Arisa Chan Bersyahadat karena Pelajari Budaya Melayu

Kebudayaan Melayu sangat kental dengan Islam. Sastra Melayu, misalkan, banyak berisikan syair pujian untuk Allah dan keinginan hamba untuk berdekatan dengan-Nya, seperti yang banyak dikarang sufi Hamzah Fansuri.

Kajian mengenai budaya Melayu menarik perhatian warga Jepang, Arisa Chan (23 tahun). Dia ingin mengetahui seperti apa kebudayaan tersebut, bagaimana perkembangannya, dan apa pengaruhnya bagi perkembangan kebudayaan di Asia.

Semangat itu lahir dari keinginannya menguasai bahasa yang tidak banyak diminati masyarakat di negerinya. Kemudian, dia meminta nasihat ibunya. Wanita yang melahirkan Arisa itu kemudian menyarankan untuk mempelajari bahasa dan budaya Melayu. Ketika menjadi mahasiswa di sebuah perguruan tinggi, dia memilih program studi bahasa Melayu.

“Saya benar-benar terkejut karena belum pernah mendengar apa itu Melayu, kemudian tertarik dengan Malaysia. Setelah mulai belajar bahasa Melayu saya mulai menyukai Malaysia,” tutur dia.

Mempelajari bahasa asing sudah pasti harus sering membuka kamus. Arisa melakukan itu untuk mengetahui makna kata- kata yang belum dia ketahui artinya. Ketika membuka kamus, dia semakin me mahami banyak kata yang berasal dari bahasa Arab. Sebagian kata tersebut merupakan konsep dalam ajaran Islam.

Perjalanannya untuk menemukan makna kata secara mendalam ternyata tak ditemukan dalam kelas kuliah bahasa Melayu. Dia kemudian mengambil mata kuliah Islam. Dua tahun dia habiskan untuk mempelajari Islam. Ketika itu, dia banyak bergaul dengan teman-teman Muslim. Arisa tertarik untuk mengetahui kehidupan mereka sehari-hari.

Pada Februari 2014 Arisa diajak memasuki Masjid Jami’ di Tokyo. Ini adalah pertama kalinya dia memasuki tempat ibadah tersebut. Ketika masuk ke dalamnya, dia menyaksikan sendiri bagaimana umat Islam bersujud kepada Allah.

“Saya tidak tahu mengapa mereka shalat lima kali dalam sehari atau bahkan mengapa mereka melakukannya. Ya, itu karena mereka adalah Muslim. Namun, saya masih penasaran apa sebenarnya yang membuat mereka mau shalat,” jelas dia.

Pertanyaan itu belum terjawab. Rasa penasarannya tak hilang. Dia terus mencoba mencari tahu tentang shalat. Tapi, tak juga menemukan jawabannya.

Suatu ketika, temannya mengarahkan Arisa untuk mengenakan jilbab. Wanita itu mencobanya. Dia merasakan kenyamanan ka rena seluruh tubuhnya tertutup, sehingga kecantikannya tak diumbar kepada khalayak.

Selama menutup aurat, dia merasakan bagaimana orang-orang sangat menghormatinya. Dia juga pernah melakukan hal sama ketika bepergian ke luar negeri. Kenyamanan itu membangkitkan keinginannya untuk berislam. Pada Juli 2014, kepada seorang temannya yang Muslim, Arisa mengutarakan keinginan tersebut.

Teman yang kerap membantunya dalam penerjemahan bahasa Jepang ke Melayu dan sebaliknya itu sangat senang. Dia membantu Arisa untuk bersyahadat.

“Hatiku penuh dengan cinta kepada Allah. Saya mengetahui ada Muslim Jepang yang memiliki masalah dan perasaan yang sama sebelum mengucapkan syahadat. Namun, itu tak menghalangi saya untuk bersyahadat,” jelas dia.

Suatu hari, teman itu mengirimkan sebuah pesan singkat kepada Arisa ,”Assalammualaikum Arisa. Apa Kabar? Pernahkah kamu melafalkan kalimat laa ilaha illallah sebelumnya? Jika membacanya sepenuh hati, kamu bisa masuk surga, insha Allah,” kata temannya melalui pesan singkat.

