Standardisasi Khatib, Komnas HAM: Bagaimana dengan Pendeta?
Standardisasi dan sertifikasi khatib serta mubaligh dinilai semakin meresahkan dan mengancam persatuan bangsa. Kebijakan tersebut juga dinilai diskriminatif karena hanya akan diterapkan pada agama Islam saja.
“Apakah hal yang sama akan terjadi juga terhadap pastur (Katolik), pendeta (Kristen), biksu (Buddha), pendeta (Hindu), kongchu (Kong Hu Chu)? Ini harus dijelaskan ke publik,” kata Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Maneger Nasution saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (23/3).
Maneger menjelaskan, wacana ini hanya akan menebar syiar keresahan dan ketakutan publik. Pemerintah, kata dia, sebaiknya menjelaskan ke publik secara terbuka tentang tujuan sesungguhnya dari kebijakan tersebut. Sehingga, publik mendapat informasi yang memadai soal rencana tersebut.
“Ingatan publik kembali terbawa pada peristiwa pembantaian ‘dukun santet’ di Banyuangi yang juga didahului dengan modus-modus yang hampir mirip. Wacana itu juga berpotensi diskriminatif,” ujarnya.
Standardisasi dan sertifikasi khatib, merupakan kebijakan yang dibuat oleh Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin untuk menanggulangi keresahan beberapa elemen masyarakat dalam menanggapi isi dakwah dalam khutbah Jumat. Isi dakwah dinilai terkadang bermuatan provokatif dan politis.
Menurut Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir keputusan standarisasi khatib oleh Menag Lukman Hakim itu tidak maslahat. Menurut dia, standardisasi itu tidak perlu, lebih baik dakwah di Indonesia tumbuh secara kultural.
“Tugas dai atau ulama harus lahir dari masyarakat yang kultural. Yang seharusnya dilakukan adalah meningkatkan kualitas dan memperbanyak dai-dai ke daerah pelosok,” kata Haedar.
Kalau sudah ada standardisasi yang bersifat formal dan sistematis, dikhawatirkan akan banyak umat yang tidak bisa terbina, karena setiap dai atau ustaz harus punya sertifikat terlebih dahulu untuk bisa menyiarkan agama Islam. (sumber: ROL)
Naskah Terkait Sebelumnya :
Indeks Kabar
- Kota Oxford Cabut Gelar Kehormatan Aung San Suu Kyi, Komnas HAM Mengapresiasi
- Masjid akan Dibuka Kembali di Makkah pada hari Ahad
- rdogan: Muslim tak akan Menyerah Lawan Islamofobia
- Tahun Baru 1439 H, MUI Serukan Umat Teguhkan Ukhuwah Islamiyah dan Kebangsaan
- Pemprov Jabar Serahkan Donasi Rp 1 M untuk Rohingya
- Amnesty: Pasukan PBB Tak Lindungi Warga Muslim dari Pembantaian
- Azyumardi: Keberagamaan Indonesia Terbaik di Dunia
- Komisi Fatwa MUI akan Kaji Kehalalan Beberapa Jenis Vaksin
- Ini Tanggapan Resmi MUI Soal Pernyataan Ahok tentang Al Maidah 51
- Inilah Awal Mula Merebaknya Gereja Ilegal di Aceh Singkil
-
Indeks Terbaru
- China Tangkapi Warga Muslim Hui yang Tolak Penghancuran Masjid
- Dari Benci Jadi Cinta Islam
- OKI Adakan Pertemuan Darurat Membahas Sudan, Militer Setuju Gencatan Senjata Seminggu
- Yusuf Masuk Islam Setelah Temukan Alquran di Stadion Old Trafford
- Pelaku Penembakan Kantor MUI Tewas, Sebelumnya Incar Ketua Umum dan Mengaku Nabi
- Viral Video Protes Suara Bising di Masjid, Kakek Australia Ini Malah Masuk Islam
- Pelaku Penembakan Kantor MUI Tewas, Sebelumnya Incar Ketua Umum dan Mengaku Nabi
- Mualaf Fano, Dulu Benci dan Caci Maki Adzan Tapi Kini Malah Merindukan Kemerduannya
- Kantor MUI Ditembak, Sejumlah Staf Jadi Korban
- Terpikat Makna 2 Surat Alquran, Mualaf Nathalia: Saya Temukan Konsistensi dalam Islam
Leave a Reply