Ada Alternatif Vaksin Halal, MUI Dorong Kemenkes dan Bio Farma Kaji Vaksin Halal

Sebelum ramai ribut-ribut soal imunisasi vaksin Measles Rubella (MR), Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah pernah membahas imunisasi sejak tahun 2001 atau 2003.

Dimulai ketika pemerintah membuat program nasional imunisasi polio. Pada saat itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Bio Farma mengajukan permohonan fatwa vaksin polio.

Bahan baku dari vaksin polio OPV (oral) maupun IPV (injection) saat itu memang mengandung bahan baku yang haram dan najis. Proses produksinya pun bersentuhan dengan yang haram dan najis.

“Karena kita tidak mendapati vaksin polio yang halal, dan berdasarkan data-data, kondisi polio sangat memprihatinkan, maka kemudian kita fatwakan bahwa boleh digunakan vaksin OPV dan IPV itu, karena ada kondisi al-hajat,” tutur Aminudin Yakub dalam acara Seminar dan Diskusi Panel Imunisasi Dalam Pandangan Islam di Aula Masjid Asy-Syifa RSCM, Jakarta Pusat, Sabtu (09/09/2017).

Dalam Islam, terangnya, ada dua kondisi yang membolehkan imunisasi dengan vaksin haram. Yakni kondisi darurat dan al-hajat.

Kondisi darurat adalah suatu kondisi keterpaksaan yang apabila tidak diimunisasi dapat mengancam jiwa manusia atau kematian.

“Tetapi tetap yang mengatakan dan menilai darurat itu adalah ulama, fuqaha. Karena kalau darurat itu harus dilakukan betul-betul tidak ada pilihan lain,” jelas dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Sedangkan kondisi al-hajat, lanjutnya, adalah kondisi keterdesakan yang apabila tidak diimunisasi maka akan dapat menyebabkan penyakit berat atau kecacatan pada seseorang. Kondisi al-hajat ini di bawah kondisi darurat. Namun, kata Aminudin, pada situasi tertentu, kondisi al-hajat itu bisa setara dengan kondisi darurat.

Sejak itu, MUI meminta Bio Farma dan lembaga-lembaga terkait untuk mulai melakukan kajian vaksin halal.

Persoalan tersebut membuat MUI jadi lebih perhatian lagi untuk mendorong sertifikasi halal di bidang obat-obatan.

Sampai kemudian tahun 2010, ada isu nasional pasca MUI Sumatera Selatan mendapati vaksin Meningitis mengandung babi. Vaksin ini yang menjadi syarat keluarnya visa haji dan umrah. Karena waktu itu di Makkah dan Madinah -sebagai tempat pertemuan umat di seluruh dunia- menjadi wilayah yang disebut “Meningitis Area”.

Pemerintah Arab Saudi ingin jamaah haji sejak pergi dan pulang dalam keadaan sehat. Tidak mungkin, kata Aminudin, MUI menyetop jamaah haji untuk tidak berangkat. Sebab waktunya sudah mepet dengan penyelenggaraan haji. Dan kalau disetop pun, antrian haji sudah 15 tahun.

“Maka itu kondisi lil hajjah (mendesak). Akhirnya kita bolehkan,” ucap Aminudin.

MUI tak lantas jadi pasif. Di tahun 2011, MUI mencoba mencari vaksin halal alternatif ke Italia, China, dan tempat lain.

“Alhasil kita dapati ada vaksin alternatif yang tidak bersinggungan dengan najis mughalazhah dan di situ ada proses pemurnian, pensucian yang sesuai dengan syariah. Maka dia kita hukumi halal,” tuturnya.

Dengan adanya vaksin halal ini, Bio Farma dan Kemenkes didorong oleh MUI untuk melakukan kajian vaksin-vaksin lain yang halal. (sumber: hidayatullah)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>