Temannya melanjutkan, syahadat sangat penting. Jika benar-benar beriman kepada Allah dan mengatakan mengucapkan kalimat tahlil, artinya seseorang telah menjadi Muslim. Sejak saat itu, Arisa mendapatkan saudara perempuan seiman. Arisa mencoba membaca syahadat dan tahlil di dalam kamar seorang diri. Dia pun me nangis bahagia karena merasakan kedekatan dengan Allah.

Agustus 2014, Arisa memutuskan untuk belajar Islam di Malaysia selama sebulan dan tinggal sementara di rumah temannya. Di sana, dia mengetahui tentang sejarah peradaban Islam dan berbagai ilmu Islam. Dia mencoba satu bulan berjilbab di Malaysia.

Setiap hari, dia memakainya. Sempat merasa panas, tetapi hatinya tetap bersikeras untuk tetap berjilbab.

Arisa mencoba menghafal doa-doa yang diutarakan setiap hari. Sebenarnya, dia sudah bisa membaca Surah Alfatihah sebelum datang ke Malaysia karena setiap malam dia berlatih melalui telepon. Banyak orang men doakan agar dia semakin dikuatkan dalam memeluk Islam.

“Saya percaya kepada Allah, jadi saya mengucapkan syahadat di dalam hati dan berdoa agar membantu menyelesai kan masalah,” jelas dia.

Pada Januari 2015 dia mene mu kan Alquran terjemahan bahasa Je pang di Malaysia. Sebelumnya, Arisa tidak mengetahui ada Alquran di Jepang dan dia hanya membaca Alquran berbahasa melayu atau Inggris.

Terjemahan Alquran berbahasa Jepang membuatnya semakin yakin akan kebenaran Islam. Dia menangis bahagia karena merasa mendapatkan hidayah. Arisa akhirnya yakin Allah selalu berada di sisinya dan memutuskan tidak akan hidup tanpa percaya kepada Allah. Saat itu, Arisa memutuskan untuk mengucapkan dua kalimah syahadat di depan publik, tetapi dia tidak mengetahui bagaimana caranya.

Arisa kemudian pergi ke sebuah masjid dan bertanya cara mengucapkan syahadat. Semua orang di masjid menyambut bahagia keinginannya.

Sebanyak 10 Muslimah Malaysia menjadi saksi Arisa memeluk Islam. Saat akan mengucapkan syahadat di depan umum, dia dimbing oleh Misbahur Rahman Yousfi, direktur organisasi Islam yang organisasinya juga ada di Jepang. Sejak saat itu, namanya menjadi Nur Arisa Maryam. Dia kemudian menangis haru, melaksanakan shalat Isya pertama kali sebagai Muslim dan berdoa di masjid selama hidupnya.

Tantangan Setelah bersyahadat di depan publik, Arisa memberitahukan ke luar ganya tentang dirinya yang kini menjadi Muslim. Adik perempuannya banyak belajar Islam, sehingga dia turut berba hagia dengan jalan yang dipilihnya.

Tetapi, tidak dengan ibu. Dia tidak dapat menerima Arisa menjadi Muslim.

Ibunda Arisa menyukai orang Muslim, tetapi dia tidak pernah menyangka putrinya akan menjadi seorang Muslim. Arisa merasa ibunya khawatir mengenai kehidupan barunya.

Jepang bukanlah negara Islam dan sulit bagi orang Jepang untuk mengerti bahwa mereka memercayai agama. Karena, bagi orang Jepang agama adalah budaya, sehingga tidak terlalu memperhatikan persoalan ketuhanan. Mereka menganggap Islam bukan agama orang Jepang, tetapi orang asing.

Ibunya khawatir dan tidak tahu bagaimana cara menghadapinya. Bahkan, sang ibu sempat melontarkan kata-kata kasar yang tidak ingin mengakui anak perempuannya lagi. “Itu adalah momen paling menyedihkan dalam hidupku, saya ingin menangis, tapi tidak melakukannya karena iman saya kepada Allah dari hati saya,” jelas dia.

Arisa pun terus mendoakan ibunya agar membuka hati. Alhamdulillah, tiga hari kemudian, sang ibu mengakui ke sa lahannya. Arisa kerap menyajikan masakan halal di rumahnya. (sumber: ROL)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>