Lima Alasan Mengapa Israel Ikut Sibuk dalam Krisis Qatar
Sebuah media Israel, The Jerusalempost, menulis 5 alasan, mengapa Negara ini ikut ‘sibuk’ dalam konflik yang melanda Qatar atas Negara Teluk lain.
Diantara alasan mengata krsisi Qatar terjadi disebutkan karena ada pengaruh kunjungan Presiden AS Donald Trump untuk mendesak negara-negara Teluk bertindak pada Qatar. Inilah asalannya;
Qatar dianggap mendukung pejuang Hamas selama satu dekade terakhir dan menjadi tuan rumah pemimpin gerakan itu, Khalid Misy’al selama lima tahun di Doha. Pada 2012 Emir Qatar Shaikh Hamad bin Khalifa al-Thani mengunjungi Gaza dan menjanjikan dana ratusan juta untuk Gaza. Qatar tidak hanya memberi Hamas rumah di Doha tetapi dukungan finansial dan politik.
Dengan tekanan baru pada Qatar tersebut dianggap telah mendorong negara itu mengeluarkan para anggota Hamas dari negaranya dan akan mengurangi dukungan pada kelompok perlawanan Palestina itu. Hal ini mungkin juga mengisolasi hubungan Turki dengan Hamas.
Pemerintah Qatar saat ini berfokus pada maskapai penerbangan apa yang masih akan terbang menuju negara itu besok, menggelontorkan uang membantu Gaza dan menampung Hamas mungkin nampaknya sebuah tanggung jawab yang tidak mereka butuhkan saat ini. Hamas akan merasa sekutu-sekutunya semakin sedikit yang hal itu dapat memberi Israel pengaruh untuk mendorong kelompok tersebut mengubah jalannya. Kemungkinan, Hamas mungkin menyerang Israel untuk menunjukkan relevansinya.
Israel telah menunjukkan kepentingan yang sama dengan Arab Saudi dan negara Teluk dalam menentang Iran. Karena Qatar telah mendukung Hamas, krisis baru ini mendorong negara-negara yang menentang Qatar untuk memahami Israel sebagai partner dalam melawan Hamas dan Iran.
Hubungan ini diam-diam telah tumbuh pada beberapa tahun ini, tetapi krisis dengan Qatar memungkinkan para penulis di Arab Saudi dan Teluk untuk berbicara lebih tegas melawan Hamas. Kantor berita Saudi, Al Arabiya, telah memamerkan wawancaranya dengan Gal Gadot pemeran Wonder Woman.
Latar belakang krisis saat ini merupakan sebuah kesan bahwa pidato Presiden AS Donald Trump untuk “mengusir” teror memberikan kekuasaan penuh pada negara-negara Teluk untuk bertindak.
Di bawah Barack Obama, Israel seringkali merasa terisolasi, khususnya ketika AS mengejar kesepakatan Iran. Saat ini Israel merasa bahwa Amerika sudah kembali dan akan bersikap sebagai sekutu mereka.
Mengurangi ‘teror’
Israel lebih suka wilayah stabil tanpa adanya ‘kelompok-kelompok teror’ (istilah penjajah Israel) yang melemahkan negara-negara tetangga. Namun ada ISIS di Sinai, Hamas di Gaza, Hizbullah di Golan dan di Libanon. Israel mengetahui bahwa ketidakstabilan apapun yang semakin besar dapat menjadi ancaman.
Selama Mesir, Jordania, Arab Saudi dan negara lain bekerja sama, angin kestabilan akan bertiup ke Israel. Semua negara yang stabil di wilayah itu akan bangkit jika kelompok-kelompok ‘ekstrimis’ berkurang.
Penjajah Israel mendapat keuntungan ketika negara itu tidak menjadi pusat perhatian dan tidak berada di bawah tekanan. Ini merupakan sebuah anugerah bagi pemerintahan Israel saat ini karena Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah lama berbicara mengenai upaya menumbuhkan hubungan regional secara diam-diam di luar Mesir dan Jordania.
