Rerata Nasional Kerukunan 2015 Berkategori Tinggi

Kementerian Agama pada tahun 2015 kembali melakukan survei nasional Kerukunan Umat Beragama (KUB). Hasil survei menunjukan bahwa rerata nasional kerukunan umat beragama di tahun 2015 berada pada poin 75,36 (dalam rentang 0 – 100). Tingkat kerukunan diukur melalui tiga indikator, yaitu: tingkat toleransi, kesetaraan dan kerjasama antar umat beragama

Hal ini terungkap dalam Laporan Tahunan (Laptah) Kehidupan Keagamaan Tahun 2015 yang disampaikan Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama dan dirilis di Jakarta, Rabu (10/02).

Hasil survei ini menunjukkan bahwa Indonesia secara rerata nasional, berada pada kategori kerukunan tinggi. Angka ini menguatkan hasil survei KUB 2012 yang berada pada indeks 3,67 (dalam rentang skala 1-5) yang berarti cukup harmonis.

Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan Muharram Marzuki dalam rilisnya menjelaskan bahwa kajian tahun 2012 menggunakan pendekatan mixed method, yaitu: kuantitatif yang disempurnakan dengan kualitatif, dimaksudkan untuk meyakinkan variable dan indikator. Sedangkan survey pada tahun 2015 dilakukan secara kuantitatif. Pengambilan sampel dilakukan melalui multistage random sampling. Responden berjumlah 2.720 mewakili keluarga di 34 ibu kota provinsi.

Rerata kerukunan nasional yang tinggi, menyisakan beberapa catatan. Menurut Muharram, Kementerian Agama tidak menutup mata tentang adanya sejumlah kasus di beberapa daerah.

Konflik pendirian rumah ibadat masih terjadi terutama di beberapa daerah yang memiliki tingkat kerukunan di bawah rerata nasional, yaitu: 1) Kasus Gereja Santa Clara yang berlokasi di Jalan Raya Lingkar Luar Bekasi Utara, RW 11 Kelurahan Harapan Baru, Kecamatan Bekasi Utara Kota Bekasi, 2) kasus Gereja Advent di Kompleks Pisangan, Kelurahan Ragunan, Kecamatan Pasar Minggu, dan 3) kasus pembangunan masjid di Jalan Trikora KM 19 Arfai II, Kelurahan Anday, Kecamatan Manokwari Selatan, Kab. Manokwari, Papua Barat.

Selain itu, terjadi juga konflik di Tolikara bersamaan dengan pelaksanaan Salat Idul Fitri I Syawal 1436 Hijriah, pada Jumat, 17 Juli 2015. Ada juga kasus penertiban pembangunan gereja/undung-undung tanpa IMB di Kab. Singkil Aceh, dan kasus penolakan pendirian Masjid As-Syuhada di Bitung, Sulawesi Utara. “Semua kasus tersebut, ditangani Kementerian Agama dengan memediasi pihak-pihak terkait, sehingga konflik yang lebih luas dapat direduksi,” tulis Muharram.

Menurut Muharram, secara umum Kementerian Agama bersama instansi terkait melakukan sejumlah langkah penyelesaian, antara lain: 1) mengirimkan peneliti untuk melakukan kajian, 2) berkoordinasi dengan kementerian/lembaga negara dan pihak terkait, untuk penanganan konflik, khususnya pemerintah daerah, 3) penyelesaian resolusi konflik melalui mediasi pihak yang berkonflik, 4), meningkatkan dialog para tokoh agama, 5) mendorong upaya penegakan hukum, 6) penanganan psikososial para korban, dan 7) rehabilitasi sarana dan prasarana yang rusak akibat konflik

Setiap tahun, sejak 2010, Kemenag menerbitkan laporan tahunan kerukunan umat beragama. Laptah 2015 ini adalah kali keenam. Laptah ini adalah laporan terkait substansi kehidupan keagamaan, di luar isu politik dan pendidikan. Kata “tahunan” dalam laporan ini membatasi isu-isu yang diangkat, yaitu hanya yang terjadi pada tahun 2015, dengan masa pantau Januari hingga Desember 2015.

Laptah ini ditulis secara deskriptif-analitis terhadap isu-isu yang dipilih dari sejumlah isu yang berkembang di media massa sebagai perekam informasi harian sepanjang tahun dengan merekam berbagai dinamika kehidupan keagamaan, yang mencakup (a) aliran, paham, dan gerakan keagamaan, (b) pelayanan keagamaan, dan© hubungan antarumat beragama. (sumber: kemenag)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>