Hukuman Mati Lebih Baik daripada Kebiri
Psikolog forensik Reza Indragiri Amriel menilai pemasangan cip kepada pelaku kejahatan seksual seusai menjalani hukuman kebiri kimiawi salah prioritas. Menurut dia, hukuman mati lebih efektif. “Hukuman mati lebih efektif dibandingkan pemasangan cip,” kata Reza, di Jakarta, Selasa (31/5).
Reza menjelaskan, ada beberapa alasan pemasangan cip dinilai salah prioritas dan kurang tepat. Pertama, kata dia, berdasarkan studi diketahui tingkat residivisme predator seksual tidak setinggi yang didramatisasi di sejumlah pemberitaan. Bahkan, lanjut Reza, tingkat residivismenya jauh di bawah kejahatan dengan kekerasan nonseksual.
“Ini artinya pelaku kejahatan seksual anak yang pernah diproses hukum sangat kecil melakukan perbuatan serupa jika dibandingkan pelaku kejahatan kekerasan nonseksual,” ujar Reza.
Alasan kedua, kata Reza, dalam Perppu Kebiri, cip dipasangkan kepada predator seksual pada dua tahun pascaselesainya hukuman pokok. Menurut Reza, tingkat residivisime predator seksual justru meninggi seiring pertambahan usianya. “Pemasangan cip tidak akan efektif memantau predator dalam dua tahun masa pemantauan,” katanya.
Cip Dinilai Jadikan Residivis Predator Makin Buas
Dalam dua tahun pemantauan, kemungkinan besar predator akan terpantau baik. Namun, dia menilai setelah itu para residivis predator akan menjadi buas. “Dan saat itu sudah tak terpantau oleh cip lagi,” ujarnya.
Reza pun mempertanyakan bagaimana jika predator melakukan kejahatan seks tanpa kontak fisik. Ia mencontohkan seperti menjual majalah porno atau lainnya. “Apakah cip juga dipakai untuk memantau dan mempersoalkan aksi seperti itu?” tanyanya.
Selain itu, Reza juga mempertanyakan bagaimana jika korban tidak melapor. Walau kejahatan seks bukan delik aduan, kata dia, tetapi tidak mungkin cip mengirim sinyal bahaya secara otomatis.
“Dan sejauh mana radar bisa menangkap sinyal jika pelaku keluar dari domisilinya? Ini merupakan pertanyaan besar,” tutur Reza
Reza menambahkan, di balik sejumlah penilaian, pertanyaan, dan alasannya mengenai pemasangan cip kepada predator seksual yang tidak efektif, dia menilai berfokus ke korban predator justru jauh lebih penting dibandingkan memikirkan seputar pelaku. Oleh karena itu, dia menyarankan agar hukuman mati diterapkan kepada predator seksual.
“Jauh lebih efektif untuk menimbulkan efek jera ke predator lain,” kata Reza. (sumber: ROL)
Indeks Kabar
- Fahira Serahkan 300 Surat Tertulis Perwakilan Masyarakat Tolak Legalisasi Nikah Beda Agama
- Hampir 400.000 Warga Marawi Kehilangan Tempat Tinggal
- JK: Jangan Lagi Pertentangkan Keislaman dan Keindonesiaan
- KTT OKI ke-13 di Istanbul Temukan Solusi Tangani Perbedaan di Dunia Islam
- Liga Arab:Rezim Bashar al Assad Bertanggung jawab Bunuhi Penduduk Aleppo
- PBB: Pasukan Bashar al Assad Dalang Serangan Gas Sarin
- Bendri Jaisyurrahman: Nikah Beda Agama Akan Lahirkan Keluarga “Broken Home”
- Mulai Hari Ini, Cina Larang Pemakaian Burqa dan Jenggot
- MUI: Cegah Corona dengan Banyak Ibadah di Rumah
- Amerika Serikat Kecam Jerman yang Mendeportasi Tersangka Teroris ke Turki
-
Indeks Terbaru
- Kemenlu Rusia Kutuk Swedia Izinkan Politikus Denmark Bakar Alquran di Stockholm
- Trudi Best Jadi Mualaf karena Takjub Lihat Muslim Melakukan Sesuatu karena Allah
- Hidayah adalah Misteri, Dunia Clubbing Pintu Masuk Mualaf Ameena Bersyahadat
- Eks Marinir yang Berniat Mengebom Masjid Tak Kuasa Bendung Hidayah, Ia pun Bersyahadat
- Pemerintah Afghanistan Tak Pernah Larang Pendidikan untuk Perempuan
- Mantan Ateis Asal Prancis Masuk Islam di Qatar, Kehangatan Muslim Kuatkan Keputusannya
- Jenazah Tertukar, RS di Jerman Justru Kremasi Muslim
- Pernah Benci Islam hingga Pukul Seorang Muslim, Mualaf Eduardo Akhirnya Bersyahadat
- Dulu Anggap Islam Agama Alien, Ini yang Yakinkan Mualaf Chris Skellorn Malah Bersyahadat
- Marine El Himer, Sang Model Prancis yang Masuk Islam
Leave a Reply