Sahkah Pernikahan Muallaf yang belum ber-KTP Islam?

Assalamu’alaikum,

Apabila saya seorang muallaf, apakah bisa langsung mengurus surat nikah tanpa harus mengurus perubahan data KK dan KTP dahulu? Karena di KK dan KTP saya masih dengan status Kristen.
Tetapi saya sudah mempunyai surat keterangan memeluk Islam dari masjid di Surabaya.
Terimakasih

Weda

Jawaban :
Wa’alaikumussalaam wr. wb.

Saudara Weda yang berbahagia, kami turut bahagia ketika Anda yang muallaf akan segera melepaskan masa lajangnya.

Sepanjang perkawinan itu memenuhi syarat dan rukunnya sebagaimana diatur dalam syariat Islam, maka perkawinan Saudara secara hukum Islam adalah sah. Namun, alangkah baiknya jika Saudara bersabar dengan melengkapi perubahan data di KK dan KTP, tentu akan lebih baik lagi karena mengikuti aturan hukum sebagai syarat kelengkapan administratif.

Dari surat konsultasi Saudara, kami tidak mendapatkan informasi tentang masalah yang Anda hadapi ketika harus mengubah status di KK dan KTP yang tentu bersinggungan dengan keluarga besar Anda. Kami berharap tidak ada masalah yang serius saat Anda memutuskan masuk Islam dan akan menikah dengan tata cara Islam.

Soal apakah Saudara dapat langsung mengurus surat nikah tanpa memperbarui KK dan KTP lama, baiknya Anda bertanya/konsultasi dengan pejabat yang kompeten di Kantor Urusan Agama (KUA) di tempat Anda hendak melangsungkan pernikahan.

Untuk melengkapi jawaban Saudara, berikut kami kutipkan konsultasi hukum seorang yang muallaf, dan menikah melalui pembantu penghulu atau amil kelurahan (http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt507327465b2af/sahkah-perkawinan-mualaf-yang-belum-ber-ktp-islam)

Sebagai informasi bagi Saudara bahwa ketentuan atau aturan yang mengatur mengenai perkawinan adalah UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UUP”) dan PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Sedangkan untuk yang beragama islam perkawinan juga diatur lebih lanjut dengan Kompilasi Hukum Islam (“KHI”).

Perkawinan menurut Pasal 1 UUP adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dan menurut Pasal 2 KHI perkawinan adalah Pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqon ghooliidhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.

Berikut ini pemahaman dan jawaban kami terhadap pertanyaan dari Saudara:

1. Syarat sahnya Menikah secara Islam

Pasal 4 KHI menyebutkan bahwa:

Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut Hukum Islam sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dan Pasal 2 ayat (1) UUP menyebutkan bahwa: “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu”

Dengan arti kata, bahwa perkawinan dalam Islam adalah sah apabila memenuhi rukun dan syaratnya perkawinan menurut hukum Islam yakni harus ada (Pasal 14 KHI):

1) Calon suami ;

2) Calon istri ;

3) Wali nikah ;

4) Dua orang saksi dan ;

5) Ijab dan qabul

Berdasarkan ketentuan Pasal 14 KHI ini, dapatlah dipahami dan diketahui bahwa tidak ada satupun syarat dan rukun mengenai sah atau tidaknya perkawinan karena dilaksanakan melalui pembantu penghulu atau amil kelurahan, sebagaimana Saudara sampaikan. Sepanjang perkawinan itu memenuhi syarat dan rukun sebagaimana disebut di atas, maka perkawinan tersebut secara hukum Islam adalah sah.

Namun demikian, karena negara Indonesia adalah negara hukum yang segala sesuatu peristiwa harus dicatat, maka perkawinan tersebut harus dicatat sebagai bukti bahwa telah terjadi sebuah perkawinan (Pasal 2 ayat [2] UUP).

Ketentuan lebih lanjut mengenai pentingnya pencatatan perkawinan dapat Saudara lihat dan baca ketentuan Pasal 5 KHI, yang menyebutkan:

1) Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat.

2) Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1), dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1946 jo. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1954.

Selanjutnya, di dalam Pasal 6 KHI diatur bahwa:

1) Untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 5, setiap perkawinan harus dilangsungkan di hadapan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah.

2) Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan hukum.

Dengan demikian, apabila merujuk pada ketentuan undang-undang, maka perkawinan seharusnya dilangsungkan di hadapan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah (Kantor Urusan Agama setempat) supaya perkawinan Saudara tercatat dan mendapatkan Kutipan Akta Nikah serta perkawinan Saudara dapat dibuktikan secara hukum;

2. Dalam Kartu Tanda Penduduk (“KTP”) masih ditulis beragama non-Islam, namun melangsungkan perkawinan secara hukum Islam.

Melangsungkan perkawinan secara hukum Islam adalah bentuk penundukan hukum dari Saudara, yang tentunya wajib memenuhi rukun dan syarat perkawinan menurut hukum Islam.

Jika pada saat melangsungkan perkawinan secara hukum Islam tapi di dalam KTP Saudara masih tertulis agama lain, hal itu adalah persoalan administrasi kependudukan saja. Dalam hal ini, seharusnya Saudara memperbaharui data kependudukan Saudara. Namun, menurut kami, sepanjang Saudara dan istri saat melangsungkan perkawinan telah memeluk agama Islam (muallaf) dan memenuhi syarat dan rukun perkawinan, sebagaimana ketentuan Pasal 2 UUP dan Pasal 4 KHI sebagaimana disebut di atas, maka perkawinan Saudara tersebut adalah sah.

3. Prosedur Pindah Agama/Kepercayaan

Sepanjang yang kami ketahui tidak ada “akta” (sertifikat, red.) sebagai syarat yang ditentukan untuk bisa masuk Islam. Karena, sepanjang pemahaman kami, seseorang yang hendak masuk Islam persyaratan utamanya adalah mengucapkan dua kalimat syahadat. Hal ini sebagaimana hadist diriwayatkan oleh Al-Bukhori dan Muslim dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma: Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mengutus Mu’adz ke Yaman, beliau berkata kepadanya: “Sesungguhnya engkau akan mendatangi satu kaum ahli kitab, maka hendaklah pertama kali yang engkau ajakkan kepada mereka adalah syahadat La Ilaha Illallah.”(HR. Al-Bukhari dan Muslim). Dan dalam riwayat lain: “Ajaklah mereka untuk bersyahadat La Ilaha Illallah Wa Anna Muhammadan Rasulullah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Tata cara masuk Islam di beberapa masjid di Indonesia, contohnya Masjid Istiqlal tidak ada persyaratan sertifikat sebagaimana yang Saudara tanyakan. Meskipun ada persyaratan, itu hanya persyaratan administratif saja, misalnya mengisi formulir pendaftaran, membawa KTP, dsb. Lebih lanjut Saudara bisa melihat di alamat webnya Masjid Istiqlal di : masjidistiqlal.or.id

Namun, secara status kependudukan Saudara harus melaporkan perubahan status agama di KTP dengan mengisi formulir isian di Kantor Kelurahan sesuai domisili Saudara.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>