Dia telah mengatakan tentang ancaman Iran selama dua dekade. Jika negara-negara Arab lebih khawatir dengan Iran dan Qatar, daripada Palestina, hal itu mengurangi tekanan pada Israel, pada saat warga Palestina sedang mencoba mengingatkan kembali dunia bahwa penjajahan yang mereka alami telah memasuki tahun ke 50.
Selama beberapa tahun Israel telah dipandang sebagai pusat masalah wilayah itu, hingga hari ini ketika masalah Palestina dikerdilkan oleh konflik yang lebih besar di Suriah, Iraq, Yaman, Libya dan saat ini Teluk. Hal ini membuat harapan bahwa ’50 tahun penjajahan Palestina akan membuat beberapa efek yang mengejutkan’ memudar. Tetapi hal ini juga dapat menghasilkan efek bumerang karena beberapa suara di wilayah itu akan menuduh Teluk Saudi bekerja “untuk Israel.”
Suriah dan Iran sudah menuduh mereka bekerja dengan Israel. Sedangkan mereka telah menentang Israel sejak lama, yang berarti imej Israel di wilayah itu dapat meningkat dalam krisis ini. (sumber: hidayatullah)
Naskah Terkait Sebelumnya :
- Inilah 12 Alasan Ilmiah dalam Islam Mengapa Babi Dinyatakan Haram
- Israel Tangkap 1.000 Lebih Warga Palestina dalam Sebulan
- Lima Alasan Mualaf Tertarik pada Islam
- Panitia Larang Jilbab, Tim Basket Putri Qatar Mundur dari Asian Games
- Solidaritas Untuk Palestina, Aljazair Larang Filmnya Ikut Dalam Festival Film Di Israel
Indeks Kabar
- Anggota DPR: Para Politisi Harus Mencontoh Mohammad Natsir
- Gosip dan Mistik Rating Tertinggi, TV Ancaman Nyata bagi Anak
- Kutuk Zionis, Warga New York Gelar Aksi Solidaritas Palestina
- PBB: Kredibilitas Masyarakat Dunia Dipertaruhkan di Suriah
- Muslim Bertambah, Komunitas Muslim Perth akan Bangun Masjid Baru
- 1.100 Peserta Siap Berlomba di MTQ Nasional
- Dalam Sehari, Tiga Mualaf Bersyahadat di Pesantren Mualaf Annaba-Center
- AILA Apresiasi Tak Diizinkannya Kontes Gaya Dewata di Bali
- Kepala Madrasah Dinilai Tentukan Kualitas Madrasah
- Umat Buddha Garis Keras Tolak Pemberian Kewarganegaraan untuk Rohingya
-
Indeks Terbaru
- OKI Adakan Pertemuan Darurat Membahas Sudan, Militer Setuju Gencatan Senjata Seminggu
- Yusuf Masuk Islam Setelah Temukan Alquran di Stadion Old Trafford
- Pelaku Penembakan Kantor MUI Tewas, Sebelumnya Incar Ketua Umum dan Mengaku Nabi
- Viral Video Protes Suara Bising di Masjid, Kakek Australia Ini Malah Masuk Islam
- Pelaku Penembakan Kantor MUI Tewas, Sebelumnya Incar Ketua Umum dan Mengaku Nabi
- Mualaf Fano, Dulu Benci dan Caci Maki Adzan Tapi Kini Malah Merindukan Kemerduannya
- Kantor MUI Ditembak, Sejumlah Staf Jadi Korban
- Terpikat Makna 2 Surat Alquran, Mualaf Nathalia: Saya Temukan Konsistensi dalam Islam
- Sebut Homo itu Haram, Seorang Bocah Muslim Dijemput Paksa Polisi
- Adzan Pikat Tiktoker Filipina Hingga Akhirnya Ucap Dua Kalimat Syahadat
Leave a Reply