Pengurus Masjid Kampung Luar Batang: Jangan Jadikan Kami Warga Kelas Tiga

Kesenjangan yang luar biasa terjadi di kawasan Jakarta Utara, khususnya di Pantai Indah Kapuk, Pantai Mutiara Pluit, Luar Batang, Muara Angke dan sekitarnya. Mulai dari status sosial, ekonomi, hunian, hingga pendidikan masyarakatnya.

“Ini bukan senjang lagi, tapi jomplang. Jika orang berduit tinggal di apartemen dan rumah-rumah mewah, sedangkan rakyat kecil harus bayar listrik. Seharusnya kami dibantu pemerintah, bukan yang miskin dimiskinkan, yang bodoh dibodohi. Semua etnis punya hak yang sama. Selama ber-KTP sama, jangan ada warga negara istimewa,” kata Sekretaris Masjid Luar Batang, Mansur Amin kepada Islampos di sekretariat Masjid Luar Batang, Penjaringan, Jakarta Utara.

Bicara kesenjangan, kata Daeng Mansur – begitu ia akrab disapa – ada kesan masyarakat berpenghasilan di bawah Rp. 5 juta harus pergi dari Jakarta. “Tidak benar pemimpin seperti itu. Padahal bapak dan kakek kami pejuang. Kami bukan bangsa pengkhianat. Kini, kami diperlakukan seperti sampah. Karena itu, jangan jadikan kami warga kelas tiga.”

Wajar saja, jika masyarakat Luar Batang resah, minimnya sosialisasi menyebabkan letupan-letupan di masyarakat. Terlebih, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta maupun Surat dari Camat tidak mengecualikan rencana penggusuran masjid. Sebelumnya tidak pernah ada pertemuan sama sekali.

“Minimnya sosialisasi dari pihak camat yang tidak mengecualikan Masjid Luar Batang akan digusur, wajar jika membuat jamaah dan warga resah. Revitalisasi tidak jelas batas-batasnya, termasuk maqam Habib Husein. Makanya, bukan kesalahan kita jika ada interpretasi masjid akan digusur.”

Apa yang terjadi di Penjaringan, kata Daeng, adalah pengusiran pelan-pelan. Tak ada yang berani, siapa yang punya nyali membongkar majid dan maqam luar batang. Ini bukan hanya menjadi persoalan nasional, tapi juga internasional. Jangan anggap ini persoalan kecil.

Mengenai rumah susun yang ditawarkan Pemprov ke Marunda dan Cakung, tidak semua warga menghendaki rumah susun. Ada pertimbangan terkait pekerjaan dan sekolah anak-anak mereka. Apalagi yang bekerja di sektor informal di Muara Angke. Jika warga ada yang menolak pindah ke rumah susun, itu karena mereka selama ini bayar PBB. Yang pasti, tidak ada kesempatan untuk bicara nasib kami ke depan. Bahkan sejak awal, rencana penggusuran, polisi bersenjata dan intel sudah bolak balik kampung ini.

“Teman yang tinggal di rumah susun bercerita. Katanya, setelah tinggal di rumah susun, akan sejahtera. Ternyata malah sebaliknya. Ongkos untuk menuju tempat bekerja saja sudah menelan banyak biaya. Yang biasanya makan di rumah, sekarang harus makan diluar. Itu bukan memakmurkan masyarakat, tapi tambah sulit. Seharusnya pemerintah mensejahterahkan dan memakmurkan rakyat miskin.”

Daeng Mansur menegaskan, Belanda saja yang jajah Indonesia memberi tanah hibah. Giliran pemimpin dari bangsa sendiri warga diusir. Sudah menjadi grand designnya, kampung nelayan akan dihabisi. Pemprov akan menjadikan Jakarta seperti Singapura.

“Di belakang Ahok itu konglomerat hitam. Revitalisasi ini didanai oleh CSR pengembang swasta, bukan dari pemerintah. Lucunya, saat merenovasi masjid luar batang, ada orang Ahok datang, ingin nyumbang cat, karpet, dan lampu. Seorang Fauzi Bowo (Gubernur DKI Jakarta sebelumnya) saja tidak pernah ungkit-ungkit itu. Kalau Ahok mau ambil lampu hias itu silahkan saja. Perlu diketahui, selama ini Masjid Luar batang tidak menerima anggaran utin bulanan atau tahunan dari APBD.”

Bicara Gubernur DKI Jakarta, kata Daeng, ia tidak pernah bilang Ahok kafir. “Saya punya ibu angkat dari keturunan Tionghoa, bahkan bapak angkat saya agamanya Budha. Tapi Ahok ingin membawa kami ke ranah SARA. Selama ini Ahok hanya ngomong di Balaikota. Seharusnya Ahok datang langsung ke Luar Batang. Ahok jangan hanya ngomong di media.”

Di masa Jokowi menjabat sebagai gubernur, ia berjanji tidak akan ada penggusuran. Bahkan Jokowi punya Program Rumah Kampung Deret. “Ini situs dan kampung budaya. Idenya bagus, jika ada rumah yang jelek, tinggal diikur, didesain, dan bagus untuk pariwisata.”

Itulah sebabnya, kenapa Daeng betah tinggal di Luar Batang (51 tahun lalu). Ia mengaku pernah beli rumah di Cinere, lalu dijual. Beli rumah di Tangerang pun ditinggalkan. Bahkan madrasahnya pernah ditawar pengembang, dengan ditawari mobil dan uang milyaraan rupiah.

“Saya sudah dikejar pengembang sudah lama. Ini adalah langkah kecil menuju langkah besar. Target utamanya adalah kampung ini habis, masjid jadi museum, syiar Islam hilang. Jika kampung Luar Batang dihabisi, maka akar budaya dan sosial rakyat hilang. Bukan itu tujuan pembangunan, pemerintahan, dan negara,” ungkap Daeng.(sumber: /Islampos]

Laporkan iklan?

islampos mobile :

Yuk Share :

Facebook21TwitterGooglePrintPrintF

Related Post


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>