Berpacu dengan Misionaris di Papua

Tiba-IBA-TIBA ketentraman pesantren terusik dengan kedatangan satu truk laki-laki. Mereka mencari pimpinan pesantren sambil marah-marah. Mendengar kegaduhan, Yusuf Qardhawi dengan ditemani oleh seorang pengurus yang lain mendatangi mereka.

Ternyata mereka adalah kerabat dari seorang wanita Nasrani yang pernah bersyahadat di masjid Pesantren Hidayatullah. Mereka tidak terima dan menganggap Hidayatullah telah memaksanya masuk Islam. Karena itu, mereka datang untuk menuntut.

usuf tidak terima dengan tuduhan itu. Untuk mengklarifikasi kebenaran, alumni Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIL) Surabaya ini meminta kepada mereka datang lagi ke pesantren seminggu lagi. Pada hari yang telah disepakati, di pesantren telah berkumpul beberapa tokoh desa dan agama beserta wanita yang telah bersyahadat itu. Di hadapan para hadirin, si Muslimah menjelaskan bahwa keislamannya atas dasar kesadaran sendiri, karena akhlak agung umat Islam yang dilihatnya.

“Hidayatullah hanya menuntun saya bersyahadat. Sebelumnya saya telah pergi ke berbagai masjid bahkan ke kantor KUA untuk disyahadatkan, tapi mereka mengarahkan saya ke Hidayatullah,” ucap Yusuf menirukan keterangan muallaf itu.

Ada rasa penasaran pada diri pengurus dan si-muslimah di balik kejadian yang sempat menghebohkan itu. Apalagi, sebelumnya si muslimah mengaku kalau dari pihak keluarga besarnya yang berdomisili di Manado telah menerima keislamannya sejak awal. Setelah diselidiki, terungkaplah bahwa dalang provokasi itu adalah oknum misionaris.

“Padahal, kalau masyarakat asli Papua sendiri (sekalipun non Muslim) sangat ramah dengan keberadaan kaum muslimin,” terangnya.

Karakter baik lain yang dimiliki orang orang Papua, kata Yusuf, mereka sangat hormat kepada guru. Putra pasangan Sahid dan Nur Bania ini mengisahkan kejadian unik yang pernah dialaminya. Suatu malam ia dalam perjalanan pulang dakwah.

Saat asyik memacu kuda besi, tiba-tiba ada empat pemuda mabuk menghadang laju motornya. Mereka berempat meminta uang. Namun ketika Yusuf membuka helmnya, mereka kaget karena tidak menyangka yang mereka hadang adalah Yusuf yang sudah dikenal sebagai salah satu ustadz di daerah tersebut. Sejurus kemudian mereka meminta maaf dan mencium tangan suami Nur Hidayati ini.

“Itu karakter dasar orang Papua asli. Mereka baik-baik sama kita (umat Islam),” tandasnya.

Yusuf sejatinya bukanlah orang asli Papua. Ia berasal dari Sulawesi. Tapi untuk dakwah, ia lebih tertantang berkiprah di pulau yang masyhur dengan burung cinderawasihnya itu. Sudah hampir sepuluh tahun ia menebarkan cahaya Islam di sana. Adapun alasannya memilih Papua, karena di daerah yang terletak di ujung timur Indonesia ini, masyarakatnya masih sangat butuh pembinaan, sedangkan stok dai yang ada sangat minim.

“Terutama daerah-daerah trans ataupun perbatasan. Masih banyak yang belum tersentuh dakwah, sedangkan misinionaris telah masuk ke sana,” jelasnya.
Yusuf Qardhawi

Yusuf Qardhawi

Dai kelahiran 1982 ini mengungkapkan, bersama dai yang lain, ia rutin melakukan pembinaan ke daerah-daerah tersebut. Bahkan tak jarang, karena jauhnya jarak yang ditempuh dan beratnya medan, ia kerap bermalam di lokasi pembinaan.

“Ada tempat binaan, bila kita tidak datang, jamaah shalat Jum’at akan mengganti dengan shalat Dzuhur karena tak ada yang menggantikan. Ada juga daerah binaan yang jauhnya 200 kilometer.

“Tidak ada pilihan, kita harus menembus tempat itu, karena tidak ada dai lain yang berhasrat berdakwah di sana,” terangnya.

Hal itu pula yang membuatnya merasa lebih bermanfaat untuk tinggal di Papua, “Kalau di Papua seminim apapun ilmu yang kita miliki, bisa langsung kita bagi di masyarakat. Berbeda dengan daerah lain, khususnya Jawa, sudah banyak orang pintar,” kata Yusuf. (sumber: Hidayatullah/Suara Hidayatullah.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>