Keistimewaan dan Tingkatan Khusyuk
Khusyuk akan menghindarkan seseorang dari perbuatan mengganggu orang yang shalat di sampingnya. Khusyuk juga bisa terlihat karena yang bersangkutan tak akan mengalihkan pandangannya dan tak akan menoleh ke arah manapun, selain ke tempat sujudnya.
Sedangkan, menurut Ibnu Abbas, khusyuk yang dimaksud ayat tersebut diartikan sebagai sikap takut dan rasa ketenangan yang diperoleh seseorang ketika shalat. Namun, ketenangan dalam bersikap belum tentu cerminan dari kekhusyukan hati. Bahkan, justru ketenangan itu bisa menggambarkan fakta sebaliknya, yaitu kekosongan hati.
Keadaan inilah yang diwanti-wanti oleh para salaf. Mereka menyebut khusyuk kategori ini sebagai khusyuk nifaq, yaitu kekhusyukan palsu. Sebagian dari kalangan salaf meminta agar sikap tersebut dihindari.
Orang yang menampakkan kekhusyukan dalam shalat padahal sama sekali tidak ada ketentangan di hatinya, khusyuk yang ditunjukkan itu tiada bermakna dan tak berguna. Umar bin Khattab pernah menegur seorang remaja yang tengah melaksanakan shalat.
Tingkat ketajaman batin Umar dapat merasakan kepalsuan khusyuk yang dipertontonkan remaja tersebut. Ia lantas meminta agar si remaja mengangkat kepalanya dan mengatakan bahwa khusyuk itu hanya terdapat di hati.
Tingkatan Khusyuk
Menurut Ibnu Rajab, tingkatan khusyuk itu ditentukan oleh seberapa kuat makrifat seseorang terhadap pencipta-Nya. Hal lain yang turut pula menentukan tingkatan itu adalah kesiapan hati itu sendiri untuk menerima sifat-sifat kekhusyukan.
Tingkatan khusyuk yang pertama, yaitu kekhusyukan yang muncul karena ia mengetahui persis bahwasanya Allah sangat dekat dengan hamba-Nya. Ia mengetahui hal-hal yang dirahasiakan dan tersembunyi dari setiap hamba. Kedekatan inilah yang dapat menghadirkan rasa malu dari hamba kepada Allah. Ia akan merasa diawasi di setiap pergerakan dan diamnya.
Khusyuk di tingkatan selanjutnya ialah sikap yang muncul karena mengetahui kesempurnaan dan keindahan-Nya dengan penuh keyakinan. Kondisi ini akan sangat membantu seseorang tenggalam dalam cinta dan rindu ingin bertemu serta melihat-Nya secara langsung. Dalam shalat, keadaan tersebut dapat menghadirkan kekhusyukan dalam shalat.
Di level yang terakhir adalah khusyuk yang ditimbulkan oleh rasa takut terhadap siksaan Allah atas segala perbuatan semasa hidup di dunia. Menghadirkan rasa tersebut dalam shalat dapat meluluhkan dan menundukkan hati.
Rasa takut itu juga akan menggerakan hati untuk berdoa dan memohon ampunan. Dalam setiap gerakan shalat atau bahkan usai shalat ditunaikan. Dan, Allah mendengar doa-doa yang dipanjatkan oleh orang-orang yang bertobat dan memaksa hati mereka untuk senantiasi berbakti kepada-Nya.
Diriwayatkan dari Malik bin Dinar, ia mengatakan: Suatu saat Musa berkata, ‘Tuhanku di manakah aku mencari-Mu.’ Kemudian, Allah memberikan wahyu kepada Musa. ‘Wahai Musa, carilah Aku pada mereka yang tertunduk hatinya karena-Ku. Karena, sesungguhnya aku dekat dengan mereka seukuran hasta. Jika hal itu tak terjadi, sungguh mereka akan binasa’.”
Berbagai cobaan dan bala yang ditujukan kepada manusia dapat menambah kedekatan hubungan mereka dengan Allah. Dengan catatan, ujian yang dihadapi tersebut diterimanya dengan penuh kesabaran dan rasa ridha. Tingkat kesabaran itu juga dapat memunculkan rasa khusyuk yang luar biasa saat shalat.
Bahkan, dalam sebuah hadis qudsi Allah menyatakan bersama hamba-hamba-Nya yang sedang ditimpa kesulitan seperti menderita sakit. Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA ia berkata, Rasulullah SAW pernah bersabda: Wahai anak Adam, Aku sakit, mengapa kalian tidak menjengukku? Ia menjawab: ‘Bagaimana aku menjengukmu, sedangkan Engkau adalah Tuhan semesta Alam?”
Allah berkata: Bukankah engkau tahu hambaku si Fulan sedang sakit dan tidak pula engkau menjenguknya. Padahal jika engkau mengetahui dan menjenguknya, niscaya engkau dapati Aku di sisinya.”
Leave a Reply