga.” Dan orang mukmin yang kesembilan, kalau aku mau aku akan menyebutkan namanya! Maka orang-orang yang hadir di masjid menjadi rebut dan memintanya, “Wahai Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, siapakah yang kesembilan tersebut? Ia menjawab, “Kalian telah memintaku dengan nama Allah yang Maha Agung, akulah orang mukmin yang kesembilan tersebut. Dan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yang kesepuluh.”
Dan dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasa’I, Ibnu Hibban, dan yang lainnya dari Abdurrahman bin Auf berkata, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Sepuluh orang di surga, Abu Bakar di surga, Umar di surga, Utsman di surga, Ali di Surga, Zubair di surga, Thalhah di surga, Ibnu Auf di surga, Sa’ad di surga, Sa’id bin Zaid di surga, dan Abu Ubaidah bin Al-jarrah di surga.”
Pujian Shahabat Untuknya
Para shahabat telah mengetahui dengan baik berbagai kelebihan yang dimiliki Thalhah dan banyaknya kontribusi yang telah ia persembahkan dalam membela Islam dan berjihad di jalan Allah dengan jiwa dan hartanya. Juga besarnya harta yang ia nafkahkan untuk kaum muslimin, dan mereka telah mendengar langsung pujian Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam untuknya, dan penghargaan beliau atas jasa-jasanya. Maka mereka pun menempatkannya di posisi terhormat yang layak untuknya. Mereka juga selalu memujinya, dan menghargainya atas semua yang telah dilakukan dan diberikannya. Bahkan oleh mereka yang tidak sependapat dengannya dalam ijtihad pada saat munculnya fitnah, dan yang terdepan adalah Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu. Mereka benar-benar memujinya dan mengangkat kedudukannya, bahkan Ali Radhiyallahu Anhu adalah tokoh shahabat yang paling banyak memberikan pujian dan penghargaan kepada Thalhah.
Cukuplah ia memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Umar ketika ia menjadi salah satu orang terdekatnya, dan merupakan salah seorang dari anggota majelis syura dan menjadi tumpuan Umar dalam bermusyawarah dan bahu-membahu bersama dalam mengurus Negara dan rakyat.
Sebelum Umar Al-Faruq mati syahid, ia menunjuk Thalhah sebagai salah satu dari enam orang yang berhak dipilih menjadi khalifah setelah. Dan ia menerangkan bahwa ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam wafat, beliau ridha kepada mereka berenam.
Ibnu Asakir meriwayatkan, “Pada perang Jamal, dan pasukan Ali telah membunuh banyak kaum muslimin dan berhasil memasuki Bashrah, ia di datangi seorang laki-laki arab dan membicarakan sesuatu dengannya. Ia mengatakan bahwa ia telah berhasil membunuh Thalhah, maka Ali menghardiknya dan berkata, “Sesungguhnya engkau tidak pernah menyaksikan kiprahnya para perang Uhud, dan besarnya pengorbanannya untuk Islam dengan kedudukan yang dimilikinya bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.” Orang tersebut menjadi malu dan terdiam. Seseorang dari mereka bertanya, “Bagaimanakah pengorbanan dan deritanya pada perang Uhud, semoga Allah merahmatinya?” Ali berkata, “Ya, semoga Allah merahmatinya, aku telah menyaksikannya, dan ia menjadikan dirinya sebagai perisai bagi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Pedang dan tombak menyerangnya dari segala penjuru, namun ia tetap bertahan sebagai tameng bagi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.”
Dan Ibnu Asakir meriwayatkan dari An-Nu’man bin Basyir Radhiyallahu Anhuma dan dia merupakan salah seorang pendukung Ali, “Bahwasanya Ali keluar dengan membaca ayat ini, “Sungguh sejak dahulu bagi orang-orang yang telah ada (ketetapan) yang baik dari kami, mereka itu akan dijauhkan (dari neraka).”(QS.. Al-Anbiya’ [21]:101). Lalu ia berkata, “Aku termasuk di antara mereka yang dimaksud dalam ayat ini, juga Abu Bakar, Umar, Utsman, Thalhah, dan Zubair.” Dan ia terus membaca ayat tersebut hingga masuknya waktu shalat.”
Ath-Thabrani meriwayatkan dengan sanad yang lemah dari Ibnu Abbas bahwasanya ia mendatangi Mu’awiyah bin Abu Sufyan. Mu’awiyah menanyakan pendapatnya tentang Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Ibnu Abbas memuji mereka dengan pujian yang tinggi. Lalu Mu’awiyah berkata, “Bagaimana pendapatmu dengan Thalhah dan Zubair?” Ibnu Abbas berkata, “Rahmat Allah untuk mereka berdua, demi Allah mereka berdua adalah orang yang menjaga diri, sangat baik, muslim yang suci dan menjaga kesucian diri mereka, dua orang yang syahid, dan alim. Mereka telah berbuat kesalahan dan Allah mengampuni mereka Insya Allah dengan pembelaan mereka terhadap Islam, dan kebersamaan mereka dengan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, serta perbuatan baik yang telah mereka lakukan.”
Ath-Thabrani meriwayatkan dengan sanad yang terdiri dari orang-orang yang riwayatnya shahih , dari Amir bin Sa’ad bin Abu Waqqash berkata, “Suatu hari Sa’ad ketika sedang berjalan-jalan ia melewati seorang laki-laki yang mencaci maki Ali, Thalhah, dan Zubair. Maka Sa’ad berkata kepadanya, “Sesungguhnya engkau mencaci maki suatu kaum yang telah berbuat untuk Allah apa yang telah mereka perbuat. Demi Allah, engkau akan berhenti memaki mereka, atau aku akan berdoa kepada Allah Azza wa Jalla agar mencelakakanmu.” Ia berkata. “Dia menakutiku seolah dia seorang Nabi.” Maka Sa’ad berkata, “Ya Allah kalau ia telah mencaci mereka yang telah berbuat untuk mu apa yang telah mereka perbuat, maka jadikanlah ia sebagai contoh!” Tiba-tiba datang seekor unta betina, dan orang-orang memberinya jalan, lalu unta tersebut menginjaknya! Setelah itu aku melihat orang-orang mengikuti Sa’ad dan berkata, “Allah telah mengabulkan doamu wahai Abu Ishaq.” (sumber: sahabatnabi.com)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>