Kisah Kara Allouzi Menemukan Islam

Perempuan itu bernama Kara Allouzi (45 tahun). Dia lahir dan besar di Amerika Serikat (AS). Kara masuk Islam pada 1993. Ia menikah dengan seorang Muslim, satu dari sedikit agen Islam yang baik.

Setelah menikah, Kara mulai belajar sedikit tentang Islam. Suaminya tidak pernah memaksa atau menghakimi perbuatan Kara. Sampai suatu ketika, suami Kara jatuh sakit. Pada saat yang bersamaan, sebuah sekolah Islam dibuka. Suaminya berharap anak mereka bisa masuk ke sekolah Islam.

Awalnya, Kara enggan menyetujui permintaan itu. Bukan karena dia takut anaknya menjadi Muslim, tetapi karena dia tidak ingin menjadi orang asing di tengah suami dan anaknya. Lantaran suaminya tengah sakit, Kara menyetujui permintaan itu.

Namun, di sana lah hidayah itu datang. Sekolah itu menunjukkan pada Kara tentang indahnya Islam, bukan hanya dari sisi religius, tapi sebagai jalan hidup.

“Orang tuaku mendidikku untuk menjadi Kristen, tetapi pada saat yang bersamaan juga menjadi Muslim. Mereka selalu berkata padaku, ‘Jangan lakukan ini, jangan lakukan itu bukan karena kami, tetapi karena Allah melarangmu melakukan itu,” katanya, dilansir On Islam, Selasa (28/4).

Kara berpikir jika sebenarnya ia telah menghabiskan seluruh waktu hidupnya sebagai seorang Islam, hanya dia saja dia belum mengetahui cara untuk menemukan Islam. Ayahnya Katolik, sementara ibunya Protestan. “Ketika ayah menikah dengan ibu, orang-orang mengucilkannya dari Gereja Katolik. Dia merasa sangat kecewa dengan gereja.”

Ketika akhirnya Kara tumbuh dewasa, kedua orang tuanya membiarkan Kara memilih agama yang terbaik baginya. Masalahnya, setiap kali Kara mendatangi gereja yang berbeda, mereka selalu berkata, jika kamu tidak mengikuti gereja ini, kamu akan masuk neraka. “Saya merasa sangat takut. Saya datang pada ayah dan ibuku, lalu berkata, “Aku takut untuk memilih yang salah.”

“Saya adalah direktur American ESL Center di Amman, Jordan. Kami mengajarkan Inggris kepada orang dewasa. Suami saya membantu, mendukung dan memberi petunjuk saat saya merasa lemah. Dia membantu saya berhubungan dengan orang-orang pemerintahan dan dunia Arab secara umum.”

Mereka bekerja bersama-sama untuk mempromosikan pusat studi. Bukan hanya untuk belajar bahasa Inggris, tetapi juga untuk mengajarkan pemahaman, toleransi, dan keramahan antara dua budaya. “Di masa yang akan datang, kami berharap dapat membuka beberapa pusat studi di Timur Tengah, di kawasan Gulf, di Siria dan Lebanon, insya Allah.” Kini, Kara telah memulai hidup barunya. (sumber: ROL)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>