Katarina Terdorong Membaca Alquran
Bagi Katerina Caristan, menjadi Muslimah benar-benar sebuah berkah. Sejak memperoleh hidayah Islam pada akhir 2011, perempuan kelahiran Ceko itu seakan menemukan kembali bagian yang hilang dalam hidupnya.
“Islam memberi saya kesempatan untuk memulai lagi kehidupan yang lebih segar. Kini, saya bisa menjadi diri saya sendiri seutuhnya,” tutur Caristan membuka kisah spiritualnya, seperti dikutip Taqwa Magazine.
Sebelum memutuskan menjadi mualaf, Caristan dibesarkan dalam lingkungan keluarga Katolik. Meskipun begitu, dia tidak pernah merasakan hubungan yang spesial dengan agama tersebut. Bahkan, hingga dewasa, Caristan tidak pernah dibaptis.
Pada 1992, Caristan dan keluarganya meninggalkan tanah kelahirannya, Ceko, untuk kemudian hijrah ke AS. Selama berada di Negeri Paman Sam tersebut, ia mencoba menjalin hubungan dengan berbagai gereja yang ada. Tidak hanya gereja Katolik, tetapi juga gereja-gereja Kristen lainnya. Hal tersebut dilakukan Caristan semata-mata untuk mengisi kekosongan spiritual yang dialaminya.
“Saya mencoba membaca Bibel (kitab suci Kristen–Red) untuk pertama kalinya dalam hidup saya. Namun, saya hanya bisa bingung karena kesulitan memahami isi dan gaya penulisannya,” ujar Caristan.
Perkenalan Caristan dengan Islam dimulai sekitar delapan tahun yang lalu. Ketika itu, ia memiliki banyak teman dari kalangan Muslim. Selama bergaul dengan mereka, Caristan mendapati bahwa ajaran Islam sepertinya begitu melekat di dalam kehidupan mereka. Mulai dari kebiasaan mereka mengenakan hijab, mengucapkan salam kepada sesama Muslim, hingga berpuasa Ramadhan.
“Saya juga punya seorang sahabat perempuan yang mualaf. Setelah memeluk Islam, ia diusir dari rumah oleh ibunya sehingga tidak punya tempat bernaung lagi. Karena iba, saya pun menawarkannya untuk menumpang di rumah saya,” ungkap Caristan.
Akhirnya, jadilah mereka tinggal di bawah satu atap untuk setahun lamanya. Lewat penuturan sahabatnya itu, Caristan memperoleh banyak pelajaran tentang Islam. Bahkan, di hati kecilnya ketika itu mulai timbul keinginan untuk mengenali agama samawi tersebut lebih dekat lagi.
Pada Agustus 2011, Caristan mengambil cuti dari kantornya. Ia lalu pergi berlibur ke Eropa untuk dua bulan lamanya. Namun, ketika perempuan itu kembali lagi ke AS, sahabatnya yang mualaf tadi ternyata sudah pergi meninggalkan rumahnya. Ia pun merasa kehilangan dan sangat kesepian sejak saat itu.
Pada Oktober 2011, Caristan terlibat pertengkaran hebat dengan suaminya. Nahasnya, pertengkaran itu malah berujung pada kekerasan fisik. Kakinya ditusuk dengan pisau oleh sang suami sehingga ia pun harus dilarikan ke rumah sakit karena kehabisan banyak darah.
Sejak mengalami peristiwa buruk tersebut, batin Caristan mengalami guncangan berat. Semangatnya untuk hidup pun seolah-olah sirna. “Saya ingin mati saja pada waktu itu,” katanya.
Ketika mengalami depresi tersebut, timbul semacam dorongan di hati Caristan untuk membaca Alquran. Ia pun lalu mengambil kitab suci umat Islam tersebut dan mulai meresapi ayat demi ayat. “Setiap kali membaca Alquran, saya selalu merasa lebih baik. Entah mengapa, sepertinya saya melangkah lebih dekat kepada Allah,” katanya mengaku.
Beberapa waktu selepas peristiwa itu, Caristan menjalin hubungan pertemanan dengan seorang pria Muslim. Dari laki-laki itulah, dia mendapatkan bimbingan Islam secara serius. Dengan sabar, pria itu menjawab berbagai pertanyaan yang mengganjal di benak Caristan. Mulai dari soal hubungan manusia dengan Allah hingga cara-cara untuk meraih cinta dari Sang Pencipta.
“Kemudian, saya memintanya untuk mengajarkan saya tata cara shalat. Saya lalu menuliskan setiap langkah yang ia ajarkan, mulai dari bacaan al-Fatihah hingga gerakan-gerakan shalat,” ujarnya.
Selanjutnya, Caristan mengunjungi masjid yang ada di kotanya untuk berdiskusi tentang Islam dengan komunitas Muslim setempat. Di situ, ia merasakan betapa hangatnya suasana persaudaraan yang mereka tawarkan kepadanya. Pada 27 Desember 2011, Caristan akhirnya mengikrarkan dua kalimat syahadat dan resmi menjadi Muslimah.
“Hari itu, saya telah dipilih Allah menjadi orang yang beruntung. Dia telah membimbing dan menyelamatkan saya kepada jalan-Nya, alhamdulillah,” ucap Caristan penuh haru.
Dua bulan kemudian, Caristan memutuskan untuk mengenakan jilbab. Akan tetapi, langkahnya itu ternyata mengundang reaksi yang cukup keras dari keluarganya. “Ibu saya mengirimkan surat sebanyak empat halaman kepada saya. Isinya berupa ungkapan kekecewaan ibu atas keputusan saya mengenakan jilbab,” kata Caristan.
Kata-kata ibunya di dalam surat sempat menyurutkan niat Caristan untuk berjilbab. Namun, tanpa di sangka-sangka, putrinya yang masih kecil justru mengajukan pertanyaan yang tidak terduga kepadanya. “Putriku bilang, ‘ibu berjilbab karena Allah atau karena nenek?’ Pada saat itu saya hanya bisa menangis karena pertanyaan anak itu seakan-akan menampar saya,” kata perempuan itu lagi.
Kini, sudah hampir dua tahun lamanya, Caristan menikmati hidayah Islam. Sampai hari ini, ia terus berusaha menjalankan semua perintah Islam secara istiqamah. Barakalllahu laka. (sumber: ROL/Taqwa Magazine)
Leave a Reply