Mufti Menk Diharamkan Memasuki Singapura
Dua orang pendakwah internasional, Mufti Menk dan Haslin Baharim dilarang memasuki Singapura, demikian pengumuman resmi Kementerian Dalam Negeri Singapura (MHA), hari Senin (30/10/2017).
Pengumuman disampaikan setelah Kementerian Dalam Negeri berkunsultasi dengan Majlis Ugama Islam Singapura (MUIS) dan Badan Pariwisata Singapura (STB), dan Otoritas Maritim dan Pelabuhan Singapura (MPA).
Larangan ini disampaikan setelah pihak Pemerintah Singapura mendapat kabar dua dai itu telah diundang untuk menyampaikan ceramah bertema agama di sebuah kapal pesiar yang akan berlayar dan berlabuh di Singapura dari tanggal 25 sampai 29 November 2017.
Pihak Kementerian Dalam Negeri mengatakan kedua pembicara memiliki pandangan yang dapat menciptakan praktik intoleransi, merusak harmonisasi dan dikhawatirkan merusak keselarasan sosial.
“Mereka tidak dapat diterima dalam konteks Singapura yang dikenal dengan masyarakat multiras dan agama,” kata pihak kementerian.
Ini bukanlah pertama kalinya Mufti Menk dan Haslin dilarang berbicara di depan umum di Singapura. Sebelum ini, mereka juga pernah dilarang memasuki negeri kecil ini.
Menurut laporan kementerian, Mufti Menk, dinilai menyebarkan ajaran yang ‘memecah-belahkan’ masyarakat negeri itu, seperti pernah mengatakan Muslim dilarang mengucapkan “Selamat Hari Natal” dan “Selamat Deepavali”.
Haslin dari Perak (Malaysia), dilaporkan pernah menggambarkan non-Muslim sebagai “kafir” dan itu dinilai Singapura yang banyak etnis China ‘mempromosikan ketidakharmonisan antara non-Muslim dan Muslim’.
Menk dan Haslin sangat populer di Malaysia dan memiliki banyak promosi.
Hal ini sama sekali tidak dapat diterima dalam konteks negara-negara multiras dan agama di Singapura. Pemerintah bertanggung jawab untuk melindungi persatuan sosial dan kerukunan beragama di Singapura, kata pihak kementerian.
Kementerian juga mengajak rakyat Singapura menolak dan berwaspada dengan doktrin dan penceramah yang memecah-belahkan masyarakat, kerana ia akan “menjejaskan masyarakat kita dan cara hidup kita, dan akan melemahkan asas keamanan dan kemajuan Singapura”.
Syeikh Ismail Ibnu Musa Menk yang terkenal dengan nama Mufti Menk dikenal dai yang memiliki jutaan pengikut di media sosial twitter. Seperti Dr Zakir Naik, dai asal Zimbabwe, Afrika yang juga Direktur Daar el-Ilm Majlis al-Ulama Zimbabwe (Pusat Pendidikan Islam) ini bukanlah seorang dai beraliran keras, sebagaimana ketakutan berlebihan pemerintah Singapura saat ini.
Sebelum ini, Menteri Dalam Negeri K Shanmugam berkata rakyat republik itu menghadapi penceramah seperti Menk dan seorang lagi penceramah terkenal, Zakir Naik, dari India, yang dianggap mempromosikan pandangan yang menganjurkan perpecahan dalam kalangan muda mereka.
Kementerian tersebut memblokir setelah menerima keluhan tentang isi pidato mereka. Singapura memiliki peraturan sangat ketat yang bisa menjerat para pemimpin agama. Negeri kecil ini memiliki banyak kasus melarang tokoh agama atau penceramah. Di bawah undang-undang, para pemimpin agama harus mendaftar sebelum mereka dapat mengajar dan wajib memberi tahu pemerintah setempat jika akan bekerja.
Berbeda dengan Singapura mencegah umat Islam melarang ucapan “Selamat Hari Natal” . Di Indonesia, MUI justru sudah pernah mengeluarkan fatwa larangan ucapan Selaman Natal bagi kaum Muslim di tahun 1981.
Singapura juga pernah menjatuhkan denda Rp 38,1 juta seorang penghutbah akibat materi khotbah Jumat dianggap ‘menyerang umat Kristen dan Yahudi’.
Pihak berwenang mengatakan bahwa mereka menolak permohonan dua pengkhotbah Kristen asing untuk berbicara di Singapura karena mereka telah membuat “komentar meremehkan” agama-agama lain.
Selain melarang Mufti Menk, hari Senin, Singapura juga melarang empat buku terbitan Indonesia karena dianggap “ajaran yang tidak diinginkan dan berbahaya.”
Singapura dulunya Negeri Melayu yang kini populasinya telah didominasi etnis China. Berdasarkan catatan, penduduk asli pada Singapura kini hanya 13.4%. Sementara etnis China (yang semula adalah pendatang) kini menjadi mayoritas lebih kurang 74.1% penduduk. (sumber: Hidayatullah)
Naskah Terkait Sebelumnya :
Indeks Kabar
- MUI Minta Pastikan RUU P-KS Tak Bisa Dijadikan Dalih LGBT
- 'Dana Investasi Haji ke Infrastruktur Harus Syariah'
- MUI: Politisi Islam Liberal Jangan Dipilih
- Tarik Minat Wisatawan Muslim, Hotel di Moskow Pasang Label Halal
- Bupati Lombok Barat Resmikan Hapus Tato
- MUI Desak Pesbukers Ramadhan dan Sahurnya Pesbukers Disetop
- Ada Ancaman, Ustaz Somad Batalkan Ceramah di Beberapa Daerah
- Wacana Kemenag, Buku Nikah Disederhanakan Jadi seperti KTP
- PBB: 65.000 Etnis Rohingya Lari ke Bangladesh
- Dianggap Hambat Komunikasi, Pelajar di Bavaria Dilarang Bercadar
-
Indeks Terbaru
- Lebih dari 16.000 Madrasah di Uttar Pradesh India Ditutup
- Selamat Idul Fitri 1445 H, Mohon Maaf Lahir-Batin
- Baznas Tolak Bantuan Palestina dari McDonald’s Indonesia
- Malam Lailatul Qadar, Malaikat Berhamburan ke Bumi
- Puasa Ramadhan Menghapus Dosa
- Paksa Muslimah Lepas Hijab saat Mugshot, Kepolisian New York Ganti Rugi Rp 278 Miliar
- Dari Martina Menjadi Maryam, Mualaf Jerman Bersyahadat di Dubai
- Al Shifa, Rumah Sakit Terbesar di Gaza Dihabisi Militer Zionis
- Tiga Macam Mukjizat Alquran
- Prof Maurice, Ilmuwan Prancis yang Jadi Mualaf Gara-Gara Jasad Firaun
Leave a Reply