Tri Astuti: Islam Ajarkan Risalah Ikhlas Jalani Hidup

Islam bukanlah agama yang asing bagi Tri, begitu akrab disapa. Ia telah bersentuhan dengan agama ini sejak kecil. Lingkungan sekitar rumahnya di Gresik, Jawa Timur, mayoritas berpenduduk Muslim.

Di dekat rumahnya juga terdapat sebuah masjid sehingga Tri sudah sangat biasa mendengar azan ataupun menyaksikan Muslim beribadah. Perempuan kelahiran 28 Februari 1963 ini mulai memeluk Islam saat ia berusia 27 tahun atau tepatnya pada 1990.

Ia mulai tertarik belajar Islam saat memasuki dunia kerja atau saat berusia 25 tahun. Ditambah lagi, saat itu ia sedang memiliki hubungan dengan laki-laki Muslim.

Ketertarikannya dengan Islam karena ia menerima buku tentang Islam dari teman. Hal ini membuat Tri mencari tahu tentang risalah Muhammad SAW ini. Tri mulai belajar tentang Islam dari buku-buku dan lingkungan sekitar.

Tri berkeyakinan, pada dasarnya, semua agama sama mengajarkan kebaikan yang penting dijalani dengan penuh keyakinan. Proses pencarian dan pemantapan hati memeluk Islam dilakukan Tri kurang lebih dua tahun.

Ia tidak ingin memeluk Islam hanya karena orang lain, apalagi jika karena pernikahan. Ia ingin menjadi Muslim karena kesadaran pribadi sehingga ia dapat menjadi Muslim secara total, kafah.

Dalam proses pencarian ini, Tri mengaku sudah bisa melakukan gerakan shalat walaupun ia belum memutuskan memeluk Islam. Bahkan, dalam satu waktu, ia pernah ikut melaksanakan shalat bersama rekan kerjanya.

Entah mengapa, usai melakukan gerakan shalat dan mendalami Islam justru ia mendapatkan rasa tenang yang begitu besar. Ia mulai berdoa agar diberi petunjuk untuk jalan hidupnya.

Ibu tiga orang anak ini semakin yakin memeluk Islam setelah mengunjungi tempat-tempat bersejarah Islam yang terdapat di Jawa Timur. Salah satunya makam Sunan Giri di Gresik. Seiring berjalannya waktu, ia mulai merasa nyaman dengan Islam. Akhirnya Tri memutuskan berikrar syahadat.

Begitu memilih Islam sebagai jalan hidup, ibu tiga anak ini mendapat penolakan dari keluarga besarnya, terutama sang kakak lelaki. Sementara, justru orang tua dan kakak perempuannya tidak mempermasalahkan keputusannya tersebut. Bahkan, saat ini sang kakak perempuan mengikuti jejak Tri beragama Islam.

Jalinan komunikasi dan hubungannya dengan kakak lelaki sempat memburuk selama lima tahun pertama Tri memeluk Islam. Di antara wujud protes keras sang kakak tersebut, ia menolak hadir dalam pernikahan Tri. Hal ini sempat membuatnya sedih, tetapi ia tetap mencoba tabah dan ikhlas.

“Lama saya nggak diajak ngomong. Artinya, komunikasi sekadarnya, bahkan nyaris tidak ada komunikasi,” ujarnya.

Kalaupun ada yang ingin disampaikan, dilakukan melalui perantara kakak perempuannya. Pernah suatu ketika, sang kakak lelaki meminta Tri menanggalkan jilbab untuk sesi foto keluarga. Tetapi, permintaan tersebut tak direstui sang ibu.

Demi memperbaiki komunikasi dengan sang kakak, Tri tidak melakukan banyak hal. Ia menjalaninya dengan ikhlas dan selalu bersyukur atas apa yang terjadi. Ia hanya melakukan pembuktian diri.

Tri membuktikan kepada kakak lelakinya tersebut bahwa ia mampu menjadi pribadi yang lebih baik setelah memeluk Islam. Bahkan, ia juga mampu menunjukkan keberkahan rezeki yang ia dapatkan.

Saat ini, komunikasi Tri dan kakak lelakinya memang belum berjalan begitu lancar. Namun, lebih baik dari tahun-tahun pertama ia memluk Islam. Ia yakin Allah SWT Maha Mendengar dan Maha Mengetahui segala hal. Tri hanya bisa bersabar dan meminta yang terbaik kepada-Nya.

Sejak berada di bawah naungan Islam, Tri mendapatkan limpahan anugerah. Rezekinya begitu berlimpah sampai ia bisa membeli rumah besar dan mewah. Namun, ternyata rezeki yang melimpah ruah tersebut hanya dirasakan sesaat. Allah mendatangkan cobaan kepadanya. Kekayaannya hilang sekejap. Tak tersisa.

Kehilangan harta tak membuatnya kecewa dan menyalahkan Allah. Tri justru menjalaninya dengan ikhlas dan melakukan intropeksi diri. Ia berpikir, Allah belum memercayai dirinya menerima titipan berupa harta, sehingga diambil kembali.

Selain itu, kehilangan tersebut juga menyadarkannya agar dapat kembali mencari rezeki yang lebih berkah. Ujian yang ia rasakan membuat Tri semakin mencintai Islam.

Setelah memeluk Islam, Tri memang tidak langsung menggunakan hijab. utuh dua tahun baginya sampai akhirnya memutuskan mengenakan hijab.

Salah satu faktor yang menyebabkan ia memutuskan berhijab adalah ujian kehilangan harta tersebut. Ia merasa belum kafah menjalankan syariat Islam, alias masih setengah-setengah.

Seiring dengan kian menguatnya keyakinan dan wawasan ilmu, ditambah rentetan ujian, Tri memutuskan berhijab. Cemoohan dan ejekan sempat ia terima dari tetangga sekitar karena keputusannya tersebut.

Namun, hal tersebut tak membuat Tri goyah. Ia cukup bersabar dan memohon petunjuk kepada Allah. Baginya, dengan hijab, ia merasa lebih dihargai, merasa kenyamanan dan perlindungan, khususnya saat berada di depan umum. Hijab membuatnya merasa terlindungi baik secara jasmani maupun ruhani.

Kini, meski telah memeluk Islam selama 27 tahun, Tri tak pernah puas belajar agama. Dengan mendekatkan diri kepada Allah, ia merasa menemukan kedamaian, kenyaman, dan ketenangan. Bahkan, beberapa kesulitan yang ia hadapi selalu memperoleh jalan keluar jika memohon pertolongan-Nya.

Bagi Tri, Islam adalah bagian tak terlepaskan dari hidupnya. Ia belajar ikhlas menerima apapun yang terjadi dalam hidup. Semua yang terbaik berasal dari Allah. Keinginan besarnya yang belum terwujud hingga sekarang adalah berumrah.

“Semoga tahun ini bisa umrah. Setiap Muslim saya rasa ingin ke tanah suci, Makkah dan Madinah. Supaya iman makin kuat juga. Karena saya sudah tua. Saya tidak ingin apa-apa lagi,” katanya. (sumber: ROL)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>