CSIL: Agar Keluar dari Turbulensi Politik, Indonesia Perlu Kepemimpinan yang Cerdas-Religius
Centre of Study for Indonesian Leadership (CSIL) belum lama ini telah rampung melakukan restrukturisasi dewan eksekutif tepat pada 11 Ramadhan 1438 H (07/06/2017).
Dalam forum tersebut, terpilih secara aklamasi Dr Aji Dedi Mulawarman sebagai Direktur CSIL menggantikan direktur sebelumnya, yakni Prof Dr Jawahir Thontowi. Dalam paparan resminya, Dedi yang juga dosen pascasarjana Universitas Brawijaya Malang ini menyampaikan bahwa CSIL dalam tiga tahun ke depan (2017-2019) memiliki empat prioritas program.
“Yaitu; kajian kebangsaan-kenegaraan, riset kepemimpinan nasional dan daerah, diskusi kebijakan publik serta pendidikan, dan pelatihan kepemimpinan,” terangnya.
Dedi menambahkan, setelah peristiwa fenomenal yang mendunia pada rentetan Aksi Bela Islam dengan puncaknya pada Aksi 212, peta perpolitikan nasional kian menghangat, dan naik intensitasnya pada tahun 2017.
“CSIL sebagai lembaga yang concern pada kepemimpinan, baik lokal maupun nasional, seharusnya pula sebagaimana telah memiliki peran strategis tahun 2016 ketika mengadakan muzakarah kepemimpinan Muslim, harus dapat meningkatkan perannya,” jelasnya.
Terlebih dalam menyongsong Pilkada serentak di tahun 2018 dan Pemilihan Presiden serta Pemilihan Umum di tahun 2019, dimana modelnya tidak lagi sama dengan 2014, mesti menjadi penentu kedaulatan negeri serta harmonisasi politik nasional.
Jiwa kepemimpinan dan kenegarawanan menjadi prioritas utama yang perlu didorong oleh CSIL. “Agar Indonesia dapat keluar dari turbulensi politik tak menentu. Di samping adanya ancaman krisis sosial, ekonomi dan kebudayaan,” imbuhnya.
Indonesia dinilai sangat butuh akan penangangan kepemimpinan nasional yang cerdas, religius, dan berkarakter kenegarawanan serta mumpuni dalam hal manajerial kebangsaan. Sebagaimana, termaktub dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta turunannya dalam pasal-pasal UUD 1945.
Hal ini menjadi penting diupayakan, “Agar Indonesia kian maju dan beradab,” imbuhnya.
Semua itu dinilainya sangat penting, jika Indonesia benar-benar ingin merajut persatuan Indonesia yang hakiki.
“Dibutuhkan sikap adil, cerdas dalam menangkap intuisi kekuatan Pancasila, religiusitas dan kerendahan hati serta simpul syura (musyawarah-mufakat) menjadi penting didorong ke depan. Negeri ini memang sedang diuji kerekatan sosialnya menuju persatuan hakiki,” pungkasnya. (sumber: hidayatullah)
Indeks Kabar
- DMI Imbau Masjid-masjid Dijadikan Penampungan Korban Banjir
- Masjid Cordoba Diubah Jadi Katedral, Pejabat Spanyol: Ini Tidak Masuk Akal
- MUI Desak Pemerintah China Hormati Hak Muslim Beragama
- Pembangunan RS Indonesia di Myanmar Capai 91 Persen
- OKI Desak Masyarakat Internasional Lindungi Masjid Al-Aqsha
- Prof. Shalih bin Abdullah Asy-Syatsri: Pentingnya Umat Islam Pelajari Bahasa Arab
- Politikus India Sebut Masjid Bukan Tempat Suci
- Ulama Deklarasikan Gerakan Satu Bantu Satu
- Seabad Mathlaul Anwar: Jaga Hubungan Baik dengan Pemerintah
- Cari Solusi Krisis Listrik, Delegasi Energi Turki Kunjungi Gaza
-
Indeks Terbaru
- Kemenlu Rusia Kutuk Swedia Izinkan Politikus Denmark Bakar Alquran di Stockholm
- Trudi Best Jadi Mualaf karena Takjub Lihat Muslim Melakukan Sesuatu karena Allah
- Hidayah adalah Misteri, Dunia Clubbing Pintu Masuk Mualaf Ameena Bersyahadat
- Eks Marinir yang Berniat Mengebom Masjid Tak Kuasa Bendung Hidayah, Ia pun Bersyahadat
- Pemerintah Afghanistan Tak Pernah Larang Pendidikan untuk Perempuan
- Mantan Ateis Asal Prancis Masuk Islam di Qatar, Kehangatan Muslim Kuatkan Keputusannya
- Jenazah Tertukar, RS di Jerman Justru Kremasi Muslim
- Pernah Benci Islam hingga Pukul Seorang Muslim, Mualaf Eduardo Akhirnya Bersyahadat
- Dulu Anggap Islam Agama Alien, Ini yang Yakinkan Mualaf Chris Skellorn Malah Bersyahadat
- Marine El Himer, Sang Model Prancis yang Masuk Islam
Leave a Reply